Petik Laut: Ungkapan Syukur Manusia kepada Laut

Di antara semakin beragamnya budaya, agama, kepercayaan, ras dan lain sebagainya, terdapat ritual-ritual menarik yang mampu menyatukan keragaman budaya menjadi budaya Sendang Biru yang unik.

Adanya ritual ini merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat kepada Sang Pencipta atas limpahan kebahagiaan yang mengalir dari air.

Laut Sendang Biru yang terletak di pesisir selatan pulau Jawa ini tidak hanya memiliki keindahan alam yang memukau, tetapi juga kekayaan budaya yang menarik.

Salah satu aspek budaya yang menjadi keunikan Laut Sendang Biru adalah tradisi mengumpulkan ikan dari laut.

Nelayan di Dusun Sendang Biru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, memiliki tradisi melaut yang dilakukan setiap tahun pada tanggal 27 September pukul 12.00 WIB.

Sesaji untuk Petik Laut. / Sumber Foto: Rubianto
Prosesi Petik Laut dan larungan sesaji. / Sumber foto: Kompas

Upacara dilakukan dengan melepaskan sesaji berupa hasil bumi dan hasil laut ke laut lepas seperti tumpeng, air yang telah didoakan, dan ikan hasil tangkapan para nelayan. Petik Laut merupakan agenda tahunan yang dilaksanakan setiap 27 September.

Tradisi ini konon merupakan bentuk rasa syukur kepada alam dan Tuhan atas rezeki yang sudah diberikan kepada warga. Ini karena mereka percaya bahwa mengumpulkan ikan di laut adalah keberuntungan.

Petik Laut berasal dari dua kata yang berasal dari bahasa Jawa, yang mana kata, “Petik” dan “Laut” diartikan sebagai mengambil atau memungut yang secara harfiah berarti memetik hasil laut yang ada di laut (Martin, 2011).

Pada kesempatan Petik Laut Sendang Biru ini juga dikirab sebuah perahu besar yang membawa tumpeng, makanan dan sesaji lainnya. Selanjutnya nanti akan dibawa oleh para nelayanan lainnya untuk dilepas di laut lepas.

Setelah berada di tengah laut, tumpeng dan hasil bumi itu dilepas. Kemudian diperebutkan oleh masyarakat maupun nelayan. Momen inilah yang ditunggu-tunggu pada tradisi Petik Laut Sendang Biru.

Tradisi Petik Laut ini bisa disebut sebagai wujud dan bentuk dari budaya nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya pesisir. Tradisi Petik Laut ini biasanya dilaksanakan selama 7 hari dimana acara puncaknya adalah larung sesaji.

Sebagian masyarakat Sendang Biru menganggap bahwa ritual Petik Laut bukan lagi sebagai suatu ritual untuk mengucapkan rasa syukur atas kelimpahan sumber daya laut, namun dimaknai dengan sebutan pesta rakyat sekaligus tujuan lain yakni menarik wisatawan sebagai bagian dari tujuan ekonomi dari perayaan tradisi Petik Laut ini.

Di Sendang Biru, tradisi Petik Laut perlu memperhatikan beberapa hal, seperti adanya tumpengan yang isinya meliputi berbagai macam hasil bumi yang nantinya dihias sedemikian rupa, ditumpuk sampai menjulang tinggi. Tumpengan memiliki filosofi ucapan syukur masyarakat terhadap hasil bumi dan laut yang mereka peroleh.

Kemudian adanya boneka pengantin, adanya sesaji berupa kepala kambing atau sapi yang dulunya masyarakat menggunakan kepala kerbau sebagai persembahan kepada penguasa laut selatan.

Adanya perhiasan emas murni yang nantinya disematkan dikepala kambing dan sasaji lain berupa ayam yang masih hidup.

Acara dimulai dengan arak-arakan tumpeng raksasa yang dibuat dari hasil bumi Dusun Sendang Biru. Tumpeng tersebut diarak keliling kampung diiringi dengan barisan penari dan para pegiat budaya. Tumpeng tersebut kemudian diarahkan menuju ke dermaga untuk dinaikkan ke atas perahu dan dilarung.

Budaya Petik Laut di Laut Sendang Biru merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan dan identitas masyarakat setempat.

Aktivitas ini tidak hanya memiliki nilai budaya yang tinggi, tetapi juga memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi komunitas pesisir.

Tradisi dan ritual Petik Laut adalah bagian dari kehidupan masyarakat Sendang Biru dalam hubungan mereka dengan lingkungan perairan atau laut sebagai sumber kehidupan mereka.

Ketika berbicara tentang adat dan ritual suatu masyarakat, tentu saja mereka terikat oleh cita-cita suci yang berfungsi sebagai bentuk identitas antara masyarakat lokal dan juga masyarakat di luar wilayah.

Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat setempat, dan pihak terkait lainnya diperlukan untuk memastikan pelestarian budaya Petik Laut.

Regulasi yang jelas dan penegakan hukum yang kuat perlu diterapkan untuk melindungi wilayah perairan dan sumber daya kelautan dari praktik ilegal.

Pendidikan dan kesadaran masyarakat juga penting dalam memastikan bahwa generasi muda memahami nilai budaya dan ekonomi yang terkandung dalam Petik Laut serta berperan aktif dalam pelestarian budaya ini.

Dengan menjaga keberlanjutan budaya Petik Laut, kita tidak hanya melindungi warisan budaya yang berharga, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem laut dan menciptakan ekonomi bagi masyarakat setempat.

Budaya Petik Laut di Laut Sendang Biru adalah suatu kekayaan yang perlu dilestarikan agar dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan mendatang.

Dengan menjaga kelestarian budaya Petik Laut, kami tidak hanya menjaga warisan budaya yang tak tergantikan, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem dan mendukung ekonomi lokal. Budaya Petik Laut Sendang Biru merupakan kekayaan yang harus dijaga agar tetap lestari keberadaannya..

Tujuan Petik Laut dan Larungan adalah untuk memberikan sedekah kepada penghuni laut yaitu ikan. Tradisi Petik Laut melambangkan ketergantungan manusia terhadap laut dan penghormatan terhadap alam sebagai sumber kehidupan, karena pada dasarnya tradisi dan ritual mengumpulkan ikan di laut merupakan bentuk “ibadah” sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan dan hubungan antar manusia. manusia dan Alam.***

Baca juga: Ketika Sampah Plastik Menghantui Laut Dan Wilayah Pesisir Indonesia

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan