Menyelami Hutan Bawah Laut, Mengungkap Potensi Aquaculture
Hutan dan laut, mungkin terdengar seperti dua hal yang bertentangan. Hutan identik dengan hamparan tanah luas ditumbuhi pepohonan liar, sedangkan laut merupakan perairan, genangan luas air asin yang hingga kini baru sekitar 5% bagian saja yang dijelajahi oleh manusia.
Tapi, pernahkah kamu mendengar istilah hutan bawah laut?
Sama halnya hutan di daratan, hutan bawah laut juga ditumbuhi tanaman, salah satunya rumput laut yang termasuk dalam golongan algae atau ganggang multiseluler. Rumput laut memiliki klorofil dan dapat berfotosintesis dengan bantuan cahaya matahari untuk mengubah karbon dioksida menjadi oksigen, serta dapat bertindak sebagai filter yang secara alami menyerap polusi dengan kemampuan bioakumulasinya. Rumput laut juga menyokong ekosistem laut sebagai makanan utama hewan laut herbivora, seperti krustasea dan penyu.
Luas habitat rumput laut di Indonesia sendiri menjadi yang terbesar di dunia, mencapai 1.2 juta hektare dari total 3.2 juta km2 luas lautnya. Daerah penghasil rumput laut terbesar di Indonesia berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2021 adalah Sulawesi Selatan dengan kontribusi 32,57% terhadap total produksi.
Selain tumbuhan, laut juga dihuni berbagai spesies hewan, dari zooplankton yang tidak bisa dilihat langsung dengan mata telanjang hingga paus biru yang bisa mencapai panjang 33 meter. Perairan Indonesia merupakan rumah bagi berbagai spesies laut. Mulai dari yang dapat dikonsumsi seperti udang, ikan tuna, kerang, dan ikan kakap, hingga spesies terancam punah, beberapa diantaranya yaitu penyu, kima, teripang, pari, sidat, dan kuda laut. Spesies laut ini saling berinteraksi dan mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Sebagian dari mereka membutuhkan rumput laut sebagai makanan utama, terumbu karang dan anemon untuk tempat berlindung, dan ikan-ikan atau mamalia besar membutuhkan spesies yang lebih kecil sebagai makanannya.
Indonesia merupakan produsen perikanan terbesar kedua di dunia setelah China dengan kontribusi sebesar 7.8% dari total produksi tangkapan ikan dunia. Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization of the United Nations (2024), jumlah tangkapan ikan Indonesia pada tahun 2021 mencapai 7.1 juta ton.
Kini stok perikanan di Indonesia terancam habis akibat penangkapan besar-besaran atau overfishing hingga mengganggu pertumbuhan populasi. Berdasarkan pemaparan dari anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, terdapat tiga jenis overfishing yang terjadi di Indonesia yaitu growth overfishing, recruitment overfishing, dan ecosystem overfishing (Nida, 2023).
- Growth overfishing adalah penangkapan ikan yang belum cukup umur secara berlebihan. Hal ini berdampak pada berkurangnya jumlah ikan yang akan berkembang biak di masa depan, sehingga komunitas ikan menjadi terganggu.
- Recruitment overfishing adalah penangkapan berlebihan ikan indukan dewasa hingga menyebabkan penipisan kapasitas reproduksi karena jumlah indukan yang tidak mencukupi.
- Ecosystem overfishing adalah pemanenan ikan secara berlebihan hingga merusak keseimbangan ekosistem.
Tak hanya memengaruhi stok perikanan di laut, tapi overfishing juga merusak habitat dari ikan-ikan tersebut. Penggunaan alat tangkap ikan destruktif, seperti cantrang dan pukat seringkali ikut membawa dan merusak terumbu karang dan ganggang. Hal ini dapat menghambat proses perkembangbiakan spesies laut yang kehilangan tempat bertelur atau berlindung dan mengganggu rantai makanan.
Selain itu, saat ini komoditi rumput laut di Indonesia juga sedang menghadapi tantangan akibat faktor ekologi, terutama perubahan iklim. Cuaca ekstrem sebagai dampak dari pemanasan global menyumbang peran besar terhadap kerusakan dan penurunan kualitas rumput laut sehingga produksi rumput laut di Indonesia menurun. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya menjelaskan bahwa hasil produksi rumput laut tahun 2021 berada di bawah target dan hanya mencapai 7.14 juta ton, imbas dari suhu yang terlalu panas dan curah hujan tinggi (Riani, 2022).
Salah satu solusi efektif yang dapat menjawab dua permasalahan tersebut yaitu aquaculture atau budidaya perikanan. Akuakultur ditujukan untuk menghasilkan produk konsumsi atau konservasi dengan menangkar, memelihara, menumbuhkan, dan memanen organisme perairan di air asin, beberapa yang dibudidayakan di Indonesia untuk dikonsumsi yaitu ikan kakap, ikan cakalang, ikan kerapu, udang, dan rumput laut.
Terdapat tiga jenis budidaya perikanan atau aquaculture, yaitu budidaya algae atau rumput laut, budidaya ikan, dan budidaya kerang-kerangan (Farrow, 2023).
- Budidaya algae atau rumput laut cukup mudah dilakukan, biasanya menggunakan tali panjang dibentangkan secara horizontal dan direndam beberapa meter dibawah permukaan air. Hal ini memudahkan petani ketika masa panen dengan cukup mengangkat tali dan memotong rumput laut yang tumbuh disana.
- Tidak seperti budidaya rumput laut, budidaya ikan memerlukan perhatian khusus dan cukup sulit dipraktikan. Telur ikan ditempatkan pada tempat pemijahan dan dibesarkan hingga menjadi benih seukuran jari, lalu dipindahkan ke kolam baik di darat, pantai, maupun laut dengan suhu air tertentu.
- Budidaya kerang-kerangan cukup mudah, tapi tiap jenisnya memerlukan metode budidaya yang berbeda. Kerang biasanya dibudidayakan dengan tali secara vertikal, tiram dibudidayakan di dalam kantong atau kerangkeng, sedangkan kepah yang di habitat aslinya hidup di dasar air dibudidayakan secara lepas atau di dalam kantong. Dengan membudidayakan kerang, berarti turut membantu menjaga kelestarian laut karena kerang dapat bertindak sebagai filter yang dapat menyaring air dari polusi, seperti nitrogen.
Indonesia dan wilayah lautnya yang luas memiliki potensi besar dalam pengolahan sumber daya laut secara efisien dan berkelanjutan dengan aquaculture yang sampai saat ini masih terus dikembangkan oleh akademisi dan pemerintah agar pembangunan sektor kelautan dan perikanan menjadi lebih baik. Hal ini didasari dampak positif yang dihasilkan dari aquaculture terhadap lingkungan dan manusia, dimana aquaculture dapat menjamin ketersediaan hasil laut, meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, dan mengurangi emisi karbon. Aquaculture dapat menjadi pilihan efektif dan efisien untuk melestarikan laut sekaligus memberdayakan masyarakat.***
Sumber:
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. (2021). Hasil Survei Komoditas Perikanan Potensi Rumput Laut Provinsi Sulawesi Selatan 2021. https://sulsel.bps.go.id/publication/2022/12/30/9fded6ab9f1ef5886a213764/hasil-survei-komoditas-perikanan-potensi-rumpul-laut-provinsi-sulawesi-selatan-2021.html
Farrow, H. (2023). What Is Aquaculture ? It May Be the Solution to Overfishing. https://www.nationalgeographic.com/environment/article/aquaculture-explainer-seaweed-fish-benefits-challenges
Food and Agriculture Organization of the United Nations. (2024). Fishery and Aquaculture Statistics – Yearbook 2021. In Fishery and Aquaculture Statistics – Yearbook 2021. https://doi.org/10.4060/cc9523en
Nida, H. A. (2023). Ombudsman RI Bahas Overfishing pada Seminar Sharing Knowledge About Public Policy. Ombudsman.Go.Id. https://ombudsman.go.id/artikel/r/ombudsman-ri-bahas-overfishing-pada-seminar-sharing-knowledge-about-public-policy
Riani, A. (2022). Krisis Iklim dan Limbah, Biang Kerok Menurunnya Produksi Rumput Laut di Indonesia. 28 Januari 2022, 4. https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4871404/krisis-iklim-dan-limbah-biang-kerok-menurunnya-produksi-rumput-laut-di-indonesia
Tanggapan