Catatan Lautan Tahun 2022 Bagian 1: Perjuangan Keadilan Awak Kapal Perikanan Hingga Perusakan Laut
Tahun 2022 merupakan tahun di mana umat manusia mulai keluar dan menuju bebas dari krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19.
Di masa krisis kesehatan pandemi Covid-19, jalan terjal untuk memperjuangkan kesehatan laut serta keadilan di lautan seakan semakin terjal. Namun kegigihan dan semangat perjuangan tidak membuat para aktivis dan para pegiat kelautan berhenti.
Mereka tetap melancarkan berbagai upaya untuk tetap berjuang membela kesehatan dan keadilan untuk lautan. Catatan Lautan tahun 2022 kali ini kami mengutip pencapaian serta tantangan yang masih akan terus diperjuangkan ke depan. Apa saja catatan lautan di akhir tahun 2022 ini?
Kejahatan Lingkungan dalam Industri Perikanan Global dan Perjuangan para Awak Kapal Perikanan (AKP) Menuntut Keadilan
Perjalanan panjang perjuangan para ABK dalam memperjuangkan haknya dan medorong negara untuk aktif dan serius menindak lanjuti persoalan perbudakan modern dalam industri perikanan global medapatkan titik terang.
Pasalnya, Peraturan Pemeritah (PP) Penempatan dan Pelindungan ABK (Sekarang: Awak Kapal Perikanan) telah disahkan pemerintah pada Rabu, 8 Juni, lalu. PP ini akhirnya terbit setelah empat tahun lamanya sejak Undang-undang No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia diundangkan.
Sebelumnya, tiga mantan Anak Kapal Perikanan (AKP) Indonesia yang pernah bekerja di kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan gugatan yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Pasca ini, perjuangan untuk pelindungan AKP dan mengakhiri praktik IUU Fishing belum berakhir, masyarakat kemudian masih harus mendorong dan mengawal negara untuk mengimplementasikan amanat ini.
Sepanjang tahun 2022 praktik jahat dalam Industri perikanan global serta lemahnya pengawasan oleh otoritas lintas negara menjadi penyebab kerapnya terjadi eksploitasi kepada para awak kapal perikanan dalam kapal-kapal tersebut masih terjadi.
Selain awak kapal perikanan yang turut menjadi korban eksploitasi, praktik jahat dalam penangkapan ikan yang merusak juga turut terjadi. Salah satu metode penangkapan ikan destruktif adalah dengan menggunakan pukat hela dasar, sebuah jala besar yang ditarik dengan kapal sepanjang dasar laut.
Bisa kita bayangkan jaring berbobot hingga lebar 650 meter diseret melintasi dasar laut, untuk menangkap ribuan ikan. Metode ini tentu sangat merusak habitat yang rentan seperti terumbu karang. Belum lagi potensi tangkapan sampingan yang mengancam biota-biota laut langka dan teracam punah.
Pencemaran dan Perusakan di Lautan
Sekitar 75% perairan Indonesia mengalami pencemaran dan tergolong dalam kategori sangat tercemar, 20% tergolong dalam kategori tercemar sedang, dan 5% tergolong dalam kategori pencemaran ringan.
Limbah-limbah pencemar tersebut terdiri dari limbah industri, limbah pertanian, limbah perikanan, hingga limbah rumah tangga.
Mulai dari pencemar sampah plastik, logam berat, hingga tumpahan minyak mengancam ekosistem laut serta biota yang hidup di dalamnya seperti paus yang berukuran besar, penyu hingga nudibranch yang mungil dan cantik.
Pencemaran sampah plastik diperkirakan tidak akan berkurang secara signifikan megingat para perusahaan produsen plastik kemasan belum mau berhenti memproduksi dan beralih pada alternatif selain plastik, begitupun pemerintah masih sangat lemah dan setengah hati untuk mengatur dalam menghentikan produksi kemasan.
Kasus tumpahan minyak masih terjadi di tahun 2022, setidaknya media menangkap kasus tumpahan minyak terjadi di perairan Cilacap pada bulan Juni lalu yang diduga dilakukan oleh kapal tanker yang membawa minyak ke Pertamina RU IV Cilacap atau dari sumber yang lain masih diselidiki oleh Pertamina maupun Polres Cilacap.
Perusakan yang bisa kita temukan dalam kegiatan perikanan tangkap lainnya adalah ghost fishing. Ghost fishing terjadi ketika alat tangkap yang terbengkalai karena hilang atau dibuang di pantai, pelabuhan dan di lautan. Ghost fishing saat ini menjadi masalah yang besar bagi dunia tidak hanya Indonesia.***
Tanggapan