Lahan Basah di Aceh Terancam Beralih Fungsi, Kok Bisa?
Sebanyak tujuh kawasan ekosistem lahan basah di Aceh, terancam beralih fungsi. Karena itu, perlu adanya perhatian yang serius dari semua pihak untuk menjaga kelestarian lahan tersebut.
Ketujuh kawasan ekositem lahan basah yang penting dan strategis di wilayah Aceh yang perlu mendapat perhatian serius dari ancaman alih fungsi lahan dan kawasan.
Ketujuh lokasi lahan basah itu masing-masing, koridor mangrove di pesisir timur (Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Langsa), pantai bervegetasi pohon cemara di pesisir barat (Aceh Besar dan Aceh Jaya), gambut Rawa Tripa (Nagan Raya dan Abdya), gambut Rawa Kluet (Aceh Selatan), gambut Rawa Singkil (Aceh Singkil), vegetasi dan pesisir Pulau Bangkaru (Aceh Singkil), dan Danau Laut Tawar (Aceh Tengah).
Tapi sebelum kita jauh mengupas permasalahan yang terjadi pada kawasan lahan basah, yuk kita cari tahu dulu apa itu lahan basah sebenarnya.
Dikutip dari laman Wikipedia, Lahan basah atau Wetland adalah wilayah-wilayah dimana tanahnya tergenangi dengan air tawar, payau atau asin, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman.
Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Dan apa saja yang digolongkan ke dalam lahan basah adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), paya, dan gambut.
Biasanya dalam kawasan lahan basah ini memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem lainnya.
Pada kawasan lahan basah tumbuh berbagai macam tipe vegetasi, seperti hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan bakau, paya rumput dan lain-lain. Sedangkan margasatwa penghuni lahan basah juga tidak kalah beragamnya, mulai dari yang khas lahan basah seperti buaya, kura-kura, biawak, ular, aneka jenis kodok, dan pelbagai macam ikan, hingga ke ratusan jenis burung dan mamalia, termasuk pula harimau dan gajah.
Pada sisi yang lain, banyak kawasan lahan basah yang merupakan lahan yang subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan dan dikonversi menjadi lahan-lahan pertanian. Baik sebagai lahan persawahan, lokasi pertambakan, maupun di Indonesia sebagai wilayah transmigrasi.
Pentingnnya kawasan lahan basah dalam menopang ekosistem hidup lainnya mendorong pemerhati lingkungan di Aceh untuk melakukan aksi kepedulianya, hal ini merupakan upaya untuk mengikatkan masyarakat dan pemerintah Aceh untuk lebih peduli dan sama – sama menjaga kawasan ini.
Biasanya kampanye terbuka yang dilakukan tiap bulan Januari itu bertujuan untuk menambah dan meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemerintah akan pentingnya lahan basah secara umum. Serta mendesak Pemerintah Aceh membuat konsep pengelolaan lahan basah di Aceh secara berkelanjutan.
Sebuah contoh upaya perlindungan kawasan lahan basah yang ada di Aceh adalah kawasan gambut rawa tripa, walau pemerintah Aceh telah resmi menetapkan Rawa Tripa yang berada di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai kawasan lindung gambut yang tertuang dalam dalam Qanun Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Tata Ruang Wilayah Aceh, namun masih dijumpai upaya pengalihan kawasan gambut tersebut menjadi perkebunan.
Nah, jika tujuh kawasan lahan basah yang ada di Aceh tidak dijaga dan dikelola dengan baik, maka berbagai ancaman bencana akan terjadi. Seperti, debit air tanah akan berkurang, daratan akan menghilang atau tenggelam karena permukaan air laut akan naik, debit air danau menyusut, ekosistem rawa terganggu, dan habitat orangutan serta penyu akan punah.
Khusus pada kasus Rawa Tripa, tidak menutup kemungkinan Aceh akan memimiki teluk baru seluas lahan gambut yang kehilangan fungsinya, gambut yang menyusut hingga air laut mendominasi kawasan gambut dan mengubahnya menjadi teluk baru di Aceh.***
Baca juga: Sepenggal Cerita di Balik Keindahan Pulau Aceh dan Sabang
Editor: J. F. Sofyan
Tanggapan