Kawasan Konservasi Pesisir Bunati Rusak Akibat Pelabuhan Khusus Batubara

Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa sumber daya alam yang berlimpah, baik di darat, di perairan, maupun di udara yang merupakan modal dasar pembangunan nasional di segala bidang.

Modal dasar sumber daya alam tersebut harus masyarakat Indonesia pada khususnya dan mutu kehidupan manusia pada umumnya menurut cara yang menjamin keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, baik antara manusia dengan Tuhan penciptanya, antara manusia dengan masyarakat maupun antara manusia dengan ekosistemnya.

Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagai bagian dari modal dasar tersebut pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila.

Indonesia adalah negara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  Sebagai negara hukum semua pembangunan atau penetapan di indonesia harus berdasarkan hukum. Berdasarkan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi :

“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat” .

Dalam hal ini dapat diartikan bahwa setiap hal yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam harus dilaksanakan secara bijaksana untuk kemakmuran dan kesejahtraan rakyat. Pengertian konservasi sumber daya alam hayati menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa:

“Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya”

Manfaat konservasi antara lain untuk melindungi kekayaan ekosistem alam hayati maupun non hayati baik yang sudah langka atau hampir punah agar tidak rusak dan tetap terjaga kealamiannya, salah satu yang dilindungi adalah eksistem terumbu karang.

Terumbu karang ialah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut dengan zooxanthellae, Terumbu karang merupakan rumah bagi 25% dari seluruh biota laut dan merupakan ekosistem di dunia yang paling rapuh dan mudah punah.

Oleh karena itu pengelolaan ekosistem terumbu karang demi kelestarian fungsinya sangat penting. Terumbu karang Indonesia menurut Tomascik, 1997 mempunyai luas kurang lebih 85.707 Km2, yang terdiri dari fringing reefs 14.542 km2, barrier reefs 50.223 km2, oceanic platform reefs 1.402 km2, dan attols seluas 19.540 Bkm2.

Manfaat terumbu karang antara lain pelindung ekosistem pantai, terumbu karang akan menahan dan memecah energi gelombang yang sehingga mencegah terjadinya abrasi dan kerusakan di sekitarnya, rumah bagi banyak jenis makhluk hidup dilaut, Terumbu karang bagaikan oase dipadang pasir untuk lautan.

Karenanya banyak hewan dan tanaman yang berkumpul di sini untuk mencari makan, memijah, membesarkan anaknya dan berlindung. Dalam hal pembangunan dan penetapan, setiap daerah mempunyai hak untuk mengelola menurut rencana tata ruang masing-masing.

Sebagai contoh, berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015–2035. Pasal 69 Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf f yang ditetapkan meliputi:

Kawasan konservasi perairan pesisir dan laut, meliputi: 1. Kawasan Konservasi Perairan Terumbu Karang Bunati di Kabupaten Tanah Bumbu dan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018 – 2038.

Pasal 15 ayat (2) Kawasan konservasi perairan (KKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Ayat (1) huruf b, meliputi: a. KKP Angsana Kabupaten Tanah Bumbu yang selanjutnya disebut KKP-01. Serta Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tanah Bumbu.

Tahun 2017 – 2037 Pasal 33 ayat (3) huruf h menyatakan bahwa Kawasan Konservasi Perairan (KPLD) berupa terumbu karang di Desa Bunati Kecamatan Angsana. Dalam pelaksanaannya Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming menerbitkan produk hukum untuk memayungi sebuah kawasan demi kelestarian lingkungan yaitu SK Nomor 327 tentang kawasan perlindungan laut daerah (KPLD).

Penetapan Kawasan Perlindungan Laut Daerah ini bertujuan untuk menyelamatkan habitat biota laut dan kawasan pesisir yang dilindungi dunia dan merupakan tempat berkembang biaknya biota laut pada terumbu karang yang ada. Dengan penetapan KPLD Angsana seluas 8.110. 193Ha, dan KPLD Sungai loban seluas 4,749, 964 Ha.

Ini berfungsi untuk menetapkan kawasan yang telah di tentukan di desa Marga Mulya Kecamatan Sungai Loban, dan desa Bunati Kecamatan Angsana sebagai zona KPLD Tanah Bumbu. KPLD ini mengemban tugas konservasi untuk keperluan pelestarian lingkungan, pendidikan, dan ekonomi rakyat.

Dimana dari zona yang telah ditetapkan di bagi menjadi dua kawasan. Yaitu kawasan inti, yang merupakan kawasan perlindungan habitat dan populasi sumber daya hayati, Kemudian pada kawasan luar Inti merupakan perlindungan dan pemanfaatan.

Oleh karena sifatnya yang luas dan menyangkut kepentingan masyarakat secara keseluruhan, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta masyarakat.

Akan tetapi pada perjalanannya, Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu juga berdiri Pelabuhan khusus batu bara PT. Borneo Bara Coal (BBC) yang sudah lama beroperasi sejak tahun 2008, Sebagaimana yang dimaksud Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2017 – 2037.

Pasal 35 ayat (3) Kawasan peruntukan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebesar kurang lebih 3.207,11 ha terletak di sepanjang pesisir di Kecamatan Satui, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Batulicin, Kecamatan Kusan Hilir (di Muara Pagatan), Kecamatan Angsana (di Bunati), dan Kecamatan Satui (di Muara Satui).

Menyebutkan bahwa Bunati termasuk dalam kawasan pelabuhan yang mana pelabuhan khusus ini tepat berdampingan dengan kawasan koservasi perairan pesisir dan laut. Pengertian pelabuhan khusus berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1983 Tentang Pembinaan Kepelabuhan Pasal 1 Huruf b menyebutkan bahwa :

Pelabuhan Khusus adalah pelabuhan yang penggunaannya khusus untuk kegiatan sektor perindustrian, pertambangan, atau pertanian yang pembangunan dan pengoperasiannya dilakukan oleh instansi yang bersangkutan untuk bongkar muat bahan baku dan hasil produksinya yang tidak dapat ditampung oleh pelabuhan yang dibuka untuk umum”.

Pelabuhan khusus yang berdiri di Bunati ini dikelola untuk menunjang kegiatan usaha pertambangan industri batubara. Manfaat Batu bara pertama kali dimanfaatkan manusia untuk bahan bakar sekitar abad ke-18 oleh bangsa Cina, Bersamaan dengan berkembangnya industri, batu bara digunakan untuk bahan bakar dalam kegiatan-kegiatan industri, pembangkit listrik, bahan bakar kereta api, rumah tangga dan kapal laut.

Kegiatan industri pertambangan batubara ini juga sangatlah penting bagi negara yaitu untuk meningkatkan perekonomian, pembangunan dan sebagai bahan bakar dalam industri seperti kilang alumina, produsen kertas, dan bahan pada industri kimia dan farmasi. Beberapa produk kimia bisa dihasilkan dari hasil sampingan batubara.

Pasalnya dalam pelaksanaan pelabuhan khusus yang disebutkan di atas kurang memperhatikan lingkungan yang disebabkannya sehingga berdampak beragam biota laut yang berada di dalamnya terancam punah, salah satunya terumbu karang.

Dari hari ke hari semakin memburuk akibat aktivitas angkutan pertambangan batubara yang mengakibatkan pencemaran di dasar laut. Adanya kapal-kapal yang melakukan pencucian di daerah tersebut menyebabkan sedimentasi atau endapan lumpur serpihan batu bara yang tertiup angin saat proses loading dan pengiriman di atas tongkang dalam jumlah besar dan dilakukan secara terus menerus.

Hal itu diyakini menutupi sinar matahari yang menuju bawah laut menghambat proses photosintesis biota laut yang sebagian besar membutuhkan cahaya matahari untuk bertahan hidup dan adanya kapal tongkang pengangkut batubara yang melintasi kawasan konservasi, karna tingginya tingkat eksploitasi diwilayah ini menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan.

Pada dasarnya degrasi lingkungan diwilayah kalimantan selatan bukan hanya akibat dari alam akan tetapi pola aktivitas kegiatan manusia yang tidak terkendali cukup berperan penting dalam memperparah kerusakan lingkungan. Sebagaimana dimaksud Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Izin Pembangunan Dan Pengelolaan Pelabuhan Khusus.

Pasal 4 ayat (3) huruf d. menjaga lingkungan perairan agar tidak tercemar polusi, sebagai akibat kegiatan kepelabuhanan dan Pasal 33 (1) huruf a. mentaati Peraturan Perundang-undangan dan ketentuan dibidang pelayaran serta kelestarian lingkungan, Dapat diartikan bahwasanya pelabuhan khusus yang mendapat izin wajib mentaati peraturan dan menjaga kelestarian lingkungan dan Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 47/Permen-Kp/2016 Tentang Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan.

Pasal 1 huruf a menyebutkan bahwa : “Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan”.

Dalam artian bahwa dalam kawasan konservasi perairan tidak diperkenankan adanya aktivitas atau usaha yang dapat merusak sumber daya alam hayati, Tidak adanya pengawasan, pengelolaan dan pemeliharaan terhadap kawasan konservasi perairan pesisir dan laut, sehingga kapal tongkang pengangkut batubara dengan mudahnya memasuki kawasan konservasi yang berdampak terjadinya degradasi lingkungan.

Selain mencemari lingkungan juga mempengaruhi nelayan yang menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan di wilayah konservasi terumbu karang Bunati. Dari tiga puluh lima warga nelayan yang berada di Bunati berharap Pemerintah Daerah Tanah Bumbu segera meninjau ulang izin pelabuhan khusus milik perusahaan batubara tersebut, mereka juga mengaku keberadaan pelabuhan tersebut saat ini sudah sangat mengganggu.

Menurut analisis yang sudah tim Mapala Justitia Fakultas Hukum ULM lakukan bahwa SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 327 tahun 2011 tentang kawasan perlindungan laut daerah (KPLD) tersebut hanya berlaku sejak tahun 2011-2014 dan sekarang kawasan konservasi perairan pesisir dan laut Bunati sejak habis masa berlaku SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 327 tersebut bukan lagi sebagai kawasan konservasi yang dilindungi pemerintah karena belum ada SK pengganti yang menetapkan bahwa Bunati sebagai kawasan konsevasi perairan pesisir dan laut.

Dalam permasalah ini menimbulkan sebuah pertanyaan mengapa SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 327 tahun 2011 belum ada SK yang menggantikannya sampai sekarang? Apakah dikarenakan adanya pelabuhan khusus tersebut?

Melihat fungsi dan tujuan dari Peraturan Perundang-Undangan tersebut penetapan kedua kawasan sangat penting untuk kelestarian lingkungan dan perekonomian serta pembangunan negara, Akan tetapi alangkah lebih baiknya apabila pelabuhan khusus mentaati peraturan yang berlaku agar terciptanya kelestarian lingkungan dan tidak ada pihak yang dirugikan, serta pelsus dan kawasan koservasi dapat berjalan secara berdampingan.

Namun pada pelaksaannya kurang tegasnya pemangku kebijakan dalam penerapan fungsi perlindungan serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk turut serta menjaga kelestarian lingkungan juga menjadi sorotan kita bersama bahwa sinergitas antara Pemerintah Daerah dan Masyarakat merupakan faktor penting demi terwujudnya lingkungan yang lestari.

Kurangnya perhatian pemerintah dalam aspek kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang yang berakibat terjadinya tumpang tindih pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang berakibat adanya konflik kepentingan. Hal ini harus menjadi perhatian khusus dari pemerintah agar terciptanya kepastian hukum, kurangnya ketaatan dan masih lemahnya penegakan hukum serta peraturan perundang-undangan diwilayah pesisir dan laut baik dari instansi terkait ataupun rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengelola wilayah pesisir dan laut.

Tanpa penegakan hukum yang baik, hukum hanya merupakan tulisan yang tidak berarti. Lingkungan perlu dilestarikan agar diperolehnya keadaan yang seimbang antara manusia dan sumber daya alam hayati maupun non hayati, begitu banyak dampak yang ditimbulkan jika kita tidak memperhatikan keseimbangan alam yang digunakan sebagai tempat kehidupan.

Editor: Annisa Dian N.

Artikel Terkait

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan