Zero Waste, Seni Mengontrol Potensi Sampah dan Emosi

Belum lama ini “tanpa sendok plastik” viral di media sosial. Berawal dari seorang warganet yang berbagi keluhan di media sosial twitter terkait pesanan makanannya yang diberi sendok plastik. Padahal, ia sudah memberi catatan dalam pesanannya untuk tidak diberi sendok plastik.

Cuitan yang berisi keluh kekesalannya itu kemudian ditanggapi beragam oleh netizen lainnya. Kebanyakan mengkritik cuitan keluhan tersebut sebagai sesuatu yang berlebihan.

Tulisan ini bukan untuk mengkritisi pihak mana yang lebih baik dari pihak lainnya. Justru ingin mengajak untuk melihat gaya hidup meminimalisir sampah atau zero waste, dari perspektif yang berbeda. Tidak hanya perspektif mengontrol potensi sampah, namun juga bagaimana mengontrol emosi menjadi energi untuk melakukan perubahan.

Saya kira semua orang di dunia saat ini sedang dalam kondisi serba marah akan banyak hal. Tidak terkecuali diri kita sendiri. Bisa karena kondisi ekonomi rumah tangga, situasi pandemi yang belum membaik, kesulitan pekerjaan, perkara sendok plastik, persoalan sampah global, hingga soal perang Rusia-Ukraina.

Dalam konteks permasalahan sampah, emosi justru dibutuhkan untuk menggerakan perubahan pola pikir. Bahkan saat memulai menerapkan gaya hidup zero waste di 2012, saya adalah individu yang marah dan gelisah melihat sampah. Kemarahan yang kemudian menjelma dalam praktik-praktik sederhana di keseharian.

Fokus pada Hal yang Bisa Kita Kontrol

zero waste
Belanja dengan wadah sendiri. / Foto: Jung Park / Greenpeace

Sadari bahwa ada banyak sekali hal yang tidak dapat kita kontrol sebagai individu. Ekosistem yang ada saat ini, terutama di tengah arus serba cepat dan serba digital, masih sangat kental dengan penggunaan kemasan sekali pakai.

Meski sudah banyak bermunculan inisiatif-inisiatif baik untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, masih butuh waktu yang tidak sebentar untuk bisa membangun ekosistem ramah lingkungan yang ideal.

Menyadari hal ini sebagai sebuah hal yang tidak bisa kontrol sangatlah penting, agar kita tidak mudah emosi dengan situasi yang ada. Apalagi, jika kita masih merupakan konsumen dari ekosistem digital seperti jasa layanan antar makanan.

Selain itu, juga penting untuk menyadari bahwa tidak semua orang berada di level kesadaran lingkungan yang sama. Ada yang tidak peduli, tidak tahu, baru mencari tahu, sudah melakukan perubahan-perubahan kecil, hingga lebih jauh telah melakukan gerakan besar.

Proses menyadari ini akan membuat kita mampu menerima dengan lapang hati ketika situasi yang terjadi tidak sesuai ekspektasi. Namun, berlapang hati, tentu tidak bermakna menyerah dengan timbulan sampah.

Ketika masih menerima potensi plastik sekali pakai dari paket yang kita terima, atau pesanan makanan yang datang, yang perlu dilakukan adalah fokus pada apa yang dapat kita kontrol: memilah sampah.

Cuci, bersihkan, dan keringkan plastik dan kemasan sekali pakai lainnya. Pilah berdasarkan jenisnya. Kemudian serahkan ke bank sampah terdekat.

Beli dari Tetangga

Sebuah imbauan lama yang cukup sering kita dengar. Beli dari teman atau tetangga bisa bermakna tetangga di sekitar rumah, atau usaha-usaha rumahan lainnya yang terdekat dari tempat tinggal kita.

Membeli dari teman atau tetangga bukan hanya membantu mereka secara ekonomi, namun juga bisa membantu kita mencapai tujuan untuk menghindari potensi sampah, juga minim jejak karbon. Cara ini juga upaya untuk mengontrol emosi kita terhadap keinginan berbelanja berlebihan.

Beli dari tetangga juga berarti kita membangun supporting system untuk gaya hidup berkelanjutan di area tempat tinggal kita. Cara ini sebetulnya sederhana, namun bisa jadi tidak sederhana bagi kebanyakan orang yang memang telah begitu dimudahkan dengan beragamnya pilihan dan sistem pengantaran yang praktis

Namun begitulah kesederhanaan, ia butuh proses yang rumit: kesadaran (awareness), kepedulian, empati, dan kebijaksanaan berpikir.

Mendukung Usaha Ramah Lingkungan

zero waste
Membeli minuman dengan menggunakan botol minum pribadi. / Foto: Soojung Do / Greenpeace

Saat ini mulai bermunculan cukup banyak usaha-usaha yang mengedepankan nilai ramah lingkungan. Atau setidaknya mulai memiliki perhatian terhadap isu permasalahan sampah, dengan memiliki opsi mengurangi penggunaan kemasan plastik sekali pakai.

Jumlahnya memang tidak dominan, karena itu dukungan kita terhadap jenis-jenis usaha ramah lingkungan seperti ini sangat penting untuk membantu mereka terus berkembang.

Jenis-jenis usaha ini misalnya seperti usaha sayuran yang menawarkan sistem penjualan dengan packing tanpa plastik, toko online berbagai produk yang mengirimkan paketnya tanpa potensi sampah plastik, hingga usaha-usaha toko curah (bulk store) yang menyediakan kebutuhan sehari-hari yang bisa dibeli secara curah dengan menggunakan wadah sendiri.

Mendukung usaha-usaha yang mengedepankan nilai ramah lingkungan, artinya kita tengah ikut membangun terciptanya ekosistem ekonomi yang berkelanjutan (circular economy). Jika kita merasa emosi dengan sistem yang ada saat ini, bukankah seharusnya kita mendukung upaya-upaya terciptanya sistem berkelanjutan yang diharapkan.

Jangan Lelah Berupaya

Hal yang sering terjadi ketika ketika salah meluapkan emosi, adalah sering kali kita menjadi merasa lelah. Emosi yang tidak terkontrol dengan baik, bisa berbalik membuat diri kita merasa kosong dan tak berenergi, dan kehilangan semangat untuk melakukan aksi perubahan.

Karena itu, sangat penting untuk sebisa mungkin mengontrol emosi kita dengan menyalurkannya pada hal-hal yang positif.

Melakukan aksi positif, tidak hanya berdampak baik untuk lingkungan sekitar. Namun lebih dari itu, berdampak baik untuk diri kita sendiri karena justru kita akan mendapatkan feedback yang membuat kita merasa lebih bertenaga atau terisi kembali.

Selain itu, juga penting untuk tidak berekspektasi terhadap berapa banyak jumlah orang yang akan terpengaruh dengan apa yang kita lakukan atau suarakan. Ekspektasi untuk dihargai, atau sekadar dipuji, hanya akan membuat kita lelah terutama jika apa yang kita ekspektasikan tidak terpenuhi.

Lakukan perubahan semata untuk perbaikan kualitas hidup dan lingkungan yang lebih baik, juga bergerak sesuai porsi yang kalian mampu lakukan.  Dengan begitu, kamu tidak akan pernah merasa lelah untuk terus berupaya meminimalisir produksi sampah setiap hari. ***

Baca juga: Palkon, Solusi Sampah Organik dalam Ember

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan