Ekofeminis Muda: Suara Perempuan Generasi Z untuk Bumi

Di tengah tumbuhnya kesadaran lingkungan di kalangan Generasi Z, mendukung gerakan ekofeminisme menjadi tantangan sekaligus peluang yang menarik untuk digali. Generasi Z mencakup individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012—kelompok usia yang saat ini tengah berada pada fase remaja hingga dewasa muda, dengan karakter yang mulai terbentuk dan kesadaran sosial yang kian berkembang.
Tulisan ini akan mengantarkan pembaca—terutama perempuan dari Generasi Z—pada cara untuk memahami dan menjadi bagian dari gerakan ekofeminisme.
Terdapat berbagai faktor yang memengaruhi karakter Generasi Z, salah satunya adalah kemajuan teknologi yang sangat pesat. Generasi ini lahir dan tumbuh di tengah era digital, di mana gawai, media sosial, dan internet menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Akses informasi yang cepat membuat mereka lebih terbuka terhadap isu-isu global, termasuk isu lingkungan dan kesetaraan gender. Namun, di sisi lain, paparan digital juga bisa menimbulkan jarak terhadap realitas alam dan nilai-nilai keberlanjutan, yang menjadi inti dari ekofeminisme.
Mengenal Gerakan Ekofeminisme
Perlu dipahami bahwa generasi hanyalah kategori waktu. Sejarah gerakan ekofeminisme sendiri sudah ada sejak 1970-an—jauh sebelum Generasi Z lahir. Tidak sedikit pula yang belum mengenal apa itu ekofeminisme. Secara umum, ekofeminisme merupakan gabungan dari dua kata: ‘eco’ yang merujuk pada lingkungan, dan ‘feminisme’ yang memperjuangkan hak-hak perempuan.
Gerakan ini melihat adanya keterkaitan antara eksploitasi terhadap alam dan penindasan terhadap perempuan, serta mendorong terciptanya hubungan yang adil antara manusia dan lingkungan.
Oleh karena itu, ekofeminisme secara tidak langsung melibatkan hak hak Perempuan dan masalah lingkungan secara bersamaan. Adapun menurut para ahli, ekofeminisme merupakan gerakan global yang berkembang di kalangan perempuan sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang dialami oleh perempuan dan lingkungan alam (Tri Marheni Pudji Astuti, 2012).
Gerakan ini mengintegrasikan prinsip-prinsip ekologi dan feminisme, dengan keyakinan bahwa baik perempuan maupun alam sering mengalami penindasan akibat sistem patriarki (Gandon, 2009).
Gerakan ekofeminisme sejatinya penting bagi kita semua, bukan hanya bagi perempuan. Meskipun gerakan ini banyak melibatkan perempuan sebagai pelaku utama, kita hidup di dunia yang dihuni oleh beragam gender, baik di kota maupun di desa. Oleh karena itu, laki-laki pun memiliki peran penting dalam memahami dan mendukung ekofeminisme.
Tidak bisa dipungkiri, sistem yang selama ini didominasi oleh laki-laki kerap berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan dan ketimpangan yang dialami perempuan. Hal tersebut tentu tidak dapat terus dibiarkan.
Pada dasarnya, ekofeminisme berpijak pada prinsip kesetaraan gender dengan sudut pandang non-linear seperti menghormati proses alami, mengakui keterkaitan antara manusia dan alam, serta menjunjung hubungan yang setara antar komunitas. Inilah yang menjadikan ekofeminisme sebagai gerakan yang inklusif dan relevan bagi siapa pun yang peduli terhadap keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.
Dalam menghadapi ketimpangan gender dan kerusakan lingkungan yang saling berkaitan, perempuan memiliki peran strategis yang tidak dapat diabaikan. Sebagai perempuan, penting bagi kita untuk menggunakan kekuatan pemikiran dan kesadaran kritis guna memperjuangkan hak-hak yang selama ini terpinggirkan.
Pemikiran yang kritis dan reflektif ini menjadi kunci dalam membebaskan perempuan dari berbagai bentuk penindasan, termasuk ketimpangan gender, eksploitasi sumber daya alam oleh dominasi laki-laki, serta hegemoni sistem patriarki yang telah mengakar.
Selain melakukan penolakan terhadap ketidakadilan, gerakan ekofeminisme juga menekankan pentingnya kemitraan gender. Sebab, tujuan utama ekofeminisme adalah mengurai dan mengatasi keterkaitan antara kerusakan lingkungan dan penindasan gender.
Oleh karena itu, perempuan dan laki-laki perlu bekerja sama, saling mendukung, serta membangun rasa tanggung jawab bersama dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Generasi Z di Garda Depan Perbaikan Ekologi
Tidak hanya itu, perempuan juga memiliki peran penting dalam menyuarakan aspirasi terkait isu-isu lingkungan. Salah satunya adalah menentang laju deforestasi yang semakin masif di era modern, serta menyuarakan penolakan terhadap alih fungsi hutan.
Sebagai contoh, Gerakan Chipko di India menunjukkan bagaimana perempuan secara simbolis memeluk pohon untuk mencegah aksi penebangan, sebagai bentuk perlawanan terhadap perusakan lingkungan.
Perjuangan untuk mewujudkan kesetaraan gender dan kelestarian lingkungan tidak hanya berhenti pada tindakan fisik semata. Diperlukan perubahan pola pikir sebagai fondasi utama dalam membangun kesadaran kolektif.
Di sinilah peran edukasi menjadi sangat penting, terutama dalam membentuk perspektif generasi muda seperti Generasi Z yang tumbuh di tengah perkembangan teknologi digital. Edukasi menjadi jembatan penting untuk menanamkan nilai-nilai ekofeminisme sejak dini, agar mereka mampu tumbuh dengan kepedulian terhadap isu-isu sosial dan lingkungan.
Seorang perempuan, khususnya yang termasuk dalam Generasi Z, dapat berperan aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar. Edukasi ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa kepedulian terhadap pentingnya menjaga lingkungan serta mendorong perlakuan yang adil terhadap perempuan. Mengingat Generasi Z sangat akrab dengan media sosial, proses edukasi juga dapat dilakukan melalui platform digital, seperti dengan membuat dan membagikan artikel informatif seperti ini.
Dengan cara tersebut, generasi ini dapat dengan mudah memperoleh informasi serta turut berkontribusi dalam menciptakan perubahan positif bagi lingkungan dan perempuan. Bisa juga dengan membuat konten terkait menjaga lingkungan agar orang sekitar yang mempunyai akun digital tidak hanya melihat konten trend trend sekarang ini hal itu bisa meningkatkan pola pikir manusia kepada lingkungan dan memupuk kesadaran ekologis.
Setelah memahami pentingnya edukasi dan perubahan pola pikir, langkah selanjutnya yang tidak kalah penting adalah melakukan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk aksi sederhana namun berdampak besar adalah dengan memilah sampah berdasarkan jenisnya, yaitu sampah organik dan anorganik. Dengan cara itu tidak ada penumpukan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sehingga sampah bisa dengan cepat dikelola dan tidak berdampak pada lingkungan sekitar.
Mengurangi penggunaan plastik, seperti yang disampaikan oleh ketua kemitraan Indonesia National Plastic Action Partnership (NPAP), Wahid Supriyadi, di prediksikan bahwa indonesia akan menerima 800.000 ton sampah plastik di 2025, hal itu dapat dicegah dengan setiap orang bisa mengganti kantong plastik ketika berbelanja dengan membawa tas sendiri, menghindari botol plastik diganti dengan tumbler, dan menggunakan alat makan reusable.
Salah satu bentuk tindakan nyata yang dapat dilakukan perempuan dalam mendukung kelestarian lingkungan adalah dengan memilih dan menggunakan kosmetik yang ramah lingkungan. Hal ini menjadi penting karena sebagian besar produk kosmetik konvensional mengandung bahan-bahan kimia yang tidak hanya berpotensi membahayakan kesehatan manusia, tetapi juga dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.
Memilih kosmetik yang ramah lingkungan, termasuk tindakan perempuan dalam menyelamatkan lingkungan karena kandungan kosmetik terkadang mengandung bahan yang bisa berdampak pada kerusakan laut dan menyakiti satwa liar.
Selain itu, mengurangi penggunaan pembalut dapat menjadi salah satu cara lain untuk mendukung kelestarian lingkungan. Hal ini bisa diatasi dengan mengganti pembalut dengan menggunakan kain, menstrual cup, tampon yang terbuat dari kasa, dan menggunakan celana menstruasi dari bahan waterproof.
Cara ini menjadikan upaya perempuan dalam menyelamatkan lingkungan. Merujuk pada artikel dalam Kumparanmom, perempuan diprediksikan sebanyak 96% menggunakan pembalut ketika menstruasi dan itu bisa berdampak besar pada lingkungan, karena pada dasarnya sampah pembalut membutuhkan waktu lama untuk terurai sekitar 800 tahun dan menyebabkan kerusakan pada tanah dan tanaman sehingga tanaman tidak bisa tumbuh dengan baik.
Tidak luput juga, Perempuan dan Generasi Z dapat berkontribusi untuk menjaga lingkungan dengan melestarikan kearifan lokal. Melestarikan kearifan lokal merupakan salah satu bentuk kontribusi penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan warisan budaya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mendorong penanaman tanaman tanpa menggunakan pestisida atau bahan kimia sintetis. Praktik ini tidak hanya membantu menjaga keseimbangan ekosistem, tetapi juga menjadi upaya konkret dalam mempertahankan pengetahuan tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Sebuah Penutup: Dari Edukasi hingga Aksi Konkret Menuju Ekofeminisme
Gerakan ekofeminisme merupakan respons penting terhadap ketidakadilan yang dialami oleh perempuan dan lingkungan. Meskipun pada generasi saat ini, terutama Generasi Z, partisipasi dalam gerakan ini mungkin masih terbatas karena faktor usia dan ketergantungan pada teknologi sejak dini, potensi untuk menanamkan nilai-nilai ekofeminisme tetap terbuka lebar melalui pendidikan dan pemberdayaan berbasis digital.
Gerakan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab perempuan, tetapi juga membutuhkan keterlibatan aktif laki-laki dalam membangun kesadaran kolektif terhadap kesetaraan gender dan kelestarian lingkungan. Ekofeminisme menekankan pentingnya relasi yang adil antara manusia dan alam, serta antara laki-laki dan perempuan, yang didasari pada prinsip kesetaraan, kepedulian, dan saling menghormati.
Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan berbagai langkah konkret, mulai dari edukasi masyarakat—terutama generasi muda—melalui media sosial, penyebaran informasi yang edukatif, hingga tindakan nyata seperti memilah sampah, mengurangi penggunaan plastik, memilih produk ramah lingkungan, serta menjaga kearifan lokal melalui praktik ramah lingkungan.
Dengan meningkatkan kesadaran dan aksi kolektif, baik secara individual maupun komunitas, diharapkan nilai-nilai ekofeminisme dapat terus hidup dan berkembang, menjadi solusi bagi krisis lingkungan sekaligus ketimpangan gender yang masih terjadi hingga saat ini.
Sebagai bagian dari Generasi Z, baik laki-laki maupun perempuan perlu menggunakan kesadaran dan pemikiran kritis mereka. Meskipun kita hidup di era digital yang serba cepat, memahami dan menghayati konsep ekofeminisme tetap penting demi keberlangsungan hidup. Sebab, keberhasilan gerakan ini bermula dari hal sederhana: bagaimana pola pikir kita membentuk tindakan yang berdampak pada lingkungan.
Tanggapan