Pentingnya Hiu bagi Ekosistem Laut
Berwisata di lautan sambil menikmati indahnya terumbu karang dan menyaksikan kemunculan ikan hiu di perairan tentu terasa menyenangkan. Sayangnya, Census of Marine Life menemukan bahwa populasi hiu di Samudera Atlantik Utara telah menurun drastis karena perburuan.
Selain itu, penelitian lain menyebutkan bahwa dari sejumlah megafauna laut yang ada di bumi, ikan hiu termasuk ke dalam daftar 22 spesies yang terancam punah. Lalu, apa jadinya kalau ikan hiu benar-benar punah?
Bukan cuma tidak bisa lagi menyaksikan hewan tersebut berenang di laut lepas, ekosistem laut juga akan terganggu karena hiu berperan penting dalam menjaga keseimbangan rantai makanan. Berikut ini adalah beberapa alasan kenapa kamu perlu menjaga habitat ikan hiu agar tetap lestari.
Keberadaan Hiu Berfungsi Menjaga Sistem Ekologi Laut
Studi yang dipublikasikan Science Advances menemukan bahwa kepunahan megafauna di lautan akan berdampak terhadap penurunan kekayaan fungsional global sebesar 11 persen dan ikan hiu merupakan salah satu spesies megafauna yang paling terancam punah.
Jika populasi hiu menurun, rantai makanan di lautan ikut terganggu dan kemungkinan besar satwa laut lainnya pun akan berkurang. Penurunan jumlah hiu di Atlantik Utara, misalnya, menyebabkan jumlah spesies ikan pari yang biasa menjadi makanan hiu mengalami kenaikan. Akibatnya, kebutuhan makanan ikan pari meningkat sehingga populasi kerang laut berkurang.
Selain itu, berkurangnya populasi kerang laut juga akan menyebabkan kekeruhan air laut meningkat dan mengganggu proses fotosintesis tanaman laut sehingga ikan-ikan lain yang berada di wilayah tersebut akan ikut punah.
Hiu Berperan Penting dalam Melindungi Terumbu Karang dan Populasi Ikan
Selain ikan pari, hiu juga memangsa ikan berukuran sedang lainnya, seperti ikan kerapu yang memakan ikan-ikan kecil pemakan alga. Dengan berkurangnya populasi hiu, maka populasi ikan kerapu akan semakin banyak sehingga populasi ikan pemakan alga menurun dan jumlah alga meningkat.
Akibatnya, terumbu karang harus bersaing dengan alga untuk mendapatkan nutrisi sehingga jumlahnya semakin berkurang. Dengan berkurangnya terumbu karang di lautan, secara otomatis ikan-ikan yang tinggal di sekitar terumbu karang pun akan ikut berkurang sehingga ekosistem laut menjadi tidak seimbang.
Hiu Membantu Memerangi Pemanasan Global
Menurut National Science Foundation, ikan hiu juga memangsa ikan dugong pemakan rumput laut dan lamun. Jika populasi hiu berkurang, maka populasi dugong bertambah sehingga populasi rumput laut yang bertanggung jawab dalam menyerap 10 persen karbon dioksida di lautan pun ikut berkurang.
Akibatnya, emisi karbon dioksida di lautan meningkat dan menyebabkan efek pemanasan global. Artinya, berkurangnya jumlah ikan hiu di lautan juga berdampak besar terhadap kehidupan manusia di muka bumi.
Hiu Berperan sebagai “Dokter” di Lautan
Ikan hiu memangsa ikan-ikan kecil yang sedang sakit sehingga jika populasinya berkurang, maka jumlah ikan yang sakit pun akan bertambah. Bukan cuma berbahaya bagi biota laut lainnya, penyebaran penyakit ini juga bisa membahayakan manusia sebagai agen omnivora tertinggi dalam jaring rantai makanan.
Hiu dalam Sektor Pariwisata Memiliki Nilai Ekonomi Tinggi
Hiu merupakan salah satu daya tarik bagi para wisatawan bahari. Data Mother Nature Network pada 2017 mencatat bahwa industri pariwisata Australia yang melibatkan empat jenis hiu dapat menghasilkan 25,5 juta dolar per tahun. Sementara di Maladewa, pengembangan pariwisata berbasis hiu paus memberikan nilai ekonomi tahunan sekitar Rp130 miliar.
Misalnya, kegiatan ekowisata hiu paus di Desa Labuhan Jambu, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) berpotensi menghasilkan Rp550 juta dengan tambahan dana konservasi sekitar Rp50 juta per tahun. Oleh karena itu, pemerintah daerah maupun provinsi mendukung pengembangan pariwisata ini, salah satunya dengan menerbitkan Surat Keputusan Gubernur NTB Tahun 2019 tentang Pembangunan Desa Wisata Prioritas Labuhan Jambu.
Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk Menjaga Populasi Hiu?
Indonesia telah meratifikasi Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) melalui Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1978. Konvensi perdagangan internasional untuk spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam punah ini berlaku sejak 1975 dan bertujuan untuk memastikan agar produk Indonesia bisa diterima di pasar global.
CITES memuat lampiran yang di dalamnya terdapat informasi terkait 32.000 spesies yang mesti dilindungi, beberapa di antaranya adalah ikan hiu paus, oceanic whitetip shark, scalloped hammerhead (hiu kepala martil bergerigi), smooth hammerhead (hiu martil caping), great hammerhead (hiu martil besar), carcharhinus longimanus (hiu koboi), dan hiu martil. Artinya, pemanfaatan dan pengelolaan ikan hiu di Indonesia harus berpegang teguh pada pedoman tersebut.
Selain CITES, Indonesia juga ikut menandatangani International Plan Action yang disepakati oleh negara-negara PBB melalui Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) pada 1999. Kesepakatan ini direalisasikan dalam bentuk Rencana Kerja Nasional Pengelolaan Hiu dan Pari pada periode 2016-2020. Rencana inilah yang dijadikan sebagai acuan untuk melaksanakan program konservasi serta pengelolaan hiu dan pari di Indonesia.
Meski sudah ada regulasi nasional dan lokal, World Wild Foundation (WWF) berpendapat bahwa pelanggaran kebijakan ekspor juga masih sering terjadi sehingga diperlukan pengawasan ekspor yang lebih ketat dari Pemerintah Indonesia dan instansi terkait lainnya.
Sementara itu, kita sebagai masyarakat bisa ikut berkontribusi dalam perlindungan ikan hiu dengan tidak mengonsumsinya dan menjaga kelestarian lautan saat berwisata bahari.
Jaga laut dari sekarang untuk menjaga kelangsungan hidup di masa mendatang!***
Tanggapan