“Ghost Fishing” Menilik Aktivitas Perikanan yang Tidak Bertanggung Jawab: Studi Kasus Kampung Bahari Tambak Lorok Semarang

Tambak Lorok terletak di Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara yag merupakan daerah pesisir. Tambak Lorok memiliki sumber daya perikanan yang cukup baik. 

Aktivitas pencarian ikan sudah menjadi mata pencaharian sebagian masyarakatnya sejak puluhan tahun belakangan, sehingga perkampungan Tambak Lorok sangat erat kaitannya dengan masyarakat nelayan dan mayoritas penduduk berprofesi sebagai nelayan. 

Menurut data BPS Kota Semarang (2018), kawasan Tambak Lorok memiliki jumlah nelayan yaitu sebanyak 1.756 jiwa dari keseluruhan 1.919 jiwa nelayan di Semarang Utara. Nelayan Tambak Lorok semarang terbagi atas 3 jenis nelayan, yakni nelayan jaring tradisional, sodo dan arad. 

Dengan banyaknya masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan dan mayoritas menggunakan alat tangkap yang komponen utamanya adalah jaring, tentu kebutuhan jaring sangat besar dalam perawatan/perbaikan alat tangkap, baik itu ditambal maupun merajut ulang alat tangkap yang baru. 

Setelah melakukan perawatan alat tangkap, tentunya akan menimbulkan limbah. Limbah alat tangkap yang berada di kawasan kampung nelayan Tambak Lorok berada dalam fase yang mengkhawatirkan hal ini disebabkan oleh para nelayan yang membuang sembarang limbah alat tangkapnya di hampir seluruh kawasan Tambak Lorok baik darat maupun laut. 

Apabila limbah tersebut tidak diolah/dimanfaatkan dengan baik tentunya akan mencemari lingkungan dan bisa menimbulkan ghost fishing yang pastinya juga akan merugikan nelayan kedepannya.

Nelayan sedang memperbaiki alat tangkap. / Foto: Iwan Fadli

Sumberdaya perikanan sangat penting bagi penghidupan bangsa khususnya bangsa indonesia, namun data statistik menyebutkan bahwa dalam sektor perikanan di Indonesia produktivitasnya dari tahun ke tahun semakin menurun. 

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tingkat penangkapan yang berlebihan, kerusakan lingkungan perairan yang mengakibatkan banyak spesies sumberdaya perairan yang stoknya menurun drastis. 

Disamping itu semua salah satu hal yang hampir luput dari pandangan kita namun dampaknya sangat besar bagi ekosistem laut adalah hal yang akan kita bahas kali ini yaitu ghost fishing. 

Ghost fishing merupakan kegiatan dimana suatu alat tangkap masih beroperasi namun tidak terkontrol dengan baik, hal ini disebabkan karena hilangnya alat tangkap tersebut di laut atau memang nelayan yang sengaja membuang alat tangkap tersebut karena sudah usang atau tidak terpakai. 

Menurut (APEC 2004), mengatakan bahwa estimasi jumlah alat tangkap yang hilang di lautan tiap tahunnya sebesar 640.000 ton. Fenomena ghost fishing ini menjadi permasalahan serius yang harus ditangani dikarenakan hampir seluruh alat tangkap di dunia menggunakan bahan/material sintetis, karena bahan sintetis memerlukan waktu puluhan hingga ratusan tahun agar dapat terurai di lautan.

Jaring alat tangkap yang terbuang di laut. / Foto: Justin Hofman / Greenpeace

Proyek Kampung Bahari Tambak Lorok

Pada tahun 2015, Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo telah memproyeksikan kampung nelayan Tambak Lorok sebagai kampung bahari di indonesia. Untuk menyongsong Tambak Lorok menjadi kampung bahari tentunya diperlukan kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang ada di kawasan sekitar. 

Salah satu yang harus dilakukan untuk membekali warga Tambak Lorok adalah dengan memberikan pelatihan keterampilan, agar nantinya bisa meningkatkan perekonomian warga.

Pengolahan limbah alat tangkap di kawasan Tambak Lorok Semarang bisa dikatakan belum ada, hal ini dikarenakan saat ini para warga nelayan Tambak Lorok atas inisiasi pemerintah kota semarang lebih berfokus pada pelatihan pemanfaatan limbah hasil tangkapan, seperti pemanfaatan limbah kerang hijau dan kepiting. 

Apabila limbah alat tangkap ini tidak segera ditangani, tentunya akan merugikan mereka dimasa yang akan datang dikarenakan berpotensi menjadi fenomena ghost fishing dan kelak akan mempengaruhi hasil tangkapan mereka.

Dermaga kapal perikanan Tambak Lorok. / Foto: Iwan Fadli

“Ghost Fishing” Membahayakan Kehidupan Laut

Ghost Fishing menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang berada di Indonesia dan dunia, Global Ghost Gear Initiatives (GGGI) (2017), mengatakan bahwa ada beberapa konsekuensi apabila ghost fishing tetap ada di lautan Indonesia.

Di antaranya seperti jaring akan terus menangkap ikan target maupun non target walaupun jaring sudah tidak dikontrol oleh nelayan, interaksi dengan hewan-hewan non target seperti penyu, hiu dan lumba-lumba bisa membuat biota tersebut menderita karena terjerat oleh jaring atau tidak sengaja memakan partikel jaring, adanya physical impact dengan bentos, membuat bahan-bahan sintesis masuk ke dalam jaring makanan di laut dan keberadaan jaring di lautan juga bisa membahayakan keadaan kapal lain dikarenakan jaring tersangkut di propeller kapal.

Limbah alat tangkap di Tambak Lorok. / Foto: Iwan Fadli

Solusi Limbah Alat Tangkap

Penulis memberikan gagasan dalam penginisasian program pelatihan untuk keluarga nelayan (terkhusus istri) agar bisa memanfaatkan limbah alat tangkap dan bisa dikreasikan yang nantinya akan menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomis dan bisa meningkatkan pendapatan para istri nelayan serta diharapkan bisa mereduksi permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah alat tangkap ini.

Peran Perempuan Nelayan

Peranan perempuan nelayan tidak hanya sebatas sebagai ibu rumah tangga saja, tetapi juga sebagai pencari nafkah, hal ini dikarenakan istri nelayan pada umumnya memiliki peran ganda di dalam keluarganya.

Istri nelayan membantu suaminya bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam menghadapi kerentanan ekonomi dan kemiskinan masyarakat nelayan Tambak Lorok, pihak yang paling terbebani dan bertanggung jawab untuk mengatasi dan menjaga kelangsungan hidup rumah tangga adalah perempuan nelayan.

Apabila nelayan mengalami musim paceklik mengharuskan istri nelayan untuk selalu terlibat di publik untuk mencari nafkah. Tentunya hasil yang didapatkan dari para istri nelayan bisa dikatakan belum cukup untuk memenuhi seluruh perekonomian keluarga apabila suami tidak bekerja

Perempuan nelayan sedang melakukan pengasapan ikan. / Foto: Iwan Fadli

Metode Program Pelatihan

Metode pendekatan yang dilakukan dalam gagasan kreatif yang digagas penulis adalah dengan melakukan sosialisasi program kepada istri-istri nelayan Tambak Lorok dan melakukan kunjungan ke Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang dan Pemerintah Desa Kampung Nelayan Tambak Lorok untuk menawarkan kerjasama terkait dengan program. 

Melakukan perluasan masyarakat sasaran dengan mengikutsertakan para ibu PKK Kampung Nelayan Tambak Lorok untuk mengajak seluruh Ibu Rumah Tangga bergabung dalam kelompok program yang akan dibentuk. 

Tahapan pelaksanaan program ini diawali dengan melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan pihak akademisi yakni dosen (sesuai disiplin ilmu), kemudian melakukan observasi langsung ke kampung, melakukan persiapan pelatihan, penyuluhan materi bahaya limbah alat tangkap jaring bagi lingkungan dan nelayan, koordinasi kemitraan, pembentukan kelembagaan, pelatihan pemanfaatan limbah alat tangkap jaring, monitoring dan evaluasi kegiatan program.

Pelatihan pemanfaatan limbah alat tangkap didampingi oleh berbagai stakeholders baik itu dalam hal pembuatan maupun pemasaran hasil produk yang unggul. Pemasaran produk hasil dari limbah alat tangkap akan dibantu oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang dengan menempatkan hasil produk limbah ke galeri UMKM di Kota Semarang. 

Produk-produk yang dihasilkan dari pelatihan ini bisa menjadi peluang untuk menambah pendapatan istri nelayan ataupun menjadi sebuah industri skala rumahan yang pastinya bisa membuka lapangan pekerjaan baru bagi istri nelayan

Program dari gagasan kreatif ini diharapkan bisa menjadi solusi atas permasalahan ekonomi maupun lingkungan yang berada di kampung nelayan Tambak Lorok. Produk yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah alat tangkap pastinya bisa mereduksi permasalahan lingkungan khususnya ghost fishing yang berada di laut Indonesia. 

Manfaat dari program ini menumbuhkan kesadaran dan menanamkan kepedulian pentingnya menjaga lingkungan dan kesehatan laut kepada nelayan Tambak Lorok agar kelak tidak membuang limbah alat tangkap jaring sembarangan. 

Program ini juga diharapkan mampu menciptakan kelembagaan baru antar istri nelayan dengan pemerintah Kota Semarang untuk memanfaatkan limbah alat tangkap yang dapat menambah uang penghasilan mereka dan mereduksi permasalahan lingkungan akibat limbah alat tangkap jaring dan bisa mewujudkan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 pada poin 8 dan 14 serta mempersiapkan kesiapan Kampung Tambak Lorok sebagai kampung bahari di Indonesia.***

Baca juga: Ghost Fishing “The Silent Killer”: Ancaman Keberlanjutan Perikanan Indonesia

Kontributor pembantu: Dzaki Naufal Mardlotillaah Zulfikri

Editor: J. F. Sofyan

Sumber:
[APEC] Asian-Pasific Economic Coopration. 2004. Direlict fishing gear and related marine debris: An educational outreach seminar among APEC Partners. Honolulu: Seminar report, 13-16 January 2004

WorldAnimalProtection.org:https://www.worldanimalprotection.org/news/stop-deaths-countless-marine-animals-we-need-tag-fishing-gear

Global Ghost Gear Initiative Annual Report 2017

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan