Warga Sangihe Menang! Kementerian ESDM Akhirnya Cabut Izin Eksplorasi Tambang Emas PT TMS di Pulau Sangihe

Tambas di Pulau Sangihe

Proses peradilan yang panjang dan berliku, warga Sangihe akhirnya memenangkan pertarungan mempertahankan tanah mereka.

Pada 8 September 2023, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut izin operasional PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS). Dengan itu, PT Tambang Mas Sangihe dilarang untuk melaksanakan kegiatan operasi produksi yang meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.

Kemenangan ini tak hanya untuk warga Sangihe, tapi juga harapan bagi pulau-pulau kecil lain yang sedang berjuang melawan industri ekstraktif dan cengkraman oligarki.

Pembatalan ini merupakan tindak lanjut upaya hukum yang dilakukan oleh warga Sangihe. Mereka menggugat kontrak karya PT TMS ke PTUN Jakarta.

warga sangihe menang , pt tms dilarang menambang di Pulau Sangihe
Spanduk kampanye warga Pulau Sangihe yang terpampang di depan gereja di Pulau Sangihe. / Foto: Greenpeace

Hal ini karena kontrak karya PT TMS bertentangan dengan  pasal 169 UU No. 4 tahun 2009 Jo. UU No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 

Izin PT TMS juga melanggar Pasal 35 huruf K UU No. 7 Tahun 2007 Jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta melanggar ketentuan Lingkungan Hidup yang diatur dalam UU  No. 32 Tahun 2009.

Tindakan Kementerian ESDM ini terkesan lamban. Pasalnya, pada 17 April 2023, Panitera Muda PTUN Jakarta telah menyatakan bahwa putusan MA yang membatalkan izin PT TMS tersebut telah memperoleh Kekuatan Hukum Tetap Perkara.

Kementerian ESDM butuh lima bulan untuk mencabut keputusannya sendiri tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe, yakni pada tanggal 8 September 2023.

Aturan peralihan UU Minerba 4 Tahun 2009 menyebutkan perpanjangan Kontrak Karya wajib diubah sesuai dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan tahapan syarat dan proses yang ketat, tidak boleh secara serta merta. 

Jika hingga saat ini masih ada Kontrak Karya (KK) yang diperpanjang tanpa berubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan jangka waktu tetap tiga puluh tiga tahun, luasan masih melampaui 25 ribu hektare dan bertentangan juga dengan UU sektoral lainnya seperti UU PWP3K maupun UU PPLH.***

Baca juga: Suara Perempuan Pesisir Pulau Sangihe yang Mempertahankan Tanah Masyarakatnya dari Perusakan Pertambangan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan