Konsep Ekonomi Kerthi Bali, Transisi Menuju Ekonomi Hijau

Ekonomi hijau atau Green Economy adalah suatu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat, sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan. 

Adapun 4 inti ekonomi hijau, yaitu :

  1. Rendah atau tidak menghasilkan emisi karbon dioksida,
  2. Berbasis sumber energi daya terbarukan,
  3. Hemat sumber daya alam,
  4. Selaras dengan pembangunan berkelanjutan.

Prof. Dr. Emili Salim, Ekonomi Senior dan Tokoh Lingkungan Hidup, menerangkan perihal pentingnya ekonomi hijau, melalui webinar “Transisi Menuju Ekonomi Hijau: Praktik dan Eksplorasi” yang diselenggarakan Kompas Talks bersama Greenpeace Indonesia pada 16 Maret 2022.

“Orientasi sikap kita kepada alam itu berubah, dari yang sebelumnya belajar dari alam, kemudian alam dijadikan subjek. Sekarang, menjadi revolusi industri dan alam dijadikan objek, yang memiliki tujuan untuk ditundukan melalui ilmu sains dan teknologi, sehingga merusak alam. Maka, didalam perubahan ekonomi hijau, ada satu basis filosofis religius yang perlu kita kembangkan ditanah air, yang sesuai dengan falsafah pancasila, kembali ke sifat fitri manusia, menghargai alam, sebagai ciptaan Tuhan, memanfaatkan alam untuk kesejahteraan manusia tanpa merusak,” ujarnya.

Indonesia sendiri masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil (fossil fuel). Karena, hampir semua kegiatan produksi harus ditopang dari bahan bakar fosil, seperti ; batu bara, minyak bumi dan gas. Ketergantungan inilah yang menjadi hambatan besar untuk membuat transisi menuju ekonomi hijau. 

Ketika Gubernur Bali, Wayan Koster, ditanya saat webinar berlangsung mengenai implementasi apa yang dilakukan di Bali untuk transisi menuju ekonomi hijau, beliau menjawab bahwa Bali menggunakan konsep Ekonomi Kerthi Bali

“Implementasi pada pembangunan Bali, khususnya pembangunan perekonomian Bali, dibangun dengan konsep Ekonomi Kerthi Bali , yaitu ekonomi yang dibangun dengan menerapkan nilai – nilai kearifan lokal Sat Kerthi. Sat itu enam, Kerthi itu kesejahteraan. Sat Kerthi adalah enam sumber utama kesejahteraan kehidupan manusia. Meliputi, 1) Atma Kerthi, menyucikan dan memuliakan jiwa 2)Segar Kerthi, menyucikan dan memuliakan laut 3) Danau Kerthi, menyucikan dan memuliakan sumber – sumber mata air 4) Warna Kerthi, menyucikan dan memuliakan tumbuh – tumbuhan 5) Jane Kerthi, menyucikan dan memuliakan manusia 6) Jagad Kerthi, menyucikan dan memuliakan alam semesta,” ujar gubernur bali.

ekonomi hijau

Gubernur Bali menjelaskan mengenai Ekonomi Kerthi Bali yang dikembangkan menjadi enam sektor unggulan, dimana enam sektor ini merupakan pelajaran yang diambil dari pengalaman saat covid-19. Enam sektor unggulan ini, meliputi :

  1. Sektor pertanian dengan sistem pertanian organik,
  2. Sektor kelautan dan perikanan,
  3. Sektor manufaktur dan industri berbasis budaya bali,
  4. Sektor IKM, UMKM dan koperasi,
  5. Sektor ekonomi kreatif dan digital,
  6. Sektor pariwisata.

Kemudian, Gubernur Bali, Wayan Konsetr menjelaskan pula diperlukannya regulasi-regulasi untuk mendukung pembangunan ekonomi di Bali.

Pertama adalah pembangunan pertanian dengan sistem pertanian organik yang diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2019, tentang sistem pertanian organik.

Kedua adalah pengembangan industri kesehatan herbal tradisional alami Bali yang diatur dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 01 Tahun 2020, tentang minuman fermentasi dan atau destilasi khas Bali.

Ketiga adalah dalam penerapan kebijakan energi bersih dari hulu sampai Hilir yang diatur dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019, tentang Bali energi bersih.

Keempat adalah kebijakan kendaraan motor listrik berbasis baterai yang diatur dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 48 Tahun 2019, Bali sudah mulai beralih menggunakan transportasi berbasis listrik, dan pada saatnya kami akan melarang industri yang menggunakan bahan bakar premium atau solar jadi akan menggunakan baterai.

Kelima pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai yang diatur dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018.

Keenam menerapkan kebijakan pengelolaan sampah berbasis sumber yang diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2016 tentang pengelolaan sampah berbasis sumber.

Ketujuh menerapkan kebijakan perlindungan alam yang diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020, tentang perlindungan mata air danau, sungai dan laut.

Kedelapan merapakan industri berbasis budaya branding bali, yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, bebas dari penggunaan bahan kimia.

Kesembilan menerapkan pelestarian tanaman, yang ditetapkan sebagai taman Gemi Banten Puspa Dewata Husada dan penghijauan dalam rangka membuat alam ini menjadi rendah emisi karbon.

Prof. Dr. Emili Salim kembali menegaskan, bahwa kembali ke alam, praktek nyata di Indonesia adalah Bali. Trihita Karana adalah falsafat bali, keserasian hidup dengan Tuhan, alam dan manusia. Praktek dari ekonomi hijau didasarkan falsafah yg berakar ditanah air, sudah hidup dan ada di Bali. Jadi, ekonomi hijau bukan lagi berlandaskan teori, tetapi kenyataan nyata yang ada di tanah air kita.***

Baca juga: Habib Husein Ja’far: Krisis Iklim Itu Isu Pertama, Utama, dan Bersama

Sumber: Akun Youtube Greenpeace Indonesia

Artikel Terkait

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan