Rumah Baca bagi Masyarakat Pesisir dari Papan Partikel Limbah Rumput Laut

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah pulau sebanyak 17.499 pulau. Namun, dibalik luasnya laut yang dimiliki Indonesia, masih tersimpan 8,090 desa pesisir dengan perekonomian rendah (Sudarso dkk., 2019).

Menurut Sulaiman (2015), dalam Kompas.com menyatakan bahwa, penduduk miskin pesisir mecapai 32,14 persen. Jumlah tersebut dua kali lipat dari total penduduk miskin yang ada di Indonesia pada tahun 2015.

Salah satu faktor mendasar yang menyebabkan kemiskinan masyarakat pesisir adalah pendidikan. Masih banyak masyarakat pesisir yang belum mendapatkan haknya untuk menempuh pendidikan yang layak.

Keterbatasan ekonomi, kesulitan akses menuju sekolah merupakan masalah yang umum dijumpai di lingkungan pesisir Indonesia.

Foto: Fina Safitri

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015-2016 yang dikutip dari SUMENEP, FaktualNews.co (2017), rata-rata lama sekolah di Kabupaten paling timur Pulau Madura tahun 2016 tersebut hanya 5,08 tahun atau tidak lulus sekolah dasar (SD).

Meskipun, angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2015 yang hanya 4,89 tahun, pendidikan di Kabupaten Sumenep masih tergolong belum maju.

Salah satu penyebab permasalahan tersebut karena keterbatasan fasilitas perpustakaan. Mengkutip dari  RadarMadura.id per Maret 2020, sebanyak 289 lembaga dari 656 SD negeri dan swasta tidak memiliki perpustakaan. Dimana dalam hal tersebut sekolah hanya menyediakan ruang baca seadanya sehingga kurang diminati siswa.

Kendati memiliki pendidikan yang cukup rendah, Kabupaten Sumenep memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup melimpah diantaranya, yaitu rumput  laut.

Diketahui pada tahun 2017 hasil budidaya rumput laut meningkat sebesar 530.422,37 ton basah (Budisusanto dan Immamah, 2021).

Pernyataan tersebut didukung oleh Umam dan Arisandi (2021), Sumenep merupakan tempat yang memiliki potensi penghasil rumput laut terbesar di Provinsi Jawa Timur.

Kondisi wilayah pantai yang landai membuat ekosistem terumbu karang hidup bagus serta memiliki perairan laut sangat tenang sehingga memacu terhadap pertumbuhan dari rumput laut untuk dikembangkan, diketahui dari area wilayah 5.795 ha dapat menghasilkan 3.22.47 ton rumput laut per tahun.

Produksi rumput laut yang terus meningkat juga menimbulkan peningkatan limbah baik berupa limbah cair maupun padat.

Komposisi utama limbah padat dari pengolahan rumput laut adalah selulosa, sedangkan komponen lainnya adalah mineral-mineral.

rumput laut
Ilustrasi: teknikpertanianunsri07.blogspot.com

Kandungan selulosa tersebut dapat dimanfaatkan menjadi papan partikel karena bersifat menolak air. Papan partikel (Medium Density Board) adalah salah satu jenis panil kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang dicampur dengan perekat sintetis atau bahan pengikat lain kemudian dikempa dengan panas (Sedayu dkk, 2008).

Pembuatan perpustakaan memanfaatkan MDF (Medium Density Board) yang berasal dari limbah rumput laut hasil produksi. Proses pembuatan MDF adalah sebagai berikut.

Limbah padat dari industri pengolahan agar yang berbahan dasar rumput laut dikeringkan di bawah matahari hingga kadar air ± 5%, kemudian limbah tersebut digiling dan diayak dengan ukuran 26 mesh.

Limbah yang telah diayak dicampur dengan bahan pengikat polietilen menggunakan perbandingan 1:1, selanjutnya dihomogenkan dengan alat cone-homogenizer. Setelah itu campuran dimasukkan ke dalam cetakan plat tembaga dengan ukuran 30 x 30 x 2,5 cm3.

Lapisan bawah dan atas dari campuran bahan baku dialasi dengan aluminium foil, kemudian setelah dipanaskan mencapai suhu 150°C dilakukan pengepresan dengan tekanan 10 kg/cm2 pada suhu konstan 150°C selama 3 menit. Alat pengepres yang digunakan merupakan pengepres sistem hidrolik manual berupa plat pengepres dilengkapi pemanas listrik.

Alat tersebut dihubungkan dengan thermostat untuk pengaturan suhu plat pengepres. Setelah pengepresan, papan partikel yang masih dalam kondisi sangat panas dan lunak dibiarkan selama 3 jam sampai dingin (suhu ruang) dan mengeras. Setelah itu, baru dikeluarkan dari cetakan dan didiamkan selama satu minggu pada suhu ruang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sedayu dkk. (2008),  menunjukkan bahwa papan partikel yang dibuat dari bahan limbah padat pengolahan rumput laut memiliki sifat mekanis dengan kekuatan rendah sampai hingga sedang. Hasil nilai keteguhan patah (MOR) 58,88–96,78 kg/cm2 dan keteguhan lentur (MOE) 2.425–6.326 kg/cm2. Sifat fisik penyerapan air papan partikel yang dihasilkan sangat baik yaitu kurang dari 12%, dengan daya serap air, pengembangan tebal, dan pengembangan linear masing-masing 2,43–3,92%, 0,00–1,17%, dan 0,09–1,37%. Nilai keteguhan rekat mencapai 6,41–7,39 kg/cm2, dan uji rayap 1,55–6,79%.

Rumah Baca
Foto: Fina Safitri

MDF dari limbah rumput laut yang telah dihasilkan, kemudian dirancang menjadi Rumah Baca Bagi Masyarakat Pesisir. Rumah baca tersebut dilengkapi dengan buku, sarana permainan edukatif seperti puzzle dan tebak angka.

Pembuatan rumah baca bagi masyarakat pesisir dari papan partikel rumput laut diharapkan mampu untuk mengembangkan kualitas masyarakat pesisir Kabupaten Sumenep melalui literasi. Peran sosial media sangat membantu dalam memperkenalkan konsep baru perpustakaan asri di daerah pesisir Sumenep Madura.

Tingkat minat baca yang tinggi akan menciptakan masyarakat berwawasan luas sesuai tujuan dari society 5.0 yakni terciptanya sumberdaya manusia unggul berdampingan dengan teknologi. Senyum Masyarakat Pesisir Juga Merupakan Tanggung Jawab Kita Bersama:)

Baca juga: Refleksi Warga di Negara Kelautan

Editor: J. F. Sofyan

Foto Thumbnail: Shane Gross / Greenpeace

Artikel Terkait

Tanggapan