Ekowisata di Kawasan Mangrove

Ternyata, Indonesia merupakan negara dengan kawasan Mangrove terbesar dengan keanekaragaman terbesar di Dunia!

Bangga dong ya, negara kita punya persentase kawasan mangrove terbesar di dunia. Tercatat oleh PUSLITBANG Kehutanan Republik Indonesia, luas mangrove Indonesia saat ini 3,2 juta hektar.

Sebelumnya, mangrove Indonesia diperkirakan seluas 4,2 juta hektar dan karena salah kelola terjadi deforestasi, yang diperkirakan dari tahun 1980 2005 laju deforestasinya 52.000 ha/tahun.

Irian Jaya menjadi rumah bagi populasi mangrove terbesar di Indonesia dan biodiversitas spesies mangrove Indonesia merupakan yang terbesar di dunia.

Saat ini, beberapa wilayah mangrove di Indonesia menjadi kawasan konservasi dan pariwisata, mimpi besar apa yang bisa dibaca yang memungkinkan kawasan mangrove dapat menjadi masa depan Indonesia?

Melalui Pariwisata?

Pariwisata tidak selalu menjadi jawaban atas pertanyaan “Mau dimanfaatkan untuk apa potensi alam yang kita punya?”.

Sudah banyak contoh kerusakan alam yang diakibatkan dari pengembangan pariwisata. Komodo, Bunaken, you named it!

Lalu, bentuk pariwisata seperti apa yang seharusnya dikembangkan supaya kawasan alam yang dimanfaatkan dapat tetap terjaga dan kepuasan wisatawan tetap dapat terpenuhi?

Konsep ekowisata mungkin dapat menjadi jawaban atas tantangan pengembangan aktivitas wisata di kawasan konservasi. Konsep ekowisata secara garis besar merupakan sebuah prinsip pengembangan wisata yang megutamakan kelestarian alam dan kelokalan masyarakat.

Sehingga aktivitas wisata tidak memberikan dampak serius pada kelokalan di suatu kawasan. Banyak kawasan yang mendeklarasikan diri sebagai kawasan ekowisata namun tidak benar-benar menerapkan prinsip  kelestarian dan kelokalan.

Contohnya adalah ketika suatu kawasan konservasi mengijinkan pemanfaatan lahan untuk akomodasi penginapan namun tidak diatur pengembangannya sehingga akomodasi hotel yang dibangun tidak selaras dengan konsep konservasi yang berlangsung

Contoh: menggunakan material bangunan permanen, pengolahan limbah yang buruk, tidak mengikutsertakan tradisi lokal dalam dekorasi hotel, peraturan tinggi bangunan, jumlah ruangan, dan dampak gangguan terhadap aktivitas konservasi.

Contoh lainnya adalah ketika kawasan ekowisata menyediakan sarana transportasi umum yang berpolusi, bising, atau merupakan sebuah alat transportasi yang bukan berasal dari budaya masyarakat lokal.

Seperti penggunaan speedboat sebagai pengganti perahu tradisional di suatu kawasan konservasi ekosistem sungai/laut. Pencemaran bahan bakar yang berlebih tentu sangat di pertimbangkan.

Bagaimana dengan pemanfaatan kawasan Mangrove sebagai sebuah kawasan ekowisata?

Sebelum berbicara bagaimana sebuah kawasan Mangrove dapat dimanfaatkan melalui ekowisata, alangkah lebih baik jika kita mengenal apa itu prinsip ekowisata.

Ekowisata adalah prinsip pengembangan wisata di kawasan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan karena keberadaan flora atau fauna atau lanskap tertentu sehingga perlu dilakukan konservasi. Atau lebih singkat, pariwisata yang menghormati aktivitas konservasi.

Kawasan mangrove sangat mungkin menjadi sebuah kawasan ekowisata mengingat fungsinya sebagai sebuah ekosistem yang mendukung kelestarian lingkungan perairan dan fungsinya sebagai penangkal abrasi.

Kawasan ekowisata mangrove dapat dikembangkan dengan mengedepankan konservasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat

KONSERVASI, dalam artian pariwisata harus dikembangkan dengan mengedepankan perlindungan terhadap fungsi utamanya sebagai penangkal abrasi dan terutama bagi perlindungan terhadap flora dan  fauna endemik (jika ada).

Konsep konservasi harus menempati presentasi tertinggi dan kegiatan pariwisata yang dikembangkan harus low impact. Contohnya adalah dengan menggunakan material yang ramah lingkungan dan non-permanen.

Penggunaan material yang ramah lingkungan dan non-permanen seperti contoh fasilitas track mangrove tour di atas merupakan contoh yang baik karena tidak memberikan dampak yang besar dan menghormati “kelokalan” dan aktivitas konservasi jika dibandingkan dengan penggunaan jalan berpaving block.

Penggunaan material ramah lingkungan seperti kayu atau bambu dapat digunakan karena, jikalau material tersebut rusak dan jatuh ke area tanaman mangrove, material tersebut dapat terurai dan bersifat “Alami”.

Contoh lain adalah pemanfaatan dekorasi/arsitektur bangunan tradisional yang menghormati kelokalan masyarakat setempat sehingga dapat mendukung kelesatrian kebudayaan masyarakat lokal.

EDUKASI, dalam artian kegiatan pariwisata  kawasan tersebut dapat menjadi suatu sarana penyampaian nilai dan wawasan lingkungan bagi masyarakat luas. Tidak hanya wisatawan namun juga masyarakat sekitar.

Sebuah kawasan konsevasi Mangrove memiliki nilai yang perlu disampaikan bagi masyarakat. Pariwisata melalui penyediaan paket tour, fasilitas intepretasi, laboratorium, perpustakaan atau museum mampu menjadi “suara” bagi kawasan tersebut sehingga kesadaran masyarakat atas kelestarian lingkungan dapat tersampaikan.

“Ecotourism is voice of natural value”

Sebuah kawasan konservasi mangrove dapat menjadi sebuah sekolah kehidupan bagi mereka yang selama ini tidak sadar bahwa setiap karbon yang mereka hasilkan berimbas pada kelestarian lingkungan.

Hal ini dapat menjadi sekolah kehidupan supaya mereka sadar bahwa dari sekian banyak pemborosan dan limbah yang mereka hasilkan ada orang orang yang berjuang menjaga kelestarian lingkungan melalui kawasan mangrove.

Kawasan Mangrove juga harus menjadi laboratorium hidup yang menjadi tempat yang memuaskan rasa keingintahuan akademisi dan penliti untuk melihat lebuh jauh tentang tanaman Mangrove di bidang keilmuan.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, di banyak kasus, masyarakat hanya menjadi penonton atas keberhasilan sebuah pengembangan kawasan wisata. Ekowisata yang dikembangkan di sebuah kawasan konsevasi juga harus mampu merangkul masyarakat untuk ikut andil dalam aktivitas wisata tersebut.

“Masyarakat merupakan tuan rumah bukan penonton”

Masyarakat harus dapat memperoleh kesejahteraan dan dapat memberikan contoh bagi penerapan prinsip ekowisata baik itu melalui produk olahan inovatif maupun dalam andil langsung dalam pelestarian lingkungan.

Kawasan Mangrove adalah bagian dari identitas nasional yang harus kita banggakan dan harus kita jaga.

Kawasan mangrove bukan hanya sekedar penangkal abrasi namun juga merupakan identitas yang memberikan kita kesempatan untuk menjadi contoh bagi negara negara lain dalam hal pelestarian lingkungan.

Editor : Annisa Dian N.

Artikel Terkait

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan