Dari Pariwisata, Masyarakat Bali Beralih ke Nelayan Tangkap Laut?
Peningkatan Jumlah Nelayan Selama Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia sejak awal 2020 telah memberikan dampak besar pada berbagai sektor kehidupan, termasuk sektor ekonomi dan ketenagakerjaan. Di Provinsi Bali, salah satu sektor yang mengalami perubahan signifikan adalah sektor pariwisata dan maritim.
Hal ini diakibatkan Provinsi Bali yang terlalu bergantung pada sektor pariwisata dalam perekonomiannya. Banyaknya masyarakat yang bekerja pada sektor pariwisata dan sektor lain yang mengalami PHK berakibat meningkatnya pengangguran di Provinsi Bali. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat, banyaknya pengangguran di Provinsi Bali meningkat 367,8% di tahun 2020 dari tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah pengangguran ini berakibat banyak masyarakat beralih pekerjaan ke yang berbasis sumber daya alam, seperti nelayan tangkap laut.
Perairan Bali yang kaya akan sumber daya laut menawarkan potensi besar bagi mereka yang mau bekerja keras. Tidak mengherankan jika banyak yang beralih profesi menjadi nelayan tangkap laut, baik sebagai nelayan penuh waktu maupun paruh waktu.
Data berdasarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia menunjukkan adanya peningkatan jumlah nelayan baru selama pandemi, terutama di wilayah pesisir yang sebelumnya bergantung pada pariwisata dan sektor-sektor lainnya yang terdampak parah oleh pandemi.
Nelayan Masih Menjadi Pekerjaan yang Diminati tidak hanya di Bali Melainkan di Indonesia
Hingga saat ini, profesi nelayan masih menjadi salah satu pekerjaan yang diminati oleh banyak masyarakat Indonesia. Selain faktor pandemi, terdapat beberapa alasan mengapa profesi ini tetap diminati:
- **Ketersediaan Sumber Daya Alam**: Laut Indonesia yang luas dan kaya dengan beragam jenis ikan menjadi daya tarik utama bagi mereka yang ingin mengais rezeki di sektor ini.
- **Pendapatan yang Potensial**: Meskipun bekerja sebagai nelayan tidak selalu menjanjikan pendapatan yang stabil, namun hasil tangkapan yang melimpah dapat memberikan keuntungan yang signifikan.
- **Keberlanjutan Sumber Daya**: Dengan penerapan teknologi dan metode penangkapan yang lebih baik, serta adanya kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian laut, nelayan dapat terus beroperasi dengan lebih berkelanjutan.
- **Kurangnya Alternatif Pekerjaan**: Di banyak daerah pesisir, pilihan pekerjaan alternatif sangat terbatas, sehingga menjadi nelayan merupakan pilihan yang realistis bagi banyak orang.
Permasalahan yang Dihadapi oleh Nelayan
Meskipun profesi nelayan menawarkan banyak keuntungan, nelayan Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan yang tidak bisa diabaikan. Salah satu permasalahan terbesar yang dihadapi oleh nelayan adalah masalah sampah di laut.
Sampah Laut
Sampah laut, khususnya plastik, telah menjadi ancaman serius bagi ekosistem laut dan kehidupan nelayan. Menurut World Population Review, Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik ke laut terbesar ke-5 dengan berat 56.333 ton di tahun 2021. Tumpukan sampah di laut tidak hanya merusak pemandangan tetapi juga membahayakan kehidupan laut dan mengurangi hasil tangkapan nelayan. Banyak ikan yang terjerat atau mengonsumsi plastik, yang pada akhirnya mengurangi kualitas dan kuantitas ikan yang dapat ditangkap.
Selain itu, sampah laut dapat merusak alat tangkap nelayan, seperti jaring dan perahu, yang pada gilirannya meningkatkan biaya operasional mereka. Masalah sampah laut ini semakin diperparah oleh kurangnya infrastruktur pengelolaan sampah yang memadai di banyak daerah pesisir.
Program Nelayan Berdaya dari Pemerintah
Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh nelayan, termasuk masalah sampah laut, dibutuhkan intervensi dari pemerintah. Salah satu program yang dapat menjadi solusi adalah program “Nelayan Berdaya”. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan keberlanjutan profesi nelayan melalui berbagai inisiatif, antara lain:
- **Edukasi dan Pelatihan**: Memberikan pelatihan tentang teknik penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta cara mengelola keuangan dan bisnis perikanan. Pelatihan ini juga harus mencakup pengelolaan sampah laut agar nelayan dapat berperan aktif dalam menjaga kebersihan laut.
- **Peningkatan Infrastruktur**: Membangun dan memperbaiki infrastruktur pengelolaan sampah di daerah pesisir untuk mengurangi pembuangan sampah ke laut. Pemerintah juga perlu menyediakan fasilitas pendukung seperti pelabuhan yang layak, tempat penyimpanan ikan yang memadai, dan akses ke pasar yang lebih baik.
- **Pemberian Insentif**: Menyediakan insentif bagi nelayan yang menerapkan praktik penangkapan ikan berkelanjutan dan berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah. Insentif ini bisa berupa subsidi alat tangkap ramah lingkungan, bantuan modal, atau pengurangan pajak.
- **Kerja sama dengan Swasta dan LSM**: Menggandeng sektor swasta dan organisasi non-pemerintah (LSM) untuk mendukung program-program yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan nelayan. Kerja sama ini bisa dalam bentuk pendanaan, penyediaan teknologi, atau program pendampingan.
- **Pengembangan Ekonomi Kreatif**: Mendorong nelayan untuk mengembangkan produk-produk turunan dari hasil tangkapan mereka, seperti produk olahan ikan, kerajinan tangan dari hasil laut, dan ekowisata. Hal ini tidak hanya meningkatkan pendapatan nelayan tetapi juga memberikan nilai tambah bagi sektor perikanan.
Penutup
Peningkatan jumlah nelayan selama pandemi COVID-19 menunjukkan adaptasi masyarakat dalam menghadapi krisis ekonomi. Namun, profesi ini tidak lepas dari berbagai tantangan, terutama masalah sampah laut yang semakin mengkhawatirkan. Untuk itu, diperlukan program “Nelayan Berdaya” dari pemerintah yang holistik dan berkelanjutan. Dengan intervensi yang tepat dari pemerintah, diharapkan kesejahteraan nelayan dapat meningkat, dan kelestarian sumber daya laut Indonesia dapat terjaga untuk generasi mendatang.***
Tanggapan