Ekonomi Biru Untuk Indonesia Maju

apa yang terlintas di pikiran pembaca saat mendengar istilah ekonomi biru? apa bedanya dengan ekonomi merah dan hijau? apakah konsep ekonomi ini akan membawa kemajuan bagi Indonesia? tulisan ini akan mencoba mengulas arah kebijakan kelautan yang sedang ramai diperbincangkan.

Asal Usul dan Konsep

Dokumentasi Pribadi, 2023

Istilah ekonomi biru (blue economy) pertama kali disebut oleh Gunter Pauli dari Belgia di buku “The Blue Economy: 10 Years, 100 Innovations, 100 million Jobs”. Dalam bukunya itu, ia menawarkan konsep baru tentang cara kita memandang ekonomi di masa depan. Konsep ini mengedepankan penciptaan nilai ekonomi berkelanjutan yang dihasilkan dari proses bertingkat menyerupai tingkatan energi atau rantai makanan pada ekosistem alami. Sehingga dengan pendekatan inovatif, bahan limbah suatu produk akan dapat menjadi sumber daya untuk menciptakan produk lainnya (Pauli, 2010).

Menurut Pauli, selama beberapa dekade belakangan, konsep ekonomi hijau berkelanjutan masih belum berkembang pesat. Selain itu, green economy cenderung dipahami secara pragmatis, baik oleh produsen maupun konsumen. Dalam penerapannya, masih muncul banyak konsekuensi yang tidak diinginkan dan merugikan. Hal ini karena proses produksi belum benar-benar berlanjut secara alami sebagaimana yang diharapkan. Atas keresahan tersebut, ekonomi biru dianggap sebagai inovasi yang lebih baik untuk menutupi kesalahan sebelumnya.

Sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi besar untuk menerapkan konsep ekonomi biru. Pemberdayaan masyarakat pesisir, kelestarian laut, dan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dalam waktu yang sama melalui penerapan konsep ini. Oleh sebab itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah mengakui ekonomi biru sebagai pendukung tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 14, menjaga ekosistem laut (pslh.ugm.ac.id).

Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) juga telah memasukkan ekonomi biru sebagai salah satu bahasan pada KTT ke-38 dan ke-39 di Indonesia pada tahun 2023. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tersebut melahirkan visi ekonomi biru ASEAN yang berfokus pada penciptaan nilai ekonomi berkelanjutan pada aktivitas dan mata pencaharian kelautan dan air tawar. Oleh karena itu, ungkapan Ekonomi Biru untuk Indonesia Maju tidak hanya sekadar slogan, tetapi menjadi bentuk optimisme dan arah kebijakan Indonesia di sektor kelautan dan perikanan (asean.org).

Prinsip-prinsip Ekonomi Biru

Ekonomi Biru yang dikemukakan Gunter Pauli pada dasarnya ingin lebih baik dibandingkan konsep ekonomi merah dan hijau. Ekonomi merah berprinsip meminjam dari alam tanpa bertanggungjawab untuk mengembalikan. Sedangkan ekonomi hijau mengusung prinsip berkelanjutan dan energi alternatif, tetapi bersifat eksklusif dengan biaya yang tinggi. Maka, ekonomi biru membawa prinsip baru. Di sektor kelautan, prinsip ekonomi biru yang relevan di antaranya:

  1. Optimalkan dan kembangkan bersama
  2. Melampaui organik (dan biodegradable)
  3. Kembalikan alam ke arah revolusinya
  4. Pertahankan area umum yang bebas dan bersih
  5. Gunakan apa yang sudah anda miliki
  6. Gantikan sesuatu dengan apa pun
  7. Hargai segalanya: segala sesuatu mempunyai nilai, setiap orang menciptakan nilai
  8. Integrasikan secara vertikal (sektor primer dan sekunder)
  9. Menempatkan etika sebagai pusatnya

(theblueeconomy.org)

Tantangan dan Peluang

Kesalahan masa lalu menjadi tantangan untuk tidak mengulanginya pada konsep ekonomi biru. Krisis iklim dan energi yang berentet menjadi krisis pangan dan air, menjadi kerugian dan efek domino dari ekonomi merah yang masih belum terselesaikan hingga saat ini. Maka tantangan yang dihadapi menjadi ganda, sebab kita harus menyelesaikan krisis sambil terus berinovasi mengembangkan cara baru yang lebih efektif dan efisien.

Dokumentasi Pribadi, 2024

Demikian pula pada sektor kelautan, berbagai kebijakan perlu bertransisi dan bersifat lebih inklusif. Pengembangan industri kelautan skala besar, dan penangkapan ikan secara masif serta tidak terkontrol adalah kesalahan-kesalahan yang secara nyata merusak ekologi laut. Maka, pemerintah sebagai pembuat regulasi serta masyarakat sebagai pelaku dalam kegiatan ekonomi ditantang untuk meninggalkan cara-cara lama itu, sebab bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi biru. Ini suatu hal yang tidak mudah, terlebih di negara kita aspek pengawasan juga sering kali luput dari perhatian. Oleh karena itu, untuk menjawab tantangan, dibutuhkan komitmen kolektif yang kuat dari seluruh elemen negara (pgsp.big.go.id).

Ekonomi biru tidak hanya membawa tantangan bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga menjanjikan berbagai peluang. Sebagaimana prinsip yang dibawa, bila diimplementasikan secara utuh maka ekonomi biru di ASEAN, khususnya di Indonesia, akan lebih menguntungkan masyarakat. Terlebih masyarakat pesisir atau yang bekerja pada sektor kelautan.

Bagi masyarakat pesisir, menerapkan prinsip ekonomi biru akan menghasilkan nilai tambah ekonomi dari kegiatan yang telah dilakukan oleh mereka sebelumnya. Pelaku usaha mikro wilayah pesisir misalnya, dapat mengolah ikan dalam beberapa tingkatan produksi. Limbah produksi tingkat pertama dapat dimanfaatkan sebagai bahan utama untuk produksi tingkat kedua, dan berlanjut seterusnya (pgsp.big.go.id).

Pemerintah juga turut menjemput peluang ekonomi biru sektor kelautan di Indonesia. Sebagai tindak lanjut dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia (RPJPN) 2005-2025, khususnya dalam hal mewujudkan NKRI berdaulat, maju, dan tangguh, maka Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah meluncurkan Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru Indonesia. Dalam kerangka tersebut, pemerintah menyoroti potensi yang dapat diperoleh di antaranya keuntungan ekonomi senilai USD 1,33 miliar, serta penyerapan 45 juta lapangan kerja di sektor kelautan dan perikanan. Suatu peluang besar yang sangat mungkin dicapai melalui arah kebijakan yang matang (Bappenas, 2023).

Kita: Masih Ragu atau Siap Melaju?

Kini, pilihan berada di tangan kita semua. Apakah kita akan stagnan meratapi berbagai isu iklim dan lingkungan yang semakin parah? Atau kita memulai langkah-langkah kecil untuk menyelesaikannya serta berusaha mencapai kehidupan yang lebih baik ke depannya.

Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tampaknya telah berusaha mengambil beberapa langkah strategis. Sebagai tindak lanjut Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru Indonesia, KKP telah menetapkan lima program prioritas, yakni perluasan kawasan konservasi laut; Penangkapan ikan terukur (PIT); Menetapkan lima komoditas unggulan; Pengembangan wilayah pesisir; dan Pengurangan sampah plastik di laut. Langkah yang dilakukan itu secara tidak langsung dapat diterjemahkan sebagai pernyataan sikap untuk siap melaju memajukan sektor kelautan dengan menerapkan ekonomi biru (indonesia.go.id).

Oleh karena itu, modal yang dibutuhkan untuk mewujudkan blue economy di Indonesia harus ditambah dan diperkuat. Modal tersebut tidak muluk-muluk. Sebab untuk menerapkan ekonomi biru, yang harus dimiliki oleh pemerintah maupun masyarakat adalah komitmen yang kuat, serta etika yang menjadi pusat segala arah kebijakan dan aktivitas yang akan kita lakukan.***

Referensi:

ASEAN. 2023. ASEAN Blue Economy Framework. Diakses dari asean.org pada 25 Juni 2024.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2023. Indonesia Blue Economy Roadmap. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas RI.

Pauli, Gunter. 2010. “The Blue Economy, 10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs”. Mexico. Paradigm Publication.

Portal Informasi Indonesia. 2023. Indonesia Siapkan Lima Jurus Mengelola Ekonomi Biru. Diakses dari indonesia.go.id pada 25 Juni 2024.

Suryandari, Retno. 2024. Ekonomi Biru. Diakses dari pslh.ugm.ac.id pada 25 Juni 2024.

The Blue Economy. 19 principles of the blue economy. Diakses dari theblueeconomy.org pada 25 Juni 2024.

Transparency International Indonesia (TII) dan Pusat Studi Agraria IPB University. Melampaui Jargon Kebijakan “Ekonomi Biru”: Mewujudkan Keadilan, Keberlanjutan, dan Transparansi dalam Tata Kelola Kebijakan Kelautan dan Perikanan ASEAN. Diakses dari pgsp.big.go.id pada 25 Juni 2024.

Artikel Terkait

Tanggapan