Ikan Invasif: Penyebab Degradasi Ikan Lokal

Indonesia memiliki banyak pulau atau pantai yang indah di setiap daerahnya. Setiap pantai tersebut juga mempunyai ciri khas, budaya atau kepercayaan , juga keanekaragaman lainya.

Bahkan saat ini banyak sekali wisatawan manca negara yang datang ke Indonesia untuk menikmati atau berwisata di pantai dan pulau yang ada di Indonesia, tentunya sudah tidak asing lagi ketika mendengar kata Pantai Pink yang terkenal dipulau komodo, memiliki ciri khasnya sendiri dengan menampilkan tepi pantai yang berwarna pink yang indah sesuai dengan namanya, terletak dikelurahan Labuan Bajo yang saat ini sangat digemari para pengunjung karena ekosistem yang ada bahkan terkenal hingga ke mancanegara.

Pantai Pandawa dan Pantai Kuta yang ada di Bali juga tidak kalah populer. Keberagaman yang dimiliki setiap perairan juga berbeda salah satunya adalah keanekaragaman ikan.

Berdasarkan data yang dilansir dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) terdapat kurang lebih sekitar 4.720 jenis ikan baik dalam perairan tawar maupun laut. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Hadiyati serta dipublikasikan di Jurnal Ikhtiologi Indonesia pada tahun 2011, yang menunjukkan bahwasanya hanya ditemukan 24 spesies ikan yang hidup di aliran sungai Cisadane padahal sedikitnya 86 spesies ikan dahulu ditemukan daerah tersebut.

Dikutip dari Wahyu bahwa laju penurunan hingga hilangnya spesies tersebut mencapai 72,1%.

Menurut data penelitian diatas, kira-kira kalian sadar ngga, ya? Bahwa sekarang ini keanekaragaman ikan yang berada di Indonesia mengalami keaadan yang cukup serius, terdapat ancaman seperti spesies ikan invasif.

Spesies invasif ini merupakan spesies mahluk hidup yang masuk atau bahkan dimasukkan kedalam ekosistem baru, sehingga spesies ini mungkin dapat menguasai ekosistem itu. Dengan kata lain spesies ikan invasif ini dapat merusak ekosistem yang ada dalam habitat tertentu.

Di sebagian daerah perairan di Indonesia, spesies ikan lokal sudah benar-benar mengalami penurunan dan desakan yang cukup serius. Datangnya spesies ikan invasif terjadi karena beberapa sebab, yaitu karena pembukaan lahan dan terciptanya pengalihan fungsi, pencemaran air yang menyebabkan dampak turunya kualitas habitat ikan sehingga menyebabkan penurunan populasi.

Tanggapan Umar C. dalam Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (2015) mengatakan bahwa, Adanya keberadaan jenis invasif ini berdampak pada terganggunya kelangsungan hidup ikan asli suatu perairan yang memiliki nilai ekonomis, terjadinya penurunan keanekaragaman hayati seiring dengan semakin berkurangnya beberapa jenis ikan lokal.

Beberapa tahun belakangan ikan Arapaima gigas menjadi suatu polemik karena keberadaannya menjadi sebuah ancaman untuk spesies ikan lokal diperairan Indonesia. Ikan wader atau Rasbora lateristriata juga mengalami keritis karena mengalami penurunan habitat yang sangat drastis.

Selain itu dikutip dari Jurnal Penelitian terdapat banyak lagi spesies ikan yang terancam punah, seperti Pari sungai tutul (Himantura oxyrhyncha), Wader goa (Barbodes microps), Siluk Kalimantan (Scleropages formosus) , Pari elang (Aetomylaeus vespertilio) (2016), Tuna (Thunnus maccoyi) (2011), Hius paus (Rhincodon typus) (2016).

Pari elang. / Foto: Wendy Mitchell / Greenpeace

Selain itu kalian tau ngga, ya, ikan invasif apa aja si yang ada di Indonesia? Ikan Nila ternyata salah satu dari spesies atau jenis ikan invasif, oleh karena itu ikan nila tidak direkomedasikan untuk dilepasliarkan ke perairan umum.

Di Merauke, Papua mengalami masalah karena ikan nila tersebut, padahal terdapat banyak spesies ikan assli daerah tersbeut diantaranya adalah ikan arwana, ikan sumpit, ikan kakap putih, mata bulan, julung, sembilang merah, sembilang kuning, sembilang hitam, dan juga kakap batu loreng.

Dikutip dari jurnal ilmiah M. Yusuf Arifin dari Universitas Batanghari Jambi pada 2016 silam, bahwa ikan nila atau ikan jenis Tilapia berasal dari perairan lembah sungai Nil yang berada di Afrika.

Ikan mujair yang sering dikonsumsi oleh penduduk ternyata juga termasuk ikan invasif, mungkin lebih tepatnya bisa disebut jenis ikan introduksi invasif. Ikan introduksi merupakan ikan yang berkembangbiak diluar habitatnya yang asli karena akibat dari campur tangan manusia maupun tidak.

Ikan-ikan asing atau invasif ini memiliki kemampuan untuk berkembangbiak dengan cepat, hal itu menjadi salah satu pemicu menurunya habitat ikan perairan lokal.

Sering dijumpainya spesies ikan introduksi ini, masyarakat lokal pun kerap menganggap ikan spesien ini menjadi ikan lokal , seperti ikan mujair, lele dumbo, ikan mas, ikan bawal air tawar.

Tidak heran ikan ikan lokal perairan di Indonesia mengalami kekalahan dalam kompetisi dengan ikan invasif, sehingga hilang dari habitatnya. Pakar herpetology sekaligus Kepala Museum Biologi UGGM, Donan Satria Yudha, Jumat (26/2) “Bahkan tidak jarang yang melakukan itu adalah instansi-instansi resmi pemerintahan, ikut melepas ke sungai sebagai bagian dari program, misalnya cinta lingkungan mengembalikan ekosistem sungai atau untuk program ekonomi warga”.

Wahyu Tri Handoyo, seorang peneliti dari Loka Riset Mekanisme Pengolahan Hasil Perikanan (LR MPHP) dalam catatanya menunjukkan bahwa ancaman ikan asing atau ikan introduksi/infvasif bagi ekosistem serta habitat ikan diperairan lokal adalah suatu hal yang nyata.

Dari masalah masalah diatas tentunya dapat membuat kita sadar akan ancaman nyata tersebut. Semua masalah tersebut juga dapat kita tanggulangi agar tidak membuat masalah semakin parah serta meluap dengan cepat.

Dimulai dari kesadaran masing masing indvidu untuk menjaga serta melestarikan perairan lokal adalah hal utama yang harus dilakukan demi tanah air kita tercinta ini.

Pelestarian tersebut dapat dilakukan dengan pembudidayaan ikan-ikan lokal seperti Ikan Wader, Ikan Tawes, Lele lokal, Ikan Belida dan banyak lagi. Edukasi perihal ikan invasive dan ikan lokal juga merupakan suatu permulaan yang penting demi menjaga ekosistem habitat ikan diperairan lokal indonesia.***

Baca juga: Gawat Banyak Plastik: Ikan dan Ekosistem Laut Terancam Bahaya

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan