Young Explorer 2019 #8 – Indahnya Negeri Lonthoir Andan Orsia
Desa Lonthoir merupakan salah satu desa yang terletak di Pulau Banda Besar. Dari Pulau Neira kami menyeberang dengan kapal kayu sekitar 15 menit. Sepanjang perjalanan tidak ada hentinya mengagumi keindahan laut dan Gunung Api Banda.
Setibanya di dermaga Desa Lonthoir, kami melihat rumah-rumah penduduk diatas perbukitan. Kami jalan sekitar 10 menit lalu harus menaiki anak tangga sekitar 300 buah, tangga ini dihiasi cat warna-warni.
Kaki ini jadi terasa berat melangkah, tentu saja karena nanjak gunung api banda kemarin.
Pagi ini kami mengunjungi SD Impres Lonthoir, sama seperti di Ambon adik-adik Sekolah Alam Indonesia melakukan kampanye tentang sampah plastik di laut dan terumbu karang.
Hari ini aku melihat semangat mereka telah banyak berkurang.
Jelas saja ini udah hari ke-8, aku melihat raut wajah lelah dan badan yang lesu. Sebagian sakit, beberapa harus istirahat total di rumah orangtua asuhnya, sebagian masih tetap mengikuti kegiatan ke sekolah.
Tapi aku salut, mereka masih berusaha untuk mengumpulkan semangatnya hari ini untuk misi kampanye laut.
Setelah mengunjungi sekolah mereka di beri waktu sejenak untuk istirahat dan makan siang di rumah orangtua asuhnya masing-masing.
Kesempatan juga buatku untuk istirahat, kaki ku terasa tidak prima, aku sampai menggosokkan cream dan menenggak pil pereda nyeri otot, di tambah dengan melakukan gerakan stretching .
Beruntungnya, setelah bangun tidur kaki sudah terasa lebih baik. Kemudian aku makan siang dan jam 14:00 kami berkumpul. Siang ini kami akan berjalan untuk mengeksplorasi kebun rempah-rempah di Desa Lonthoir.
Kekayaan rempah Nusantara di desa Lonthoir memiliki kaitan erat dalam mempengaruhi sejarah dunia. Bangsa penjajah telah banyak mengeluarkan uang untuk misi pencarian rempah hingga akhirnya menemukan harta karun di Kepulauan Banda ini.
Kapal Spanyol, Portugis, Inggris, sudah lama sandar disini setelah rela mengarungi samudera.
Lalu datang ketamakkan orang Belanda dan menerapkan sistem perdagangan monopoli dan juga kerja paksa di perkebunan pala.
Bahkan, beberapa orang yang membantah sempat dibunuh, dibantai tak bersisa.
Ratusan tahun silam menyisakan kisah pilu, namun perkebunan pala di Desa Lonthoir masih subur.
Perkebunan pala masih menjadi komoditas yang bagus dan menjadi mata pencarian utama warga Lonthoir.
Di halaman rumah mereka banyak sekali buah pala yang sedang di keringkan di bawah teriknya sinar matahari .
Kami berkesempatan untuk memetik sendiri buah pala di perkebunan, buahnya berwarna agak kuning. Setelah di buka daging buah berwarna putih, aroma segar mulai tercium.
Daging buah pala biasanya dibuat manisan, sirup, atau selai dengan cita rasa asamnya yang khas.
Di dalam daging buah tampak biji pala berwarna coklat gelap, berbalut kulit tipis berwarna merah terang. Biji pala yang sudah di keringkan biasanya di buat untuk bahan pengawet alami, minyak astiri dan bumbu masak.
Sedangkan kulit tipis yang berwarna merah ini disebut fuli atau bunga pala memiliki aroma yang wangi, sering dijadikan bibit parfum, bumbu masak juga, pewarna makanan, dan bahan pembuatan kosmetik.
Sungguh luar biasa, satu buah pala memiliki keberagaman manfaat yang berlimpah. Kami juga melihat banyak pohon rempah lain, kenari, kayu manis, cengkeh, dan lainya.
Setelah itu kami berjalan menuju Benteng Hollandia. Orang desa Lonthoir menyebutnya Kota, katanya harus kesana. Benar saja, ini merupakan sudut terindah di Desa Lonthoir.
Benteng Hollandia didirikan oleh Belanda di atas bukit di negeri Lonthior. Benteng pertahanan yang siap menembakkan peluru meriam untuk menghadang dan menenggelamkan kapal-kapal Inggris yang menjadi musuh besar kala itu.
Bentengnya sudah tua termakan usia, dinding sudah banyak yang retak, tidak lagi sekuat dulu seperti fungsinya sebagai benteng pertahanan. Kami menghabiskan sore disini hingga matahari terbenam.
Melihat remaja desa sedang latihan menari adat dan juga pemandangan gagahnya gunung api Banda.
Desa ini benar-benar desa tua nan indah. Aku banyak berbincang denga pemuda desa, dia bilang kalau Cuci Parigi Pusaka aku harus kembali mengunjungi desa ini.
Cuci parigi Pusaka merupakan upacara dan perayaan adat desa Lonthoir sebagai tradisi jaga air di Desa Lonthoir.
Ritual ini 10 tahun sekali, dihadiri oleh ketua adat, gubernur maluku, dipadati oleh penduduk desa Banda Neira dan ratusan wisatawan lokal sampai mancanegara.
Cuci Parigi membersihkan sumur sebagai sumber air warga desa guna melindungi dari hal yang tidak diinginkan seperti penyakit.
Nilai sakral dan unsur religi masih terjaga di desa ini. semua orang baik dan ramah, setiap kami jalan mereka selalu panggil “ halo kaka!” . Aku tidak merasa aku orang baru, semua orang hangat dan selalu senyum.
Besoknya kami berkumpul di balai desa untuk berpamitan, mereka meneteskan air mata karena kami harus pergi.
Orangtua saya disana berkata “Nak, kalau kamu sudah punya suami jangan lupa kunjungi bapak bersama suami kamu ya, InshaAllah ada waktu dan rejeki kita akan jumpa” .
Aku semakin tersentuh dan meneteskan air mata, mereka menggangap kami keluarga dengan waktu yang singkat. Desa ini sungguh unik, indah, penuh cerita sejarah dan budaya.
Hingga mereka mengiringi kepergian kami sampai ke dermaga. Tak lepas aku panjatkan banyak doa dan syukur selalu dipertemukan dengan orang baik, suatu saat aku pasti akan kembali.
Tanggapan