Jembatan Cinta Pulau Tidung: Mempersatukan Kehidupan Alam dan Manusia

“Don’t fall in love. Fall off a bridge. It hurts less”

Anonymous

“Jangan jatuh cinta. Jatuh saja dari jembatan, karena lebih terasa tak menyakitkan”

-Anonim

Masih teringat jelas kala pertama kutemukan kata-kata tersebut pada tahun 2009, sewaktu mencari ungkapan bertemakan “Masa Muda dan Cinta” untuk kubagikan, selayaknya generasi remaja Tumblr lainnya yang gila dengan kutipan. 

Masih teringat pula bagaimana kata-kata sederhana itu membuatku tertawa. Karena sebagai seorang remaja polos berusia 12 tahun, aku sama sekali tak memiliki pemahaman yang mendalam akan kata-kata tersebut. Hingga, ya—membuatku tertawa kembali setelah sepuluh tahun berlalu, dalam sebuah ironi hahaha… (menangis di pojokan)

Tetapi lucunya, seperti sudah ditakdirkan untuk terikat dengan kutipan ini, di tahun 2019 lampau,

aku hampir saja mencoba menjatuhkan diriku sendiri dari jembatan.

Walau percayalah, ini bukan sekadar jembatan biasa, ini adalah jembatan yang mampu membuatmu jatuh (hati).

Ya, jembatan ini dipanggil sebagai “Jembatan Cinta”, yang berlokasi di Pulau Tidung, Wilayah Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta ♥


Jembatan Cinta  adalah jembatan sepanjang 800 meter yang menghubungkan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil.

—Ya, teruntuk kamu yang belum tahu, Pulau Tidung ini terbagi menjadi dua kawasan yang berbeda, yakni Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil.

Pulau Tidung Besar merupakan pulau utama dimana masyarakat Tidung bertempat tinggal dan beraktivitas sehari-hari. Nah, di pulau ini, kehidupan masyarakat Tidung ditunjang oleh fasilitas ekonomi dan sosial yang tersedia disana, seperti sekolah, RPTRA, kantor pemerintah, sarana kesehatan, dll. Oh iya, masyarakat Pulau Tidung ini juga merupakan masyarakat yang heterogen loh!

Artinya, masyarakat Pulau Tidung berasal dari beberapa daerah dan etnis di tanah air, seperti misalnya Jawa, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sumatera, Betawi, Banten, Bugis, Mandar, dan Sumbawa. Itulah mengapa, atmosfer kehangatan dan keramahan masyarakat Tidung dalam menyambut pendatang baru begitu terasa.

Karenanya, meski hanya sempat menghabiskan waktu selama seminggu untuk tinggal dan bereksplorasi disana, dalam tujuh hari yang cerah itu, aku benar-benar merasa seperti berada di rumah sendiri dengan nyamannya hahaha…

Tunggu, lalu bagaimana dengan Pulau Tidung Kecil?

Yang menariknya—berbeda dengan Pulau Tidung Besar yang menjadi wilayah hunian, Pulau Tidung Kecil ini dikhususkan sebagai kawasan konservasi laut dan lingkungan!

“Tidung Kecil” | Foto: Cananga

Di kawasan ini, masyarakat Tidung yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatannya yang bernama DPL-BM (Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat) “Lestari Indah” Tidung aktif  memantau dan menjaga lingkungan dan lautan, serta melakukan kegiatan berupa konservasi bakau, benih ikan (ikan badut, kakap putih, dll.) dan terumbu karang.

Belum lagi dengan menjaga kelestarian lingkungan laut, DPL-BM Tidung juga membantu melestarikan burung-burung laut yang hidup nyaman di Pulau Tidung Kecil. Yang mana kamu harus tahu, bahwa salah satu jenis burung laut ini adalah Elang Bondol yang menjadi maskot Kota Jakarta!

Nah sekarang pertanyaannya adalah— “Mengapa jembatan yang menghubungkan kedua pulau yang berbeda ini disebut sebagai Jembatan Cinta?

Konon dalam cerita rakyat Tidung terdapat seorang pemuda dan gadis misterius yang disatukan oleh takdir untuk saling jatuh cinta begitu mereka bertemu di sebuah jembatan kayu yang menghubungkan Tidung Besar and Tidung Kecil.

Jembatan itu kemudian menjadi tempat mereka memadu kasih dan saling mencintai. Hingga mereka mempersatukan rasa cinta mereka ke dalam ikatan pernikahan dan membentuk sebuah keluarga, yang mana mereka tak gentar akan menghadapi arus gelombang kesengsaraan dan terus berjalan bersama dalam suka maupun duka.

Karenanya, jembatan yang pernah menjadi saksi cinta sejati ini mulai dikenal dengan sebutan Jembatan Cinta, sebagai bukti dari kisah cinta mereka.

“Diatas Jembatan Cinta” | Foto: Cananga

Ini juga alasan adanya mitos bahwa pasangan yang berjalan menyusuri jembatan ini secara bersama dari Pulau Tidung Besar ke Pulau Tidung Kecil dan sebaliknya akan memiliki cinta yang abadi selamanya.

Oh iya– untuk para jomblo di luar sana, jangan khawatir ya!

Jembatan Cinta ini menyebarkan cinta tidak hanya untuk pasangan saja hahaha… tetapi untuk kamu juga.

Bagi kaum jomlo, jika kamu melompat bebas dari puncak Jembatan Cinta, boleh percaya atau tidak, kamu akan segera menemukan belahan jiwamu—entah di Pulau Tidung atau mungkin juga setelah kamu kembali dari sana. Menarik kan?

Kendati ternyata, bagi DPL-BM Tidung, makna cinta yang tertera tidak hanya terhenti sampai di situ saja.

Jordy Ilhamuddin, ketua DPL-BM Tidung saat ini—sang Aquaman Pulau Tidung, atau yang akrab disapa dengan bang Jordy, kala itu berbagi begitu banyak cerita kepadaku akan kesedihan, kegelisahan, dan kekhawatirannya terhadap kerusakan lingkungan yang tampak di hadapannya.

Terutama, perihal sampah “kiriman” yang terbawa arus kian menodai lautan yang telah sekian lama sudah menjadi sosok rumah kedua di sepanjang kehidupannya.

“Karena Cinta”

Begitulah alasan yang bang Jordy tuturkan saat ditanya mengapa begitu bersemangat, tak kenal lelah, dan pantang menyerah dalam  melakukan pengawasan, pembersihan, dan pelestarian lautan bersama kawan-kawan DPL-BM, di dalam salah satu ceritanya.

“Snorkelling bersama Clownfish” | Foto: Jordy

Mungkin bagi orang lain yang mendengarnya, ungkapan tersebut terdengar klise, namun  bagiku, ungkapan tersebut membuatku terkesima.

Mengapa? Karena memang pada kenyataannya, hanya cinta yang mampu membukakan mata dan pikiran manusia untuk dapat peduli, menyayangi, dan menghargai sesama serta makhluk lain (hewan maupun tumbuhan) yang hidup berdampingan di sekitarnya.

Disitulah aku baru benar-benar tersadar akan makna sebenarnya dari Jembatan Cinta melalui pandangan masyarakat Tidung yang hidup disana.

Bukan, Jembatan Cinta bukan hanya menguatkan cinta romansa antar pasangan atau menemukan sosok pujaan seperti  yang diketahui mayoritas para wisatawan.

Tetapi Jembatan Cinta, sang penyambung antara Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil yang berlatar belakang berbeda ini, menyimbolkan bahwa hanya rasa cinta yang mampu mempersatukan kehidupan antara alam dan manusia di dalam kedamaian.

Catatan: Terimakasih kepada Bang Jordy dan teman-teman pemandu wisata lokal Pulau Tidung (Bang Sole, Bang Raswadi, Tobi, Ivan, Feri, Wahyudi dan yang lainnya), karena telah banyak memberikan ilmu, pengalaman yang menyenangkan dan inspirasi, serta mengijinkan dan memberikan bantuan dalam penulisan artikel ini.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan