Penambangan Laut Dalam (Deep Sea Mining): Ancaman Bencana dan Kehidupan Unik di Kedalaman Laut

penambangan bawah laut

Penambangan laut dalam merupakan aktivitas pengambilan mineral yang relatif baru yang dilakukan di lantai samudra. Lokasi penambangan samudra biasanya berada di sekitar kawasan nodul polimetalik atau celah hidrotermal aktif pada kedalaman 1.400 – 3.700 meter di bawah permukaan laut.

“Geologi Indonesia ini sangat unik karena kita sebagaimana kita ketahui diapit oleh 3 lempeng utama saling berinteraksi satu sama lainnya. Di selatan lempeng Australia di Utara ada lempeng Asia di timur ada lempeng Pasifik. Untuk membangun geologi kita ini yang pertama dari sumber daya alamnya yang Indonesia ini diberkahi oleh potensi yang cukup melimpah,” ujar Eko Budi pada webinar 21 September 2021 dengan topik urgensi pengaturan nasional terkait penambangan bawah laut.

Tercatat 128 cekungan sedimen berpotensi mengandung gas, batubara, dan air tanah. Kemudian juga kita mempunyai jalur vulkanik yang menciptakan jalur mineralisasi yang juga berpotensi untuk menghasilkan mineral-mineral logam.

Eko Budi juga mengatakan, disisi lain kita juga rentan terhadap bencana geologi, jadi di satu sisi membawa berkah karena lempengan sumber daya alam di sisi lain juga rentan terhadap bencana-bencana geologi, contohnya gunung api melingkari Indonesia dari Sumatra terus ke selatan, Jawa dan timur.

Indonesia juga rentan terhadap gempa karena akibat 3 lempeng tersebut dengan kondisi geologi serta di daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi serta rentan terhadap pergerakan tanah seperti longsor, banjir dan sebagainya.

Lingkungan pengendapan di laut dibagi berdasarkan kisaran batimetri menjadi Littoral (pasang surut), Neritik (0 – 200m), Batial (200 – 2000m), dan Abisal (lebih dari 2000m). Tiap bagian tersebut menghasilkan endapan-endapan yang berbeda-beda yang mungkin berpotensi keberadaan sumber daya alamnya.

tambang bawah laut
Ventilasi hidrotermal

Secara umum pengendapan sedimen di dasar laut dipengaruhi oleh sumber sedimen, jarak dari sumber dan juga dinamika laut itu sendiri seperti gelombang, arus, pasang surut dan sebagainya. Jenis sedimen yang umum sering ditemukan di dasar laut akan lebih kasar di dekat darat (pasir, batupasir) dan semakin halus ke arah laut (lempung, batu lempung).

Jenis endapan sumber daya mineral di dasar laut di laut teritorial Indonesia ada sekunder (plaser) adalah endapan bahan galian atau batuan yang telah mengalami proses pelapukan dan transportasi kemudian terendapkan ditempat yang lebih rendah. Edapan plaser yang terpenting di Indonesia adalan endapan timah di Kep. Bangka Belitung dan Singkep.

Primer (hidrotermal) akumulasi mineral pada kekar dan rongga pada batuan yang disebabkan oleh sirkulasi air panas dari kerak bumi, air panas ini dapat berasal dari magma ataupun air tanah yang mengalami pemanasan oleh aktivitas magmatik.

Eko Budi mengatakan potensi bawah laut Indonesia bervariasi. Cekungan yang berpotensi dijumpai migas sebagian besar posisinya ada di laut. Masih banyak mungkin dari 128 masih separuh lebih yang belum di eksporasi dengan detail sehingga kita mempunyai juga harapan atau potensi migas yang ada di perairan Indonesia ini. Selain migas juga ada mineral atau tambang hanya saja belum digali lebih lanjut.

Penambangan Laut Dalam sebagai Ancaman Serius, Meskipun Saat Ini Secara Komersial Belum Dimulai

tambang bawah laut
Ventilasi hidrotermal

Sementara dilansir dari laporan Greenpeace Internasional tahun 2019 berjudul “In Deep Water” mengungkap bahwa lautan dunia berpotensi menghadapi kerusakan yang serius dan tidak dapat dipulihkan, kecuali standar perlindungan lingkungan yang lebih ketat diberlakukan untuk melindungi ekosistem laut dari risiko penambangan laut dalam.

Industri pertambangan laut dalam sebenarnya menyadari bahwa kegiatan mereka dapat mengakibatkan kepunahan spesies unik, dan mendorong pemerintah untuk menyetujui Perjanjian Laut Internasional yang kuat di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menempatkan konservasi, bukan eksploitasi, di jantung tata kelola kelautan sebagaimana disebut dalam laporan tersebut.

“Laut dalam adalah ekosistem terbesar di planet ini dan rumah bagi makhluk-mahluk unik yang belum kita kenal seluruhnya. Industri serakah ini dapat menghancurkan keajaiban laut dalam sebelum kita berkesempatan untuk mempelajarinya.” Hingga saat ini, hanya sekitar 0,0001% dari dasar laut dalam yang telah dieksplorasi atau dijadikan sampel oleh para ilmuwan,” ujar Louisa Casson, Juru kampanye Protect The Oceans, Greenpeace.

Penambangan laut dalam dapat memperburuk perubahan iklim dengan mengganggu cadangan ‘karbon biru’ di sedimen dasar laut.

Sejauh ini, sekitar 29 izin eksplorasi telah diberikan kepada sejumlah negara diantaranya China, Inggris, Korea, Perancis, Jerman, dan Rusia yang mencakup seluas 1 juta km persegi di Samudra Pasifik, Atlantik, dan Hindia atau hampir dua kali luas daratan Spanyol meskipun aktivitas penambangan laut secara komersial belum dimulai sebagaimana diuraikan dalam laporan tersebut.

tambang bawah laut
Aktivis Greenpeace protes di Belgia

Laporan tersebut juga menguraikan kelemahan tata kelola lautan yang terfragmentasi saat ini, dengan International Seabed Authority (ISA) (sebuah badan PBB yang bertanggung jawab untuk mengatur industri pertambangan laut dalam) memprioritaskan kepentingan perusahaan di atas perlindungan laut yang kuat.

“ISA tidak melindungi lautan kita. Badan ini lebih mempromosikan kepentingan industri pertambangan laut dalam dan melakukan lobi yang menentang Perjanjian Laut Internasional yang kuat,” ujar Louisa Casson.

“Sangat penting agar pemerintah menyetujui perjanjian PBB yang lebih kuat untuk membuka jalan bagi terciptanya jaringan suaka laut yang menghentikan berbagai bentuk eksploitasi industri, termasuk penambangan laut dalam. Pemerintah juga perlu menegakkan standar lingkungan yang jauh lebih tinggi untuk kegiatan semacam itu di luar suaka laut tersebut,” ujarnya.

Publikasi laporan “In Deep Water” datang ketika kapal Greenpeace, Esperanza, sedang dalam perjalanan menuju Lautan Atlantik bagian tengah, di mana kapal itu akan melakukan penelitian baru di lokasi yang disebut The Lost City (Kota Yang Hilang), sebuah formasi spektakuler dari cerobong ventilasi hidrotermal aktif yang menjulang di atas dasar laut dan mungkin memegang petunjuk evolusi kehidupan dan sedang mendapat ancaman bagi keberlanjutannya.

Baca juga: Zona Laut Berdasarkan Kedalaman dan Masuknya Cahaya

Artikel Terkait

Tanggapan