Teori Butterfly Effect: Gaya Hidup Zero Waste dan Peranannya dalam Menyelamatkan Laut Indonesia dari Sampah Plastik

Sampah plastik sudah menjadi krisis yang krusial bahkan sejak bertahun-tahun yang lalu. Di tahun 1950, manusia telah menyumbang lebih dari 8 ton sampah plastik. Pada saat itu, sebagian besar sampah plastik berakhir di tempat pembuangan sampah, sedangkan hanya 9 persennya saja yang didaur ulang (Kara Lavender Law, 2020). Padahal, plastik dapat merusak ekosistem secara perlahan namun pasti dalam beberapa cara, mulai dari mencekik sampai meracuni hewan yang secara tidak sengaja mengonsumsinya. Tidak hanya berdampak pada makhluk hidup, lingkungan juga merasakan dampak dari meresapnya bahan kimia yang dihasilkan oleh plastik.

Faktanya, sampah plastik tidak saja menjadikan daratan sebagai tempat pembuangan akhirnya. Banyak negara menjadikan laut sebagai tempat pembuangan akhir, sebab daratan dirasa sudah tak mampu menampung sampah yang ada.

Secara umum, negara-negara yang lebih besar dan berpenduduk banyak mampu menghasilkan lebih banyak sampah plastik. Di laut, Indonesia sendiri menjadi negara dengan penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Hal ini dibuktika oleh data dari “Worlf Population Review” menobatkan Indonesia sebagai negara di urutan kedelapan di dunia yang telah menyumbang sampah plastik terbesar ke laut sebanyak 3,4 juta tons di tahun 2024 (Kara Lavender law, dkk., 2020).

Sedari dulu, Indonesia memang diyakini gemar menjadikan lautan sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini sejalan dengan data yang dipaparkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonsea (LIPI) pada tahun 2019. Dalam rangka melakukan konservasi laut Indonesia dalam jangka panjang, LIPI melakukan sebuah riset terhadap 18 titik perairan di Indonesia. Hasilnya, terdapat 468 sampai 594 ribu ton sampah plastik yang merupakan hasil aktivitas manusia setiap tahunnya.

Masih dengan riset yang sama, LIPI juga menyimpulkan bahwa hampir seluruh kondisi laut yang ada di Indonesia sedang dalam kondisi yang tidak baik. Ironisnya, hanya ada dua dari banyaknya laut yang ada di Indonesia yang kondisinya masih terbilang baik-baik saja, yakni perairan di kawasan Wakatobi dan Papua (Subagio, J & Wibawa W Shierine., 2019).

Kumpulan sampah individu-individu menjadi faktor pokok penyumbang terhadap banyaknya frekuensi sampah yang ada di Indonesia. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), rata-rata orang Indonesia di tahun 2020 mampu menghasilkan sampah mereka sebanyak 0.68 kg setiap harinya (Setiawan, A., 2021). Jika terus dibiarkan, hal ini tentu akan terus meningkatkan populasi sampah sejalan dengan bertambahnya kuantitas penduduk Indonesia.

Berbeda dengan negara berkembang, di negara-negara maju, sampah merupakan hal yang sangat diperhartikan. Bahkan menurut Bank Dunia, mereka mendedikasikan sampai 50% dari total biaya pembangunan mereka hanya untuk mengelola sampah (Setiawan, A., 2021). Lalu, bagaimana dengan Indonesia yang notabene adalah negara berkembang? Masalah sampah yang menumpuk justru akan menambah pengeluaran biaya di samping banyaknya pengeluaran biaya negara dalam mengelola kesejahteraan hidup masyarakatnya.

Teori Butterfly Effect

Sejalan dengan fenomena di atas, teori “Butterfly Effect” dirasa cukup relevan untuk menangani kasus sampah plastik di Indonesia sebagai negara berkembang. Teori ini, pertama kali dicetuskan oleh Peneliti Amerika Bernama Edward Norton Lorenz pada tahun 1961 saat menjalankan aktivitas sehari-harinya sebagai ahli meteorologi.

Frasa tersebut menggambarkan skenario tornado di Texas yang kemungkinan besar disebabkan oleh kepakan sayap kupu-kupu pada beberapa bulan sebelumnya di hutan Brazil. Meskipun kepakan sayap kupu-kupu hanya sedikit mengubah atmosfer bumi, tetapi lokasi kupu-kupu, dampak, dan lokasi dampak di masa depan bisa sangat bervariasi.

Dalam sistem nonlinier, teori ini menjelaskan bahwa perubahan kecil di lokasi tertentu dapat mempunyai dampak signifikan di lokasi lain. Teori ini berkaitan dengan sistem yang tidak dapat diprediksi, tidak teratur, dan anarkis, seperti halnya awan, pepohonan, garis pantai, gelombang, dan sebagainya. Di sisi lain, teori ini menyatakan bahwa kekacauan pada sistem yang besar disebabkan oleh bagian-bagian yang lebih kecil, yang mana sistem tersebut dapat diidentifikasikan sebagai pengulangan bagian-bagian kecil yang teratur.

Kepakan sayap kupu-kupu dapat mengubah arah, menunda, mempercepat, atau bahkan menghentikan tornado di jalurnya serta dapat juga menghentikan terjadinya tornado di tempat lain. Satu penyesuaian kecil dapat memberikan efek yang bertahap pada sejumlah peristiwa. Adapun lintasan sistem tersebut juga akan berbeda secara signifikan jika kupu-kupu tidak mengepakkan sayapnya (Santoso, G, dkk., 2023).

Gaya Hidup Zero Waste dan Peranannya

Teori ‘Butterfly Effect’ pada perancangan ini mengacu pada sebuah sistem yang dilakukan oleh bagian-bagian kecil di bumi ini, yakni individu. Melihat orang Indonesia yang setiap harinya mampu menghasilkan sampah sebanyak 0.68 kg, tentu menjadi suatu kekhawatiran sekaligus fokus yang bisa dibenahi bersama pada skala mikro. Dalam orientasinya sebagai peranan dalam menyelamatkan laut Indonesia dari sampah plastik, teori ini menciptakan sebuah trigger untuk menciptakan hasil yang berkelanjutan.

Selain dijadikan sebagai trigger, konsep “Butterfly Effect” juga menjadi sebuah landasan yang kemudian diimplementasikan untuk menciptakan transformasi sikap Individu terhadap tingginya jumlah sampah yang dihasilkan olehnya. Zero waste yang difokuskan pada pemilihan material yang selektif tentu menjadi sebuah konsep yang mampu memberikan arahan dalam implementasi Butterfly Effect ini.

Menjadikan Zero Waste sebagai sebuah gaya hidup tentu membantu implementasi teori Butterfly Effect lebih efektif. Hal ini disebabkan bahwa aktualisasi terhadap nilai tertentu, seperti gaya hidup, akan menciptakan efek jangka panjang dan berkelanjutan dalam pelaksanaannya. Zero Waste sendiri memiliki prinsip 5R, yakni Refuse, Reduce, Reause, Recycle, dan Rot (Santika, D, 2023).

Mengenai fokus pembahasan, yakni skala mikro. Individu akan lebih difokuskan kepada tiga prinsip awal dari gaya hidup Zero waste yakni Refuse, Reduce, dan Reauce. Refuse mengambil peranan dalam menolak penggunaan barang-barang yang berpotensi menjadi sampah plastik, seperti menolak membeli minuman dengan kemasan plastik dan lain-lain.

Hampir sama dengan Refuse, Reduce berperan dalam mengurangi produk-produk yang berpotensi menjadi sampah plastik. Jika Refuse berperan untuk menolak penggunaan plastik, maka Reauce berperan sebagai alternatif lain dari penggunaan itu sendiri. Sebagaimana digunakannya botol tumbler yang bisa digunakan berkali-kali dan menghindari penggunaan botol plastik yang sekali pakai.

Meski belum bisa memberi efek yang signifikan dalam waktu dekat, gaya hidup mengenai Zero waste ini jika diprediksi melalui kacamata Butterfly Effect akan memberikan dampak yang signifikan di kemudian hari. Aktualisasi terhadap masing-masing individu tentu akan menciptakan gelombang dari sebuah sistem-sistem kecil yang nantinya akan menciptakan tornado besar terhadap penyelamatan laut Indonesia dari sampah plastik yang ada.***

Sumber:

Kara Lavender law, dkk. (2020). The United States’ contribution of plastic waste to land and ocean. Sci. Adv, 6.

Santika, D. (2023). “Menerapkan Gaya Hidup Zero Waste”. Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Diakses pada tanggal 21 Juni 2024. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-semarang/baca-artikel/16693/Menerapkan-Gaya-Hidup-Zero-Waste.html

Santoso, G., Hasbylah, R. M., Hadi, C., Asbari, M., & Rantina, M. (2023). Butterfly Effect: Satu Hal Kecil Yang Merubah Hidup Sepenuhnya. Jurnal Pendidikan Transformatif2(3), 1-4.

Setiawan, A. (2021). Membenahi Tata Kelola Sampah Nasional. Indonesia.go.id. DIakses pada tanggal 21 Juni 2024. https://indonesia.go.id/kategori/indonesia-dalam-angka/2533/membenahi-tata-kelola-sampah-nasional

Subagio, J & Wibawa W Shierine. (2019). Kesehatan Laut Indonesia Diperiksa, Bagaimana Kondisinya Saat Ini?. Diakses pada tanggal 21 Juni 2024. https://sains.kompas.com/read/2019/04/22/190500423/kesehatan-laut-indonesia-diperiksa-bagaimana-kondisinya-saat-ini-

Artikel Terkait

Tanggapan