Wajah Laut Indonesia: Jakarta, Bali, Raja Ampat, Yogyakarta dan Selat Malaka
DKI Jakarta
Bukan Ibukota namanya apabila tidak sarat dengan masalah. Kepadatan penduduk Jakarta yang terus berkembang dari waktu ke waktu menjadi beban tersendiri bagi kota ini.
Kompleksitas tertinggi menuju puncak hingga sampai pada prediksi bahwa jakarta akan mengalami fase tenggelam akibat peningkatan muka air laut.
Bukan suatu hal yang aneh memang karena pada zaman sebelum es, wilayah paparan sunda memang diperkirakan wilayah yang tertutupi oleh air.
Pesisir jakarta sampai saat ini masih menjadi bagian dari penyokong roda perekonomian kehidupan masyarakat sekitarnya. Meskipun tidak dapat dipungkiri ancaman terus berdatangan dari arah daratan maupun lautan itu sendiri.
Dari arah daratan ancaman reklamasi, perluasan pemukiman, pembuangan limbah, dan degradasi kualitas air dan tanah.
Terakhir masih segar diingatan, ada sejumlah pabrik farmasi yang membuang limbah parasetamol dengan alasan yang kurang bertanggung jawab ditambah dengan kebijakan pemerintah setempat yang seolah abai dan kalah dengan para korporat.
Barulah setelah tekanan para pemerhati lingkungan dilakukan penutupan paksa. Entah mengapa akhir-akhir ini pemerintah selalu lambat menyadari berbagai potensi kerusakan selain mengejar pendapatan.
Dari arah lautan yakni potensi kenaikan muka air laut, banjir rob, dan perubahan iklim menjadi ancaman serius pesisir jakarta.
Setiap musim penghujan dan pasang air laut warga bergelut dengan banjir rob. Ancaman kelaparan dan penyakit akibat banjir perlu ditanggulangi.
Pos-pos terukur akan memudahkan saluran evakuasi dan tanggap darurat perlu dipersiapkan dengan matang. Jika tidak dilakukan segera maka akan berdampak pada meningkatnya korban jiwa.
Bali
Destinasi wisata sejumlah kalangan dari dalam maupun luar negeri. Keistimewaan bali tentu saja bukan hanya sekedar pantainya saja. Budaya dan atraksi masyarakat lokal juga menjadi daya tarik sendiri.
Bali tidak pernah sepi dari lalu lalang kunjungan wisatawan. Lantas bagaimana dengan daya tahan wilayah ini terhadap semua kontak masyarakat dengan masyarakat luar serta kontak lingkungan dengan masyarakat pendatang?
Degradasi moral dan lingkungan telah lama mengancam wilayah ini. Upaya-upaya pencegahan secara adat istiadat lokal maupun campur tangan pemerintah pusat telah dilakukan. Kearifan lokal setempat patut diacungi jempol dalam mempertahan diri bermain dengan arus perubahan.
Bagaimana dengan Lingkungan pesisir? Masalah pesisir di wilayah ini antara lain abrasi, polusi merambah pada sumberdaya tanah dan air, perluasan resor, sampah, dan kebisingan.
Abrasi memang sudah cukup lama terjadi secara bertahap di pantai Bali. Abrasi mulai terlihat sejak era tahun 1980an. Sampai saat ini pantai bagian selatanlah yang paling banyak mengalami abrasi.
Sehingga pembangunan unit-unit resor baru sebagai bagian dari pendukung pariwisata yang secara tidak langsung membutuhkan lahan sekaligus daya dukung lingkungan.
Peningkatan kapasitas ini harus diiringi dengan kemampuan perencanaan pembangunan yang baik. Strategi pembangunan berkelanjutan harus diterapkan.
Jangan sampai di masa depan menjadi momok menakutkan. Surga para wisatawan ini harus dijaga kelestariannya.
Raja Ampat
Pesona Raja Ampat adalah perairan yang masih alami didukung oleh keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini merupakan gugusan terumbu karang yang menjadi pusat sporadis larva karang dunia.
Terumbu karang di Raja Ampat merupakan yang paling beragam di dunia. Tipe habitat karang antara lain terumbu karang tepi, penghalang, datar, atoll, dan jalur-jalur yang dalam.
Secara keseluruhan terdapat 1.420 spesies ikan karang dan ada juga sekitar 553 spesies karang. Endemisitas lebih dari 70 spesies ikan karang, karang, dan krustasea. Julukan bagi wilayah ini adalah kawah evolusi dan pabrik spesies.
Ancaman permasalahan di kawasan ini antara lain mulai dibukanya sebagai kawasan kunjungan wisatawan. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 15.000 wisatawan berkunjung ke Raja Ampat.
Akibatnya nanti adalah akan dibukanya fasilitas penunjang seperti perhotelan, ritel, perdagangan, serta pemukiman untuk menampung tenaga kerja.
Belum lagi peningkatan jumlah wisatawan juga akan meningkatkan intensitas transportasi laut. Bukan tidak mungkin mengganggu spesies sekitar. Dilema bukan?
Satu sisi untuk perkembangan devisa dan di sisi lain ketahanan lingkungan menjadi ancaman. Sekali lagi, bijak dalam pengelolaan agar dapat bertahan setidaknya untuk beberapa ratus tahun ke depan.
Pantai Selatan Yogyakarta
Keunikan pantai selatan Yogyakarta dari ujung barat di Kabupaten Kulon Progo sampai dengan di ujung timur Kabupaten Gunungkidul sudah tidak perlu diragukan lagi.
Kawasan ini merupakan destinasi favorit bagi warga sekitar bahkan mancanegara. Presiden Joko Widodo juga mencanangkan Yogyakarta sebagai destinasi kedua setelah Bali sebagai daerah kunjungan wisata prioritas.
Keseriusan ini dilihat dari pembangunan infrastruktur seperti bandara dan jalur darat menuju Yogyakarta.
Pantai selatan Yogyakarta terdiri dari beberapa sub bagian yang menarik antara lain kawasan konservasi mangrove, Muara kali Opak dan Progo, pantai berpasir hitam, gumuk pasir, pantai bertebing terjal (cliff), dan pantai bergelombang tinggi.
Kawasan konservasi mangrove banyak terdapat di bagian barat yaitu di Kabupaten Kulonprogo. Di sekitar muara kali Progo terdapat kawasan mangrove yang dijadikan sebagai pelabuhan nelayan sekaligus tempat berwisata.
Muara kali Opak dan Kali progo cenderung memiliki ombak yang tidak terlalu tinggi, cenderung berwarna kehijauan karena merupakan pertemuan air tawar dan air laut. Bahkan beberapa spesies penyu dapat ditemui di area ini.
Pantai berpasir hitam di Selatan Yogyakarta merupakan keunikan sendiri. Pasir ini merupakan hasil sedimentasi kali Opak dan kali Progo.
Pasir diangkut dari hulu sungai yaitu Gunung Merapi. Pasir tersebut juga mengalami sedimentasi kembali oleh angin menjadi kawasan gumuk pasir.
Akibat tekanan penduduk dan kebutuhan untuk wisatawan dengan pendirian bangunan di sepanjang pantai, kawasan gumuk pasir terus mengalami penyempitan.
Saat ini angin cenderung terhalang pohon dan bangunan sehingga kelangsungan pembentukan gumuk pasir terhenti secara masif. Bentuk sempurna dari gumuk pasir (sand dunes) sudah tidak ditemui lagi.
Paling timur pantai selatan Yogyakarta terdapat pantai dengan tebing-tebing terjal. Diperkirakan kawasan ini merupakan zona pengangkatan setelah adanya penunjaman lempeng benua Asia dan Lempeng Samudera Pasifik.
Tebing terjal tersebut didominasi oleh endapan karang purba. Pasir pantai di kawasan ini juga lebih putih dibanding dengan Kawasan Parangtritis. Pasir tersebut berasal dari erosi tebing-tebing terjal sekitar bibir pantai.
Ancaman terbesar kawasan ini adalah longsor dan jatuhan batuan. Selain itu juga kondisi ombak tinggi dapat membahayakan wisatawan yang berenang.
Selat Malaka dan Pantai Timur Sumatera
Selat Malaka merupakan pintu masuk perdagangan dunia sejak dahulu kala. Kawasan laut juga cukup padat dilalui oleh berbagai ukuran kapal.
Perbatasan tiga negara ini yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura menjadi yang tersibuk di Asia. Perebutan kawasan ini juga telah lama dilakukan oleh penjajah era kolonialisme.
Sebagai pintu gerbang tentu saja berdampak baik dan buruk kepada kedaulatan wilayah Indonesia. Pemberlakuan kawasan bebas pajak di Batam misalnya.
Barang-barang impor dengan mudah masuk tanpa pengawasan. Akibatnya adalah produk Indonesia yang akan menjadi korban kalah bersaing. Belum lagi ancaman pasar gelap dan rawan penyelundupan.
Dampak aktivitas fisik pelayaran yang padat menjadi polusi bagi keanekaragaman hayati sekitar kawasan. Ancaman nyata ini perlu dipertimbangkan dalam menjaga keberlangsungan kehidupan pesisir.
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Marine Protected Areas Governance (2012) kawasan pantai timur Sumatera merupakan daerah dengan kawasan konservasi hutan mangrove yang menjadi rumah bagi berbagai spesies ikan dan padang lamun.
Kawasan konservasi prioritas antara lain Delta Banyuasin dan Karang Gading di Selat Malaka. Kawasan ini juga menjadi habitat bagi burung Bangau bluwok (Mycteria cinerea) yang terancam punah. Kawasan ini penting untuk dijaga kelestariannya dari krisis karena banyak spesies bakau, burung air, reptil, dan mamalia yang perlu penyokong kehidupan dari tanah dan air.
Baca juga: Babat Hutan Tanpa Ragu, Kini Arktik Tak Lagi Membeku
Editor: J. F. Sofyan
Sumber:
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan Proyek Sustainable Ecosystems Advanced (SEA) USAID (2018). Kondisi Laut: Indonesia, Jilid Dua: Mengenal Lebih Dekat Jantung Perairan Indonesia bagian Timur: Kondisi dan Dukungan Proyek SEA USAID. Jakarta.
Huffard, C.L., M.V. Erdmann & T. Gunawan (Eds) (2012). Prioritas Geografi Keanekaragaman Hayati Laut untuk Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Marine Protected Areas Governance. Jakarta: Indonesia.
Tanggapan