Mikroplastik di Ekosistem Lamun

Ekosistem lamun dapat mempengaruhi lingkungan fisik badan air, membantu menstabilkan perairan dangkal dan menyediakan habitat bagi kehidupan laut yang bernilai ekonomi tinggi, seperti ikan, krustasea, berbagai moluska, dan echinodermata. Berdasarkan penelitian dari (Tebay et al., 2020) faktanya keberadaan ekosistem lamun memiliki peran dan fungsi yang sama dengan ekosistem terumbu karang dan mangrove.

Sebagai habitat, ekosistem lamun menjadi pembibitan dan tempat mencari makan, termasuk beberapa spesies langka seperti dugong dan penyu, serta berperan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Pemanfaatan ekosistem lamun ini merupakan interaksi antara dua fungsi, yaitu fungsi ekologis dan fungsi sosial. Dari segi fungsi ekologis, ekosistem lamun di perairan laut dangkal berperan penting sebagai habitat produsen utama organisme lain seperti ikan dan melindungi dasar dari erosi. Dalam fungsi sosial ekonomi, nelayan memanfaatkan sumber daya ekosistem lamun, terutama nelayan skala kecil.

Fungsi lamun yang sangat penting dalam lingkungan laut yakni produktivitas primer dari proses fotosintesis, sehingga lamun merupakan habitat di lingkungan laut serta tempat mencari makan berbagai hewan seperti invertebrata, ikan, dan burung. Oleh karena itu, keberadaan lamun di lingkungan laut berpengaruh terhadap keberlanjutan keanekaragaman spesies ikan karang yang memanfaatkan lamun sebagai sumber makanan.

Berbagai aktivitas masyarakat secara langsung atau tidak langsung dapat berdampak pada degradasi habitat dan keanekaragaman hayati di ekosistem lamun.

Perikanan skala kecil sangat umum terjadi di ekosistem lamun karena letaknya yang dekat dengan pantai, namun peran ekosistem lamun dalam kegiatan produksi subsisten bagi nelayan skala kecil sering diabaikan.

Ekosistem lamun terus mengalami tekanan baik secara alami maupun akibat ulah manusia, terutama yang hidup dan aktif di wilayah pesisir. Hal ini menyebabkan penurunan atau deteriorasi, yang menunjukkan bahwa lamun telah terdegradasi sebesar 58 persen selama 40 tahun terakhir.

Ilustrasi ekosistem lamun. / Foto: Egidio Trainito

Secara global, tingkat kerusakan lamun tidak dapat diprediksi, namun penyebab utama kerusakan adalah aktivitas manusia. Kerusakan lamun terutama disebabkan oleh kapal penangkap ikan, aktivitas pembangunan, dan meningkatnya jumlah penduduk yang tinggal di wilayah pesisir.

Ancaman lamun yang menyebabkan merosotnya stok lamun adalah peningkatan pembangunan fisik, seperti pembangunan pelabuhan, dermaga perikanan, pengembangan kawasan industri, dan pengoperasian yang tidak ramah lingkungan. Sumber ancaman lain terhadap kerusakan lamun adalah penyebab alami seperti badai, gunung berapi, dan pemanasan global.

Terjadinya penurunan atau degradasi padang lamun sangat mengkhawatirkan karena kurangnya perhatian dan pengawasan pemerintah, serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang cara menjaga kelestarian ekosistem lamun.

Masyarakat dan para pemimpin harus selalu dilibatkan dalam upaya perlindungan ekosistem lamun agar laju degradasi lamun dapat dihentikan, dan upaya lebih besar dilakukan untuk memulihkan lamun dan mempertahankan kesehatan lamun ke kondisi yang semestinya.

Di kutip dari jurnal journal of marine research and technology keberadaan padang lamun di perairan memberikan banyak manfaat bagi kehidupan bawah laut dan daratan.

Dalam ekosistem perairan, lamun dapat berperan sebagai penampung mikroplastik yang biasanya mengapung serta menempel pada lamun dan menjadi perangkap partikel yang efektif. Menemukan hingga 1.470 partikel plastik per kg bahan tanaman, sebagian besar terdiri dari fragmen negatif dan serat polimer apung.

Temuan para peneliti menunjukkan bahwa padang lamun menyerap plastik yang terperangkap dan menumpuknya serat lignoselulosa alami, yang kemudian dilepaskan ke laut pesisir.

Plastik yang menjadi mikroplastik pada akhirnya berdampak buruk terhadap pencernaan ekosistem perairan dan biota perairan, serta berbahaya bila dikonsumsi oleh manusia.

Keberadaan mikroplastik di dasar sedimen dipengaruhi oleh gaya gravitasi, dan densitas plastik lebih besar daripada air, sehingga plastik tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen. Hal ini sangat mungkin masuk ke dalam ekosistem laut, terutama mencemari lamun.

Mikroplastik terdapat pada bilah lamun jenis Cymodocea rotundata, yang didominasi oleh serat mikro yang diduga terperangkap oleh epifit pada permukaan lembaran lamun yang terperangkap kemudian terendapkan dalam sedimen (Silitonga et al., 2023).

Lamun di wilayah pesisir terancam oleh proses sedimentasi dan limpasan nutrien, gangguan fisik, invansi spesies, penyakit, praktek penangkapan ikan komersial, budidaya secara berlebih, ganggang, dan pemanasan global, yang menyebabkan degradasi lamun pada skala meter persegi menjadi ratusan kilometer persegi.

Oleh karena itu, perencanaan sektor kelautan harus dimulai dengan mengoordinasikan perencanaan secara komprehensif, seperti perencanaan daerah aliran sungai yang dipadukan dengan perencanaan wilayah pesisir.

Konsekuensi dari aliran nutrisi yang tinggi ke wilayah pesisir adalah penurunan populasi ubur-ubur dan komunitas hewan lainnya akibat degradasi lamun akibat akumulasi nutrisi. Hasil kajian terhadap 45 studi kasus di berbagai belahan dunia menunjukkan total 21.023 hektar vegetasi lamun telah musnah.

Faktor utama yang mengakibatkan kondisi lamun diduga karena faktor lingkungan, faktor alam, dan aktivitas manusia di perairan yang tidak sehat. Faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, tanah lapisan bawah, dan tingkat cahaya menyebabkan pertumbuhan lamun menjadi tidak stabil.

Faktor lain seperti gelombang, angin, arus juga dapat juga berpengaruh di mana pada saat cuaca buruk terjadi, maka kecepatan dan kekuatan arus serta gelombang meningkat menyebabkan kekeruhan air laut menjadi tinggi sehingga mengurangi tingkat penetrasi sinar matahari yang mengakibatkan lambatnya fotosintesis lamun.

Aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan, seperti memanfaatkan ekosistem lamun untuk memanen sumber daya hayati seperti teripang, kerang, dan penangkapan ikan menggunakan perahu dan menambatkan perahu di daerah tumbuhnya lamun yang mengakibatkan lamun terinjak baik oleh manusia atau tertindih oleh lintasan perahu.

Adapun kegiatan-kegiatan yang berdampak merusak (mendegradasi) ekosistem lamun yang terjadi di perairan antara lain:

1. Pelayaran, dimana baling-baling dan jangkar kapal dapat merusak/mencabut tumbuhan lamun sampai ke akarnya. Selain itu, tumpahan minyak dari kapal dapat mencemari perairan  sehingga menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam laut, mengganggu proses penyerapan nutrien sehingga menggangu pertumbuhan lamun.

2. Penangkapan ikan dengan pukat dasar (trawl) yang tidak secara spesifik menjaring ikan target, tapi ikut menjaring tumbuhan lamun.

3. Penggunaan potasium sianida untuk meracuni ikan agar memudahkan penangkap juga berpengaruh pada lamun. Lamun diyakini akan terpengaruh oleh adanya senyawa beracun seperti potasium sianida.

4. Pengerukan dan pengurugan area pantai untuk mengembangan tempat wisata. 

5. Limbah (sampah) domestik, berupa plastik, sisa-sisa makanan, diapers, dan lain sebagainya.***

Baca juga: Ngam, Sebuah Upaya Konservasi dari Negeri Kataloka

Editor: J. F. Sofyan

Referensi:

Silitonga, S. R., Hendrawan, I. G., & Giri, I. N. (2023). Kelimpahan dan Jenis Mikroplastik pada Sedimen Lamun di Perairan Nusa Dua , Bali. 6(1), 1–6.

Tebay, S., Boli, P., & Ainusi, J. F. (2020). Seagrass Potential In Aisandami Village Wondama Bay and It’s Management Strategy. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, 4(2), 111. https://doi.org/10.46252/jsai-fpik-unipa.2020.vol.4.no.2.80

Artikel Terkait

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan