Bebas Sampah ID – Solusi Manajemen Persampahan Berbasis Teknologi Informatika dan Komunikasi

Saat beberapa waktu yang lalu saya mencoba mengisi waktu akhir pekan #DiRumahAja dengan mengikuti kursus online tentang “Introduction to Sustainable Development” oleh Universitas Deakin dan kursus online lainnya yang diselenggarakan melalui platform futurelearn.com. Ada bagian menarik pada kursus online tersebut yang berjudul “Technology’s Role in Sustainability” di mana para peserta diminta mengambil posisi terhadap pemanfaatan teknologi dalam pembangunan berkelanjutan.

Setelah itu, pada sesi berikutnya kita diberikan rujukan artikel dari Costanza yang berjudul “Visions of Alternative (Unpredictable) Futures and Their Use in Policy Analysis” di mana ia mengembangkan “dua kubu” antara Technological Optimist dan Technological Sceptic menjadi empat klasifikasi, antara lain, Star Trek – technology optimists are right, Mad Max – technology optimists are wrong, Big Government – technology sceptics are right, dan Ecotopia – technology sceptics are wrong.

Tabel Perbandingan Thecnological Optimist dan Sceptic

Sumber: Costanza, R. 2000. Visions of alternative (unpredictable) futures and their use in policy analysis. Conservation Ecology 4 (1): 5. https://www.ecologyandsociety.org/vol4/iss1/art5/ 

Seperti yang digambarkan pada kursus tersebut bahwa kaum environmentalist telah terbelah antara orang-orang yang optimis akan teknologi, yang sering juga disebut sebagai modern environmentalist, dengan orang-orang yang skeptis akan teknologi juga muncul pada isu lingkungan hidup, yang sering juga disebut sebagai traditional environmentalist.

Nyatanya perbedaan pandangan tersebut belakangan terasa lebih dekat bagi saya pribadi, di mana perdebatan nya tidak lagi membahas isu-isu yang terasa jauh dari jangkauan masyarakat, seperti apakah energi nuklir termasuk energi baru terbarukan atau tidak, apakah genetic modified organisms berkelanjutan atau justru merusak keanekaragaman hayati, atau apakah biodiesel berkelanjutan atau justru menghasilkan deforestasi, dan lain sebagainya.

Kini kita bisa mendengar perdebatan di kalangan pegiat peduli persampahan pada isu pro atau kontra terhadap teknologi waste to energy yang menggunakan proses termal, seperti insenerasi, pirolisis, dan gasifikasi, atau yang terbaru terkait adanya “bio-plastic” yang terdiri dari oxo-degradable, bio-degradable, dan compostable. Apakah kedua contoh teknologi tersebut dapat mengatasi permasalahan sampah di Indonesia atau justru menciptakan masalah baru?

Tabel Perbandingan Star Trek, Mad Max, Big Government, Ecotopia

Sumber: Costanza, R. 2000. Visions of alternative (unpredictable) futures and their use in policy analysis. Conservation Ecology 4 (1): 5. https://www.ecologyandsociety.org/vol4/iss1/art5/ 

Lalu di mana kah posisi saya? Posisi pribadi saya cenderung sepakat pada pandangan “Ecotopia” di mana tidak menentang pengembangan teknologi namun juga tidak mengandalkan pengembangan teknologi sebagai solusi keberlanjutan, melainkan fokus kepada pengembangan sosial dan masyarakat. Menurut saya, inovasi dalam pengembangan teknologi tetap harus diapresiasi sebagai bentuk problem-solving yang dihasilkan oleh manusia.

Akan tetapi, seharusnya teknologi diciptakan hanya sebagai “pelumas” atau pendukung dari perilaku ramah lingkungan manusia yang menjadi “roda penggerak” untuk dapat berputar dengan mulus dalam hal menciptakan solusi yang sesungguhnya. Dalam kedua studi kasus pada paragraf sebelumnya, dengan adanya teknologi waste to energy apakah melegitimasi gaya hidup masyarakat yang over-konsumtif dengan menghasilkan sampah sebanyak-banyaknya? Toh sampah-sampah yang dihasilkan justru bisa dianggap sebagai bahan baku untuk menciptakan energi lainnya.

Serupa dengan pertanyaan itu, apakah dengan adanya bio-plastic masyarakat bisa meneruskan perilaku buang sampah sembarangan? Karena menurut beberapa sumber plastik jenis baru tersebut pada akhirnya bisa terdegradasi di lingkungan dengan sendirinya. Kembali ke pandangan saya, solusi dari permasalahan sampah yang disebabkan oleh aktivitas manusia harus lahir pula dari perilaku manusia yang berubah.

Alih-alih mengandalkan teknologi kedua tersebut untuk menyelesaikan masalah yang kita ciptakan, seharusnya kita tetap mengambil peran dan tanggungjawab dengan merubah gaya hidup yang selaras dengan konsep fundamental “3R” yaitu mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaurulang kembali.

Ilustrasi Proses Produksi Bioplastik

Sumber: Messenger, B. 2016. Novamont partners with french plastic films firm on compostable plastics bags. Waste Management World. https://waste-management-world.com/a/novamont-partners-with-french-plastic-films-firm-on-compostable-plastics-bags 

Akan tetapi, merubah perspektif apalagi gaya hidup masyarakat bukan hal yang sederhana. Kampanye, edukasi, sosialisasi, dan sejenisnya juga memiliki kekurangan dan tantangan dalam pelaksanaannya. Sebagai kasus nyata yang seringkali saya alami saat mengedukasi masyarakat tentang perilaku yang satu tingkat berada di bawah pengurangan dan penggunaan kembali material agar tidak menjadi sampah, yaitu pemilahan material yang sudah masuk kategori “sampah” agar nilai sumber daya yang berada di material tersebut dapat terjaga dan diolah serta dimanfaatkan kembali.

Pertanyaan sekaligus keluhan yang umum disampaikan ialah apakah sistem pengangkutan sampah di Indonesia sudah menerapkan pemilahan sampah untuk mencegah berakhirnya sampah dari masyarakat ditumpuk ke TPA. Hal tersebut akhirnya menjadi salah satu latar belakang diinisiasinya platform persampahan bernama Bebas Sampah ID (https://bebassampah.id/) oleh Greeneration Foundation (GF), Yayayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB), dan Ikatan Teknik Lingkungan ITB (IATL ITB) pada tahun 2014.

Bebas Sampah ID (https://bebassampah.id/) yang merupakan teknologi informatika dan komunikasi (TIK) tidak berupaya mengambil peran dan tanggungjawab manusia dalam mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Sebaliknya, Bebas Sampah ID berupaya untuk “melumasi” sistem pengumpulan dan pengolahan sampah yang wajib diterapkan oleh masyarakat, pemerintah, dan perusahaan melalui sistem manajemen persampahan berbasis online.

Disamping Bebas Sampah ID juga memfasilitasi upaya advokasi pembenahan sistem tata kelola persampahan kepada pemerintah, Bebas Sampah ID juga mempromosikan sektor-sektor informal dalam sektor persampahan yang merupakan bagian dalam solusi persampahan yang belum teroptimalkan di Indonesia, seperti pengepul, bank sampah, TPS 3R, dan sejenisnya.

Secara umum, sebagai platform persampahan nasional, Bebas Sampah ID hanya berfungsi untuk mendukung gaya hidup bebas sampah yang telah diterapkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan pula partisipasi aktif dari masyarakat untuk memanfaatkan Bebas Sampah ID secara optimal.

Bebas Sampah ID Platform Persampahan Nasional dan Manajemen Sampah Online

Sumber: Bebas Sampah ID. https://bebassampah.id 

Apa yang bisa masyarakat kontribusikan dalam sektor persampahan melalui Bebas Sampah ID (BSID)?

Sebagai tahap awal, pengguna BSID dapat mendaftarkan diri mereka menjadi Aktor Bebas Sampah dengan hanya melakukan registrasi akun. Selain itu, bagi pengguna yang tergabung ke dalam institusi multi-stakeholder, seperti komunitas, lembaga pemerintahan, perusahaan, lembaga akademik, dan media yang fokus pada isu peduli persampahan dapat didaftarkan sebagai Kolaborator Bebas Sampah.

Khusus institusi yang telah terdaftar sebagai Kolaborator Bebas Sampah dapat mengunggah kegiatannya ke dalam Gerakan Bebas Sampah untuk dipromosikan. Selain itu, untuk mendukung situs atau titik pengelolaan sampah berbasis sumber, seperti bank sampah, TPS 3R, pengepul, dropbox, pengomposan, hingga reparasi, dapat memasukan situs tersebut sebagai Aset Persampahan untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

Kemudian, masyarakat juga dapat melaporkan titik-titik timbulan sampah ilegal untuk dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah maupun pihak lain yang melakukan pembersihan sampah. Yang terbaru, untuk meningkatkan pengetahuan sekaligus produktivitas masyarakat seputar isu persampahan di kala pandemi COVID-19 bisa melihat, mengunduh, dan mengunggah segala macam informasi, seperti jurnal, e-book, panduan, video, berita, dan sejenisnya di Perpustakaan Persampahan.

Sebagai bentuk pengembangan platform persampahan nasional, BSID akan segera meluncurkan fitur Indeks Bebas Sampah untuk mempublikasikan data sekaligus menilai performa sistem tata kelola persampahan di tingkat kabupaten/kota. Diskusi-diskusi menarik seputar isu persampahan dapat disampaikan pada pelaksanaan Jambore Indonesia Bersih dan Bebas Sampah Tahun 2020 yang akan dilakukan secara virtual segera.

Peta Persampahan di Bebas Sampah ID Platform Persampahan Nasional dan Manajemen Sampah Online

Sumber: Peta Bebas Sampah ID. https://bebassampah.id/peta 

Pelajari selengkapnya tentang Platform Persampahan Bebas Sampah ID di https://bebassampah.id/

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan