Peningkatan Tren Gaya Hidup Terhadap Sampah di Laut

“Sampah”, siapa yang tidak mengenal kata ini? Sampah merupakan salah satu masalah terbesar yang ada di dunia ini bukan hanya di darat, di laut pun sangat sering kita temui. Menurut data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan BPS menyebutkan sampah plastik Indonesia mencapai angka 64 juta ton/tahun dimana 3,2 juta ton sampah yang ditemukan di laut.

Bukan hal yang aneh lagi jika kita berkunjung ke pesisir laut atau berpergian menggunakan kapal laut pada saat diperjalanan atau di dermaga kita melihat disekeliling kapal banyak sampah entah itu sampah pembungkus makanan atau botol plastik.

Efek yang kita rasakan bukan hanya kepada manusia saja tetapi juga kepada satwa. Banyak ikan tercemar oleh sampah-sampah plastik ini karena mereka mengira bahwa itu adalah makanannya. Ini akan masuk kedalam rantai makanan sehingga manusia juga akan terkontaminasi akibat dari mengkonsumsi ikan tersebut.

Seiring berjalannya waktu, sampah-sampah itu terus membunuh makhluk hidup di lautan. Berdasarkan penelitian yang diterbitkan oleh Sekretariat Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati pada tahun 2016, sampah di lautan telah membahayakan lebih dari 800 spesies. Dari 800 spesies tersebut, 40% adalah mamalia laut dan 44% adalah spesies burung laut.

World Economic Forum pada tahun 2016 menyatakan ada lebih dari 150 juta ton plastik di samudera planet ini. Tiap tahun, 8 juta ton plastik mengalir ke laut. Padahal plastik membutuhkan waktu ratusan tahun dan terurai menjadi partikel kecil dalam waktu yang sangat lama.

“Tanpa tindakan yang signifikan, kelak bakal lebih banyak plastik ketimbang ikan di samudera, berdasarkan bobotnya, pada tahun 2025”World Economic Forum dalam ‘The New Plastics Economy, Rethinking The Future of Plastics’.

Tidak berhenti sampai di situ, pencemaran plastik di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Saat ini, industri-industri minuman di Indonesia merupakan salah satu sektor yang pertumbuhannya pesat. Pada kuartal I-2019, pertumbuhan industri pengolahan minuman mencapai 24,2% secara tahunan (YoY) hanya kalah dari industri pakaian jadi.

An activists paint his body with big brands during an anti-plastic mass rally in Jakarta business district. Greenpeace also urges the Fast Moving Consumer Goods (FMCG) corporation responsible to their packaging that is using single use plastic.

Tidak hanya itu perusahaan FMCG’s (Fast Moving Costumer Goods) si produsen produk yang memiliki perputaran omset dengan cepat, menyediakan kebutuhan sehari-hari dengan biaya yang relatif rendah memiliki andil besar dalam pencemaran plastik .

Tren gaya hidup dan tingkat konsumsi di Indonesia terus meningkat dari sektor rural hingga urban. Hal ini sangat menggiurkan untuk para pelaku usaha FMCG untuk mengembangkan produk dengan packaging yang selalu berbalut plastik.

Dari produk rumah tangga, perawatan personal, hingga kebutuhan akan pangan tidak dipungkiri dari produsen tersebut. Seharusnya mereka juga sudah harus membuat inovasi atau alternatif packaging ke konsumen yang lebih ramah terhaap lingkungan dan bebas plastik sekali pakai .

Untuk mengurangi sampah plastik ini maka dibutuhkan penegakan peraturan yang tegas untuk membatasi penggunaan plastik. Di Bali sudah dikeluarkan peraturan tentang pembatasan penggunaan kantong plastik sekali pakai melalui peraturan Gubernur dan Perwali Kota Denpasar. Kegiatan ini membatasi peredaran pembungkus plastik khususnya di swalayan dan toko-toko.

Menyusul kota lain seperti Balikpapan, Bogor dan Jakarta. Apakah ini sudah cukup? tentu saja belum. Kita butuh edukasi terus menerus kepada masyarakat mengenai dampak panjang sampah plastik tersebut. Dibutuhkan konsistensi untuk merubah gaya hidup yang sudah terlanjur konsumtif terhadap plastik .

Coba bayangkan masa depan yang akan datang, apabila manusia tidak ingin berubah, maka apa yang akan terjadi? Apakah masih ada kegiatan memancing di laut?, Apakah masih ada olahraga diving? Dan apakah masih ada wisata bahari?

Maka dari itu semua mari kita lindungi lautan kita yang indah ini, kita tidak mau karena ke egoisan manusia akan mengakibatkan semua itu menjadi rusak karena laut adalah bagian dari Indonesia yang berharga.

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan