VIDEO PENDEK: ‘Muro’, Menjaga Laut Bersama Leluhur

Muro adalah bentuk pelestarian lingkungan hidup dan ketahanan pangan berbasis kearifan lokal masyarakat adat Lamaholot. Muro mengatur praktik pengelolaan sumber daya alam berdasarkan hukum adat masyarakat Lamaholot.

Didampingi oleh salah satu LSM Lokal, 5 desa pesisir dikabupaten lembata menerapkan Muro di perairan lepas pantainya. Salah satunya Desa Tapobaran.

Menurunya volume ikan di Teluk Nuhanera membuat masyarakat Desa Tapobaran sepakat mempertegas status Muro atas wilayah perairan lepas pantai mereka.

Muro dimulai dengan ritual adat, setelah ritual adat untuk menetapkan status Muro, kawasan Muro akan dipasang pelampung-pelampung yang warnanya disesuaikan zonasi.

Selanjutnya kawasan Muro akan ditutup untuk beberapa waktu. Selama periode penutupan ini, siapapun dilarang mengeksploitasi hasil laut di kawasan Muro.

Musim panen akan disepakati bersama oleh masyarakat adat dan dibuka dengan ritual adat yang sakral.

Muro terbagi dalam tiga zona pemanfaatan, yaitu zona tahik tubere, zona ikan berewae, dan zona ribu ratu.

Setiap zona memiliki nilai filosofis dan dampak yang besar bagi pelestarian lingkungan hidup maupun ketahanan pangan. Selain itu, Muro adalah legitimasi masyarakat adat untuk menjaga laut mereka.

Lihat juga:

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan