Laut Kini dan Nanti Menentukan Nasib Generasi

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar dengan 70% wilayah perairan dan 30% wilayah daratan. Kondisi geografis Indonesia juga berada diantara 2 samudera, yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Bentuk kepulauan Indonesia yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil, semakin memperkuat identitasnya sebagai sebuah negara maritim. Melalui kekayaan geografis yang ada, tentu ini memberikan kontribusi besar terhadap kehidupan dan perekonomian negara.

Melimpahnya sumber daya laut juga perlu menjadi perhatian yang serius, mengingat kondisi ini menjadi rentan dengan adanya berbagai masalah di sektor kelautan Indonesia. Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) dalam hasil risetnya di tahun 2021 mencatat bahwa ada beberapa persoalan utama pada sektor kelautan Indonesia, diantaranya ialah mengenai status pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, kebijakan pengelolaan penangkapan ikan, perlindungan dan pemberdayaan nelayan kecil, kekayaan, kesehatan, keamanan dan distribusi sumber daya kelautan secara merata, serta literasi kelautan.

Illegal fishing mungkin tidak lagi menjadi persoalan yang awam bagi masyarakat. Fenomena terjadinya illegal fishing di Laut Natuna Utara, kemudian munculnya aktivitas ancaman oleh kapal-kapal Tiongkok dan jenis kapal lainnya untuk membuang sampah ke laut. Ini telah menjadi tantangan terus-menerus bagi badan-badan internasional yang memegang sebagian tanggung jawab pemantauan laut. Illegal fishing atau penangkapan ikan secara ilegal tentu banyak merugikan nelayan kecil, begitupun aktivitas pembuangan sampah ke laut yang menganggu ekologi serta ekosistem laut. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan populasi secara drastis, bahkan kelangsungan hidup biota laut bukan lagi terganggu tapi juga mulai terancam.

Tidak hanya itu, nelayan kecil juga sangat rentan dirugikan dalam hal pelanggaran HAM di atas kapal penangkapan ikan. Dengan pekerjaan yang sulit, tak jarang juga berbahaya sebab berada di tengah laut, tapi upah yang diperoleh tak seberapa. Kondisi sarana dan prasarana yang tidak memadai, tidak efektifnya program Kartu Nelayan, kurangnya sosialisasi dan pelatihan, sampai terbatasnya akses pasar dan terbatasnya sumber permodalan menjadi persoalan di tengah mata pencarian sebagai nelayan. Ketimpangan ekosistem laut dan eksistensi HAM nyatanya berimbas juga pada kesejahteraan hidup nelayan.

Profesi nelayan sebenarnya tidak melulu tentang menangkap ikan dan komoditas laut lainnya. Peningkatan mutu pendidikan para nelayan tetap sangat dibutuhkan untuk menciptakan generasi berwawasan tinggi dalam pelestarian dan pemanfaatan secara bertanggung jawab sumber daya laut Indonesia. Luasnya lautan Indonesia menghasilkan sebaian besar oksigen yang dihirup oleh manusia. Dari laut juga penghidupan itu bisa terpenuhi, peran laut sebagai sumber makanan juga obat-obatan tentunya menjadi bagian penting dari biosfer.

Akan tetapi, dengan ketimpangan ekosistem laut yang terjadi akhirnya membuat nelayan kecil semakin kesulitan dalam mencari hasil tangkapan laut. Mereka justru akan mengeluarkan biaya yang lebih besar dan tak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Selain itu, ancaman ekosistem laut juga datang dari polusi sampah plastik yang tak mampu dikelola di sektor darat. Selain itu, industri laut dan transportasi juga menyumbang polusi pembuangan limbah, mulai dari sampah pelayaran, kebocoran pipa dan kecelakaan kapal tanker, serta tumpahan batu bara.

Adapun dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat pesisir, yakni terjadinya krisis iklim. Sebab, krisis iklim ini memicu suhu laut meningkat dan terjadi pengasaman. Kenaikan tinggi permukaan laut membuat masyarakat kehilangan tempat tinggal dan nelayan pun akan kesulitan menangkap ikan karena cuaca yang ekstrem. Sangat disayangkan sekali. Padahal jumlah lautan yang lebih besar dari daratan seharusnya bisa menjadikan kekuatan bagi Indonesia untuk menuju poros maritime dunia. Namun pada kenyataannya Indonesia masih belum siap, dengan berbagai alasan mendasar seperti paradigma pembangunan yang masih terbatas di daratan dalam beberapa dekade terakhir, akibatnya ketimpangan pembangunan antara daratan dan lautan ini begitu terlihat jelas. Persoalan yang sangat instrumental dan fundamental ialah masalah regulasi dan hokum, yang sampai saat ini memang masih overlapping antara kebijakan satu dengan yang lainnya. Misalnya saja pada orientasi pembangunan Indonesia yang cenderung terpusat. Adanya ketimpangan infrastruktur antara wilayah bagian barat dan timur Indonesia, ini menandakan adanya pemerataan yang masih belum maksimal.

Oleh karenanya, kesadaran publik tentang pentingnya ekosistem laut menjadi sangat penting. Ini harus dikembangkan secara tertib untuk kepentingan bersama agar tercipta keadilan pada ekonomi global. Terlebih lagi banyak ancaman yang dihadapi sebagai akibat aktivitas manusia yang merusak ekosistem laut. Hal ini menjadi pengingat penting akan tanggung jawab manusia dalam melindungi dan melestarikan laut. Kita perlu sadar akan pentingnya lautan dalam mengatur iklim, menyediakan pangan dan sumber daya alam, serta mendukung keanekaragaman hayat. Setiap orang punya peran untuk menjaga laut, karena kehidupan kita saling terpaut. Laut kini dan nanti menentukan nasib generasi, maka jangan biarkan degradasi terjadi.***

Artikel Terkait

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan