Virus Ekosida Menginfeksi Pulau Pari

ALERTA! ALERTA! ALERTA!
Kata perintah ini sering disampaikan oleh aktivis untuk berwaspada atau sigap menghadapi suatu permasalahan. Tujuannya adalah untuk menyuarakan suara yang tidak didengar dan melawan ketidakadilan. Kondisi seperti inilah yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Pari, mereka tidak bersenjata. Mereka hanya membawa suara. Tapi suara itu adalah bentuk perlawanan atas ketidakadilan yang terus membungkam hak mereka. Masyarakat Pulau Pari sedang menghadapi virus Ekosida.
Tunggu dulu… Apa Itu Ekosida?
Ekosida itu sendiri adalah sebuah penyakit mematikan yang menghancurkan lingkungan hidup secara besar-besaran dan sistematis, sampai mengancam keberlangsungan ekosistem dan semua kehidupan di dalamnya, termasuk kita. Istilahnya datang dari bahasa Yunani “oikos” (rumah) dan bahasa Latin “cadere” (membunuh). Jadi, secara harfiah, Ekosida artinya “membunuh rumah” kita sendiri. Mengerikan, kan?
Kenapa dapat aku katakan fenomena ini adalah sebuah virus?
Coba kita ambil contoh dari kasus ekosida lumpur lapindo. Pemicu dari ekosida ini bukanlah gempa bumi atau bencana alam murni. Namun, kecerobohan manusia yang mengeksploitasi bumi tanpa memerhatikan risiko. Kemudian, keserakahan menyusup kedalam kebijakan dan industri. Tak terlihat di permukaan, seperti virus yang sulit dilihat oleh mata, perlahan menyebar lewat keputusan, keselewengan dan akhirnya meledak menjadi bencana yang tak bisa dihentikan.
Mengerikan bukan? Seperti itulah kemungkinan yang akan terjadi di Pulau Pari. Oke, kali ini kita bahas permasalahan di Pulau Pari.
Sekarang kita analogikan Virus itu adalah Ekosida. Virus ini selalu membawa antigen di dalam tubuhnya yang bertujuan untuk menginfeksi tubuh atau inang. Selanjutnya, antigen kita artikan sebagai bentuk tindakan ekosida seperti proyek-proyek atau yang mengatasnamakan pembangunan, padahal ingin mengeksploitasi sumber daya. Nah, kalau di Pulau Pari antigen itu diartikan seperti surat izin, villa apung, dan investasi wisata yang menguntungkan satu pihak saja. Antigen ini memiliki hubungan yang tidak baik dengan antibody dalam sistem pertahanan.
Antigen virus ini bertugas untuk memberikan respon imun antibody. Respon antibody ini akan membentuk sistem imun yang untuk mempertahankan tubuhnya. Selanjutnya, kita analogikan lagi bahwa antibodi itu adalah ekosistem yang termasuk masyarakat di dalamnya. Aku coba buatkan percakapan antara antigen dan antivirus dalam fenomena ini.
Antigen berkata, “Hei Antibodi, aku membawa eskavator, izin dan investor untuk menghancurkan hutan mangrovemu, akan kuubah lautmu menjadi miliku seorang. Kau pikir kau bisa menahanku?”
Jawaban dari Antibodi “Kami mungkin tak sekuatmu, tapi kami punya akar yang tertanam dalam tanah, suara yang tak bisa kau tenggelamkan dan tak bisa kau beli. Selama laut masih berombak dan anak-anak kami masih bermain di di pasir ini, kami akan bertahan untuk melawanmu.”
Seperti itulah hubungan antara antigen dan antibody. Selanjutnya, ada dua kondisi terhadap fenomena ini. Virus berhasil menginfeksi atau antibodi dapat mempertahankan tubuh.
Dalam permasalahan Pulau Pari, untuk saat ini virus berhasil menginfeksi tubuh (Pulau Pari). Berdasarkan data yang diberikan oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan Tempo pada tahun 2025, menyatakan bahwa sekitar 40 ribu pohon mangrove dan 62 meter persegi eksositem terumbu karang dan padang lamun dihancurkan oleh PT CPS. Virus ini telah menyebar di dalam tubuh Pulau Pari dan akan menghancurkan apapun yang ada di pulau tersebut. Menyebar dan terus menyebar hingga menjadi penyakit, seperti itulah peranan virus.
Penyebaran virus ini akan memberikan penyakit untuk tubuh Pulau Pari yang tentu belum tahu hingga kapan dapat disembuhkan. Semua merasakan sakit yang diberikan oleh ‘virus’ tersebut. Hutan Mangrove, terumbu karang, dan padang lamun menangis karena hal ini. Mereka juga seperti manusia, merupakan makhluk hidup yang memiliki emosi. Kalau membaca buku dari dr. Andreas Kurniawan yang berjudul “Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring”, kita akan mendapatkan arti tangisan, katanya menangis itu merupakan sebuah sinyal yang kita sampaikan kepada orang lain bahwa kita tersakiti dan butuh pertolongan.
Kalau mangrove dan terumbung karang bisa menangis, mungkin air matanya telah membanjiri seisi Pulau Pari. Tangisan mereka bukan hanya sekadar suara alam, tapi sinyal “Kami sakit, Tolong kami.” Lalu apa yang bisa kita lakukan? Kita butuh vaksin. Tapi bukan vaksin botol yang diproduksi oleh laboratorium, melainkan vaksin harapan.
Tahukah kamu? Banyak sekali vaksin di dunia ini yang dibuat dari virus yang dilemahkan. Lantas, apa tujuannya? Agar tubuh kita dapat mengenali musuh, lalu jadi kuat jika memang diserang. Pulau pari pun seperti itu. Virusnya datang dari alat berat dan investor yang rakus. Tapi disitu kita belajar untuk bertahan dan melawan.
Vaksin untuk Pulau Pari bisa berupa edukasi, aksi warga, hukum dan SUARA KITA BERSAMA. Semuanya ini penting untuk membentuk kekebalan sosial, biar kerusakannya ini tidak terus menyebar. Karena kalau kita diam, virus itu akan terus merusak sampai tak bersisa hingga benar-benar terjadi ekosida. Tetapi, kalau kita jadi antibodi yang saling bantu, Pulau Pari punya harapan yang sangat besar untuk sembuh dan tumbuh.
Referensi:
Kurniawan, A. (2023). Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring. Gramedia
Tanggapan