Laut dan Peradabannya, Dijamah Manusia dan Kejahatannya

Bukan lautan, hanya kolam susu

Kail dan jala cukup menghidupimu

Tiada badai tiada topan kau temui

Ikan dan udang menghampiri dirimu

Jreng jreng, indahnya menikmati sore sambil ditemani pisang goreng, diiringi semilir angin yang sayup-sayupnya mengantukkan ditambah lagi alunan lagu koes plus. “bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu” lirik yang menarik dan sangat familiar .

Kalau dipikir-pikir masa sekarang ini apa masih mungkin nelayan hidupnya cukup  melaut saja? Apalagi penggalan lirik “ikan dan udang menghampiri dirimu” macam sudah tidak cocok dibenarkan sekarang ini, ya pantas saja, lah, ini lagu rupanya rilis tahun 1973.

Kenapa bisa tidak cocok? Ya garis besarnya sebab kondisi laut kita dari abad ke abad tahun ke tahun makin parah, memprihatinkan. Memprihatinkannya bukan untuk habitat-habitat dan biota yang ada di laut aja, tapi juga untuk keberlangsungan kita umat manusia.

Ya bayangkan saja kalau anak-anak kita nanti tidak bisa merasakan makan ikan, bisa-bisa ditenggelamkan sama bu Susi, eh sudah ganti menteri ya. Kita perlu ingat bahwa ikan merupakan sumber daya yang bisa habis jika kita tidak mengelola secara berkelanjutan atau ekosistem lautnya yang rusak .

Data dari The World Bank tahun 2018, ada 87 kota di pesisir Indonesia yang ikut berkontribusi memberikan sampah ke laut sekitar 1,27 juta ton. Nah loh, bisa-bisanya nyampah dibilang kontribusi. Masih dengan data yang sama, komposisi sampah yang dihasilkan berupa komposisi sampah plastik yang mencapai 9 juta ton dan diperkiran sekitar 3,2 juta ton adalah sedotan plastik.

Enggak habis pikir, kok bisa sampah plastik sebesar itu nyasar ke laut. Sebenarnya yang salah ini siapa sih? Pemerintah yang kurang tanggap sama isu ini ? atau perusahaan yang selalu menciptakan kemasan dar plastik ? atau mungkin kita, individu yang kurang perduli? mari kita merenung.

Begini, dalam Islam itu ada konsep namanya muhasabah; maksudnya muhasabah itu adalah cara kita untuk mengevaluasi diri sendiri, merenungi apakah hal baik yang pernah kita buat itu lebih dominan atau malah lebih sedikit dari hal buruk yang pernah kita lakukan. Kalau ternyata dominannya di hal buruk, sudah, berangkat, jangan mau terjebak sama hal negatif terus.

Balik lagi ke isu pencemaran laut, semua pihak yang hidupnya bergantung pada laut atau yang selama ini pernah menikmati hasil laut mestilah mau ikut bertanggungjawab terhadap persoalan ini. Ya walaupun sebenarnya ungkapan itu lebih cocok untuk mereka yang tidak tahu diri.

Karena harusnya yang ikut perduli terhadap kondisi laut ini ya seluruh umat manusia. Untuk urusan merawat lingkungan, mana mungkin bisa diklasifikasikan siapa-siapa aja yang berhak dan harus ikut menjaganya. Kalau kamu tinggal di bumi, ya kamu rawat bumi-mu.

Kenapa Sampah Itu Jadi Ancaman Bagi Kehidupan Laut?

Jelas hal pertama yang mendasari adalah, bahwa tidak ada kebaikan yang ditimbulkan dari tumpukan sampah selain penyakit. Apalagi kalau itu terjadi di laut, sampah plastik misalnya; bentuknya yang transparan dan bergerak mengayun terkena ombak akan nampak seperti ubur-ubur, sementara ubur-ubur adalah salah satu makanan bagi penyu.

Atau yang kedua adalah, terganggunya pertumbuhan terumbu karang. Keberadaan sampah di laut menghalangi masuknya sinar matahari dan ini membuat terumbu karang kesulitan untuk berfotosintesis. Kalau terumbu karang terganggu maka otomatis keberadaan ikan yang menjadikan terumbu karang sebagai rumahnya juga akan ikut terganggu, hal inilah yang akan membuat hasil tangkapan nelayan berkurang.

Banyak lagi dampak negatif dan kerugian yang timbul karena pencemaran laut ini, yang tentunya bukan disebabkan karena sampah saja, tapi ragam kejadian macam minyak tumpah juga jadi salah satu diantara sebab lainnya.

Kalau sudah begini, kita semua mesti paham, bahwa mungkin peradaban di planet ini akan terancam. Karena kalau dibiarkan terus menerus tanpa ada perubahan, ya kita siap menerima konsekuensi dampaknya .

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Tanggapan