Mengenal Definisi, Lingkup dan 11 Indikator Kerja Paksa

Mengenal Definisi, Lingkup dan 11 Indikator Kerja Paksa

Akrab dengan jargon “Kerja, Kerja, Kerja”? Bagaimana dengan “Kerja Paksa” dan apa saja indikatornya?

Mencari, memilih jenis pekerjaan, bekerja atau tidak bekerja adalah pilihan bebas setiap individu. Untuk mendapatkan kesempatan kerja serta pekerjaan dan upah yang layak serta perlakuan yang adil — sesuai jenis, bidang, kemampuan, kecakapan dan keahlian— juga sejatinya menjadi hak setiap orang.

Jadi asasinya, kita layak mengamini ‘Hak Kerja’ bukan ‘Wajib Kerja’. Bentuk ‘pengaminan’ tersebut perlu dibedakan dari konsepsi dan konsekuensi yang perlu dimaknai bahwa setiap hak yang diterima seringkali dan dapat saja diikuti oleh sebuah atau sejumlah kewajiban dan pertanggungjawaban.

Secara benderang, dalam Pasal 27 Ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dinyatakan bahwa: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan“. Lebih lanjut, Pasal 28D Ayat 2 UUD 1945 (Perubahan Kedua) juga dinyatakan bahwa: “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja“.

Namun bagaimana jika kondisinya jika seseorang ‘terpaksa bekerja’ atau ‘bekerja terpaksa’ dalam kondisi yang tidak sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian kerja atau bahkan dalam kondisi ‘sadar tetapi terpaksa’ untuk menerima dan menyetujui situasi ataupun perjanjian kerja yang eksploitatif? Penilaian ‘keterpaksaan’ ini tentu bisa sangat subjektif sehingga diperlukan definisi serta landasan termasuk seperangkat alat uji sekaligus indikator agar dapat diukur dan dikaji lebih objektif.

Sejumlah landasan perihal “Kerja Paksa” dapat dirujuk serta bersifat lintas batas atau global dan universal, bertahun-tahun, telah dirumuskan, disepakati, dikaji-ulang serta dikembangkan oleh Lembaga Perburuhan Internasional (ILO) melalui sejumlah konvensi, protokol, rekomendasi dan sekaligus berbagai panduan ataupun hasil kajian.

Daftar berikut ini menyajikan sejumlah konvensi, protokol dan rekomendasi yang mengupas, mengurai, menyikapi untuk melawan dan mengakhiri “Kerja Paksa”:

  • C029 – Forced Labour Convention, 1930 (No. 29)1
  • C105 – Abolition of Forced Labour Convention, 1957 (No. 105)
  • P029 – Protocol of 2014 to the Forced Labour Convention, 19302
  • R035 – Forced Labour (Indirect Compulsion) Recommendation, 1930 (No. 35)
  • R036 – Forced Labour (Regulation) Recommendation, 1930 (No. 36)3
  • R203 – Forced Labour (Supplementary Measures) Recommendation, 2014 (No. 203)

Nah! Berdasarkan Pasal 2 dari C029 – Forced Labour Convention, 1930 (No. 29), “Kerja Paksa” atau “Forced Labour” atau “Compulsory Labour” didefinisikan sebagai berikut:

Article 2 Number (1): For the purposes of this Convention the term forced or compulsory labour shall mean all work or service which is exacted from any person under the menace of any penalty and for which the said person has not offered himself voluntarily.

Pasal 2 Ayat (1): Dalam Konvensi ini yang dimaksudkan dengan “Kerja Paksa atau Wajib Kerja” ialah semua pekerjaan atau jasa yang dipaksakan pada setiap orang dengan ancaman hukuman apapun dan untuk mana orang tersebut tidak menyediakan diri secara sukarela.4

Menariknya, sudah lazim dan langganan nasib dari sebuah instrumen internasional kalau seringkali turut memuat sejumlah pengecualian atau pembatasan yang beralasan tetapi juga beberapa dapat membingungkan bahkan diantaranya ambigu dan juga melanggengkan diskriminasi. Kalaupun “terlalu kejam” untuk dinilai sebagai pelanggengan diskriminasi, setidaknya bisa dicermati sebagai antisipasi ataupun buah kompromi dan jalan keluar serta jalan tengah ataupun solusi antara dari perdebatan yang sengit dalam menyepakati keseluruhan isi konvensi, protokol ataupun rekomendasi.

Begitu pula nasib dari C029 – Forced Labour Convention, 1930 (No. 29). Pasal 2 dari konvensi ini juga tidak terlepas dari serta memuat sejumlah pengecualian dan pembatasan.5

Singkatnya dari cerita panjang perihal “Kerja Paksa” ini, pada tahun 2012 ILO memperkenalkan 11 Indikator Kerja Paksa dalam Buku Kecil (Booklet) berjudul ” ILO indicators of Forced Labour.” Indikator-indikator tersebut diperoleh dari pengalaman teoritis dan praktis ILO’s Special Action Programme to Combat Forced Labour (SAP-FL).6

Indikator Kerja Paksa

Apa saja 11 Indikator Kerja Paksa itu? Sebagai berikut7:

  • Indikator 1: Penyalahgunaan kerentanan (Abuse of vulnerability)
  • Indikator 2: Penipuan (Deception)
  • Indikator 3: Pembatasan gerak (Restriction of movement)
  • Indikator 4: Isolasi (Isolation)
  • Indikator 5: Kekerasan fisik dan seksual (Physical and sexual violence)
  • Indikator 6: Intimidasi dan ancaman (Intimidation and threats)
  • Indikator 7: Penahanan dokumen identitas (Retention of identity documents)
  • Indikator 8: Penahanan upah (Withholding of wages)
  • Indikator 9: Jeratan hutang (Debt bondage)
  • Indikator 10: Kondisi kerja dan tempat tinggal yang kejam (Abusive working and living conditions)
  • Indikator 11: Jam kerja berlebihan (Excessive overtime)

Indikator-indikator ini dimaksudkan untuk membantu petugas penegak hukum pidana “garis depan”, pengawas ketenagakerjaan, pengurus serikat pekerja, pekerja Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan lain-lain untuk mengidentifikasi orang-orang yang mungkin terjebak dalam situasi kerja paksa, dan yang mungkin memerlukan bantuan mendesak. Indikator-indikator tersebut merupakan tanda-tanda atau “petunjuk” paling umum yang menunjukkan kemungkinan adanya kasus kerja paksa.8

Sejumlah contoh praktis bagaimana LSM dan serikat pekerja menggunakan 11 Indikator Kerja Paksa ini dapat dilihat pada 2 (dua) laporan investigasi Greenpeace Asia Tenggara (GPSEA) berkolaborasi dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), sebagai berikut:

Kedua laporan tersebut menguak risiko kerja paksa di kapal Perikanan Jarak Jauh atau Distant Water Fishing (DWF) dari sejumlah negara dan merinci tuduhan pelanggaran ketenagakerjaan dan eksploitasi terhadap 96 pekerja migran Indonesia. Analisis konsolidatif dari kedua laporan tersebut juga dapat dilihat dari sajian infografis pada tautan berikut ini.

Semoga ulasan ini bermanfaat dan jika ada pertanyaan, saran dan kritikan untuk penyempurnaan lebih lanjut, jangan ragu mendarat di kolom komentar ya!

Catatan Editor: Gambar utama dalam artikel ini bersumber dari Media Library Greenpeace.

  1. Sejumlah paragraf dan pasal Ditarik atau Dibatalkan atau Dihilangkan [Article 1, paragraphs 2 and 3, and Articles 3 to 24] oleh P029 – Protocol of 2014 to the Forced Labour Convention, 1930 ↩︎
  2. Menarik atau Membatalkan atau Menghilangkan sejumlah paragraf dan pasal dari C029 – Forced Labour Convention, 1930 (No. 29) [Article 7: The transitional provisions of Article 1, paragraphs 2 and 3, and Articles 3 to 24 of the Convention shall be deleted.] ↩︎
  3. Status: Sepenuhnya Ditarik atau Dibatalkan [Withdrawn instrument – By decision of the International Labour Conference at its 92nd Session (2004)] ↩︎
  4. Terjemahan Resmi dalam Bahasa Indonesia merujuk pada sumber, dokumen dan tautan resmi ILO di sini ↩︎
  5. Pasal 2 Ayat 2 dari C029 – Forced Labour Convention, 1930 (No. 29) menyatakan: Sekalipun demikian, maka dalam Konvensi ini yang dimaksudkan dengan istilah kerja paksa atau wajib kerja tidak termasuk:
    (a) setiap pekerjaan atau jasa yang harus dilakukan berdasarkan undang-undang wajib dinas militer untuk pekerjaan yang khusus bersifat militer;
    (b) setiap pekerjaan atau jasa yang merupakan sebagian dari kewajiban biasa warga negara dari penduduk suatu negara yang merdeka sepenuhnya;
    (c) setiap pekerjaan atau jasa yang dipaksakan pada setiap orang sebagai akibat keputusan pengadilan dengan ketentuan bahwa pekerjaan atau jasa tersebut dilaksanakan dibawah perintah dan pengawasan pejabat pemerintah dan orang tersebut tidak disewa atau ditempatkan untuk digunakan oleh perorangan secara pribadi, perusahaan atau perkumpulan;
    (d) setiap pekerjaan atau jasa yang dipaksakan dalam keadaan darurat, ialah dalam keadaan perang atau bencana atau bencana yang mengancam seperti misalnya kebakaran, banjir, kekurangan makanan, gempa bumi, wabah yang ganas atau wabah penyakit, serangan oleh binatang, serangga atau binatang yang merusak tumbuh-tumbuhan dan pada umumnya setiap hal yang dapat membahayakan keadaan kehidupan atau keselamatan dari seluruh atau sebagian penduduk;
    (e) tugas kemasyarakatan dalam bentuk kecil semacam yang dilakukan oleh anggota masyarakat tersebut secara langsung dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai kewajiban yang biasa dari warga negara yang dibebankan pada anggota masyarakat, dengan ketentuan bahwa anggota masyarakat atau wakil mereka mempunyai hak untuk dimintakan pendapat tentang keperluan pekerjaan itu.
    [Terjemahan Resmi dalam Bahasa Indonesia merujuk pada sumber, dokumen dan tautan resmi ILO di sini]
    ↩︎
  6. Lihat: ILO indicators of Forced Labour | International Labour Organization (2012) ↩︎
  7. Ibid. ↩︎
  8. Ibid. ↩︎

Artikel Terkait

Tanggapan