Krisis Iklim: Perlahan Membunuh
Dilansir dari kemenkeu.go.id krisis iklim kini menjadi isu utama pembahasan global. Layaknya pandemi Covid-19 yang memberikan dampak luar biasa dan menjadi trending issue, kini kenaikan suhu akibat perubahan iklim juga menimbulkan komplikasi pada kemampuan bumi untuk terus mendukung kehidupan lebih dari 7 miliar manusia di dalamnya.
Pada dasarnya, isu ini sudah digembor- gemborkan sejak lama pasca kemunculan berbagai industri raksasa dari berbagai bidang. Berdasarkan prediksi para pakar, industri yang bergerak di bidang pertambangan, minyak, gas alam dan lain sejenisnya berpotensi menyumbang emisi gas karbondioksida terbesar di dunia.
Namun, kehadiran industri raksasa bukan satu – satunya penyebab perubahan iklim, fenomena gaya hidup hedonisme yang sedang marak di kalangan masyarakat juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya suhu bumi.
Peristiwa perubahan iklim tentu saja terus menjadi perbincangan sebab fenomena ini membawa dampak buruk yang nyata bagi kehidupan masyarakat.
Beberapa diantaranya seperti menurunnya kualitas dan kuantitas air, punahnya spesies dari habitatnya, meningkatnya wabah penyakit, menurunnya produktivitas pertanian dan nelayan, dan berbagai pengaruh buruk lainnya bahkan lebih parah jika kasus iklim ini berkelanjutan hingga puluhan tahun kedepan.
Berbagai upaya tentu harus dilakukan demi menyelamatnya miliaran makhluk bumi yang secara langsung terdampak sekaligus penyebab kenaikan suhu bumi. Menurunkan sebaran CO2 adalah langkah atau upaya yang paling patut untuk dicoba.
Dua sektor yang paling penting dan memberikan kontribusi terbesar dalam upaya penurunan CO2 adalah kehutanan dan energi transportasi.
Pohon memegang peran penting dalam upaya meredam kenaikan gas rumah kaca yang menjadi penyebab utama pemanasan global dan perubahan iklim. Pohon mampu menyerap karbon dioksida yang dihasilkan oleh manusia dan juga makhluk hidup lainnya.
Untungnya, negara Indonesia tergolong dalam deretan negara dengan wilayah hutan yang sangat luas. Namun sayangnya wilayah hutan negara iniseringkali terdegradasi akibat perambahan hutan, deforestasi untuk pembangunan infrastrukstur, dan penggunaan lahan yang tergolong masif tanpa target keberlanjutan.
Keberadaan hutan yang semakin menyusut ditambah lagi emisi yang semakin meningkat membuat atmosfer bumi panas dan suhu bumi semakin meningkat.
Salah satu tindakan yang bisa dilakukan adalah dengan mengikuti regulasi pemerintah yang menganjurkan one man one tree (Satu orang satu pohon) untuk membantu memulihkan hutan tropis.
Energi transportasi menghasilkan emisi ketika bahan bakar fosil menyuplai panas dan memberi tenaga pada mesin, maka mesin akan melepaskan karbon beserta polutannya dan mengakibatkan kualitas udara dan air menurun.
Sedangkan dampak dari transportasi bisa dikurangi dengan cara meminimalisir penggunaan kendaraan pribadi dan membiasakan diri menggunakan transportasi umum.
Selain dua aspek diatas, penggunaan listrik berlebihan juga merupakan faktor penyebab krisis iklim. Pembangkit listrik yang menjadi kebutuhan utama manusia menyumbang dampak besar terhadap perubahan iklim ditambah lagi dengan masih masifnya penggunaan batu bara.
Listrik yang diproduksi melepaskan berbagai macam gas seperti karbondioksida. Gas ini kemudian menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Berdasarkan hal ini, sadar atau tidak sadar kita semua telah menghasilkan jejak karbon yang turut menyumbang pemanasan global.
Menyikapi hal ini, bukan berarti kita tidak boleh lagi menggunakan listrik, namun sebisa mungkin diminimalisir dan bertindak lebih bijak pada kondisi ini. Misalnya seperti mematikan lampu ketika tidak digunakan, mencabut charger ketika baterai handphone atau komputer sudah penuh, atau mematikan kipas angin ketika tidak lagi dibutuhkan.
Hal yang tidak kalah penting juga bagaimana masyarakat dapat mendorong pemerintah untuk segera beralih dari energi kotor batu bara kepada energi terbarukan. Yuk sama-sama kita indahkan untuk kembali ke iklim yang lebih stabil.
Baca juga: Reklamasi Makassar New Port Menyengsarakan Nelayan, Aktivis Koalisi Save Spermonde Beraksi
Editor: J. F. Sofyan
Tanggapan