Kerajaan Jin Terletak di Laut dan Fenomena Memberi Sesajen: Positif atau Negatif?

Cerita-cerita tentang makhluk gaib seperti jin telah menjadi bagian penting dalam berbagai kebudayaan dan kepercayaan.

Salah satu konsep yang sering muncul adalah adanya “kerajaan jin di laut” yang dikaitkan dengan fenomena memberikan sesajen kepada makhluk halus tersebut. Dalam essay ini, akan dibahas perspektif positif dan negatif terkait dengan kerajaan jin di laut dan praktik memberikan sesajen.

Jin

Tak dapat dipungkiri dalam dunia ini kita tidak hidup sendiri, melainkan kita hidup berdampingan dengan makhluk yang telah Allah SWT ciptakan salah satunya ialah jin.

Jin (bahasa arab: جن Janna) kata “(Jin)” berasal dari “Jann” yang juga tertutup, tertutup dari pandangan manusia kecuali Allah tampakkan dan malaikat dapat melihatnya, tetapi jin tak dapat melihat malaikat, ia masuk pada kategori makhluk gaib jenis jin, adapula makhluk ghaib jenis malaikat dan jenis ruh.

Dalam kitab “Tadzhib al-Lughah lil Harwi” ia bermakna bersembunyi, menahan diri, atau menutupi dirinya dari manusia. Dari Aisyah RA, Nabi SAW bersabda, Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang berkobar, sedangkan Adam (manusia) diciptakan sebagaimana yang telah dijelaskan kepada kalian (tanah).” (HR Muslim).

Jin memiliki akal dan Nafsu mempunyai silsilah keturunan pria dan wanita sama seperti manusia juga memiliki kepercayaan agama yang berbeda sesuai jamannya.

Letak Kerajaan Jin

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ 

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya.” (HR Muslim).

Kita membenarkan kerajaan jin ada di lautan. Sebagaimana yang dikisahkan oleh Rasulullah SAW dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 إن إبليس يضع عرشه على الماء، ثم يبعث سراياه، فأدناهم منه منزلة أعظمهم فتنة، يجيء أحدهم فيقول: فعلت كذا وكذا، فيقول: ما صنعت شيئا، قال ثم يجيء أحدهم فيقول: ما تركته حتى فرقت بينه وبين امرأته، قال: فيدنيه منه ويقول: نعم أنت 

“Sesungguhnya singgasana iblis berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. 

Di antara mereka ada yang melapor, ‘Saya telah melakukan godaan ini.’ Iblis berkomentar, ‘Kamu belum melakukan apa-apa.’ Datang yang lain melaporkan, ‘Saya menggoda seseorang, sehingga ketika saya meninggalkannya, dia telah bepisah (talak) dengan istrinya.’ Kemudian iblis mengajaknya untuk duduk di dekatnya dan berkata, ‘Sebaik-baik setan adalah kamu.’” (HR. Muslim 2813).

Pemberian Sesajen Kepada Makhluk Jin di Laut

Fenomena memberikan sesajen kepada makhluk ghaib yang berada di lautan telah marak dilakukan oleh sejumlah masyarakat pesisir di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Tujuan mereka beragam entah itu meminta keselamatan saat melaut, kelimpahan hasil tangkapan ikan, bahkan perlindungan dari bencana.

Dalam islam sendiri sudah jelas hukumnya menyembah, memohon kepada yang selain Allah, memelihara makhluk halus, adalah perbuatan yang syirik dan tidak boleh dilakukan dalam islam.

Mengapa perbuatan memberikan sesajen seperti itu sangat berbahaya?

Pertama, Allah sangat membenci perbuatan tersebut dan tidak mengampuni dosa atas perbuatan syirik sebagaimana Allah berfirman dalam surat An-Nisaa’ ayat 48. Dalam ayat tersebut Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisaa’: 48)

Mengapa tergolong sebagai dosa besar? Sebab dalam pemberian sesajen tersebut terdapat rasa pengagungan dan ketakutan dalam hati orang-orang yang memberi sesajen kepada selain Allah. Padahal hal tersebut merupakan ibadah hati yang agung dan hanya pantas ditujukan kepada Allah saja.

Seperti pada kawasan pesisir selatan Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Pangandaran terdapat sebuah ritual yang bernama “Hajat Laut”.

Hajat  Laut  atau  pesta  laut  (syukuran nelayan)  merupakan  sebuah  rangkaian  acara yang biasanya  dihelat oleh masyarakat pesisir utamanya  di  daerah  pantai  selatan  jawa  yang dilaksankan    setiap    bulan Muharam pada Kamis  Wage  dan  sampai menjelang  Jumat Kliwon.  

Warga pesisir Pangandaran biasa menyelenggarakan hajat laut   setiap   bulan Syura, pesta laut dimaksudkan sebagai ucapan syukur  terhadap  Tuhan Yang  Maha  Esa  yang telah memberikan rejeki   serta keselamatan terhadap para nelayan.  Selain itu, hajat laut juga dimaksudkan agar nelayan   senantiasa diberikan keselamatan dalam mencari dan menangkap ikan sehari-harinya.

Ada   juga yang    mempercayai    sebagai    acara    untuk meminta  keselamatan  nelayan  terhadap  tokoh mitos,   Nyai   Roro   Kidul   yang   dipercaya sebagai   penguasa   dan   penunggu   kawasan pantai selatan.

Pada praktik hajat laut ini para masyarakat pesisir sekitar Pangandaran membuang sejumlah sesajen berupa kepala kerbau, buah buahan, makanan pokok dan sebagainya.

Membuang Sesajen ke Laut Memberikan Dampak Positif atau Negatif?

Membuang sesajen ke laut adalah sebuah praktik yang berkaitan dengan kepercayaan dan budaya tertentu. Dalam beberapa tradisi, membuang sesajen ke laut dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada roh atau dewa-dewi laut. Namun, ada dampak positif dan negatif yang perlu dipertimbangkan terkait dengan praktik ini.

Dampak Positif:

  1. Ekspresi Kepercayaan: Membuang sesajen ke laut bisa menjadi cara bagi individu atau komunitas untuk mengekspresikan kepercayaan spiritual dan menjaga tradisi budaya mereka tetap hidup.

Dampak Negatif:

  1. Pencemaran Laut: Sesajen sering kali terbuat dari bahan-bahan organik seperti makanan, bunga, atau daun. Jika sesajen tersebut terbuang ke laut secara massal, bisa menyebabkan pencemaran air laut dan mengganggu ekosistem laut. Ini bisa merusak habitat dan mengancam kehidupan makhluk laut.
  2. Kerusakan Ekosistem: Sesajen yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak mudah terurai atau bukan bahan alami, seperti plastik atau logam, dapat merusak ekosistem laut jangka panjang. Sampah tersebut dapat terjebak di perairan, menyebabkan keracunan dan kematian bagi hewan laut yang memakan atau terperangkap olehnya.
  3. Gangguan terhadap Keberlanjutan Budaya: Praktik membuang sesajen ke laut yang tidak terkontrol dan berlebihan dapat menyebabkan kerusakan yang tidak terbalik pada lingkungan alamiah. Jika ekosistem laut rusak secara signifikan, tradisi budaya yang terkait dengan kepercayaan tersebut juga dapat terancam. 

Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti menggunakan sesajen yang terbuat dari bahan-bahan alami yang mudah terurai atau mengadakan ritual tanpa membahayakan lingkungan laut.

Apa Benar Membuang Sesajen Tersebut Dapat Meningkatkan Kadar Nutrien pada Air Laut?

Membuang kepala kerbau atau buah-buahan ke laut tidak akan secara signifikan memperlimpah nutrien pada air laut.

Meskipun bahan-bahan organik seperti kepala kerbau atau buah-buahan mengandung nutrien yang dapat terurai, kontribusi mereka terhadap nutrien dalam skala luas dan dalam jangka waktu yang lama terhadap ekosistem laut tidaklah signifikan.

Air laut secara alami memiliki siklus nutrien yang kompleks, yang melibatkan proses alami seperti peredaran karbon, nitrogen, dan fosforus antara organisme laut dan lautan itu sendiri.

Nutrien-nutrien ini biasanya disuplai oleh proses geologis, dekomposisi organisme laut, dan interaksi dengan lingkungan daratan, seperti aliran sungai yang membawa nutrien dari daratan ke laut.

Namun, membuang bahan organik dalam jumlah yang berlebihan atau tidak terkendali ke laut dapat memiliki dampak negatif, seperti pencemaran dan gangguan terhadap ekosistem.

Pencemaran organik yang berlebihan dapat menyebabkan eutrofikasi, yaitu peningkatan nutrien yang berlebihan di air laut yang dapat menyebabkan pertumbuhan alga berlebihan.

Ini pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen di dalam air (hipoksia) dan menyebabkan kematian massal bagi kehidupan laut.

Dalam rangka menjaga kelestarian ekosistem laut, disarankan untuk membuang limbah organik dengan bijak dan memperhatikan sistem pengelolaan limbah yang tepat, seperti daur ulang atau pengolahan limbah yang meminimalkan dampak negatif pada lingkungan laut.

Kesimpulan

Saya menyimpulkan di sini bahwa praktik yang dilakukan oleh masyarakat pesisir yang masih mempertahankan budaya atau sistem kepercayaan mereka pada penunggu ghaib yang ada di laut lebih banyak menimbulkan dampak negatif, mengapa demikian ?.

Yang pertama adalah alasan agama, dalam agama yang saya imani dan saya yakini yaitu islam, haram hukumnya kita sebagai seorang muslim untuk meminta perlindungan kepada selain Allah SWT, apalagi sampai memberikan mereka persembahan.

Yang kedua dalam aspek biologis, berdasarkan jurnal dan referensi yang telah saya baca dan pahami, bahwasanya sesajen yang mereka buang ke laut tidak serta merta memberikan efek yang nampak pada ekosistem laut tersebut seperti meningkatnya kualitas air laut dan sebagainya, justru hal tersebut menimbulkan pencemaran terhadap ekosistem laut itu sendiri karena kita tidak tau pasti berapa banyak sampah organik dan an organik yang mereka buang ke laut tersebut.

Dalam penulisan saya kali ini saya tidak berharap dan tidak memaksa pula kepada para pembaca untuk setuju dengan pernyataan saya karena pada hakikatnya kita sebagai manusia memiliki pemikiran yang berbeda dalam menanggapi suatu isu atau masalah.

Dan selayaknya kita sebagai manusia yang diberikan akal dan kecerdasan oleh sang pencipta tugas kita di dunia ini adalah bagaimana caranya kita bisa bermanfaat bagi orang banyak dan juga bagaimana caranya kita memanusiakan manusia.***

Baca juga: Pencemaran Laut Akibat Limbah Industri: Ancaman Bagi Ekosistem Dan Kehidupan

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan