Gawat Banyak Plastik: Ikan dan Ekosistem Laut Terancam Bahaya

mikroplastik

Laut yang bersih dan juga jernih adalah faktor utama yang membuat kita merasa nyaman untuk memandang, tapi belakangan ini kita sering melihat sampah plastik dimana mana, tidak hanya dilaut di sungai, danau, bahkan disekitar rumah kita sendiri pun masi banyak sampah plastik yang berceceran. Membuat sungai menjadi bau dan juga kotor tak terawat.

Betapa sedihnya ikan yang ada di laut, melihat rumah mereka tertutup dengan limbah limbah plastik yang ada. Betapa sedihnya para penerus bangsa nantinya yang tidak dapat melihat betapa biru dan indahnya laut kita ini.

Bersumber dari data penelitian World Wild Fund menyebutkah bahwa sedikitnya 25% spesies ikan-ikan yang ada di laut Indonesia mengandung bahan mikroplastik.

Deputi Bidang Koordinasi Pengelolahan Lingkungan, Nani Hendriarti mengatakan bahwasanya isu sampah plastik ini tidak hanya menjadi masalah di Indonesia saja, tetapi juga menjadi isu global dan menjadi perhatian untuk semua negara, karena akibat atau dampak yang didapat bukan hanya pada periran tapi juga berdampak pada ekosistem perairan dan juga kesehatan manusia.

Penelitian yang dilakukan oleh Jambeck dalam jurnal berjudul Plastic Waste Inputs From Land Into The Ocean yang menguak soal faktsa sampah plastik di laut, berisi data bahwa ternyata posisi Indonesia ada diposisi nomor dua sebagai penyumbang sampah plastic ke lautan di dunia.

Negara China menghasilkan 262,9 juta ton sampah, Indonesia menghasilkan 187,2 juta ton sampah, Filipina menghasilkan 83,4 juta ton sampah, Vietnam menghasilkan 55,9 juta ton sampah, dan Sri Lanka menghasilkan 14,6 juta ton sampah.

Juga dilansir dari World Economic Forum sebanyak sedikitnya 400 juta ton plastik dihasilkan oleh dunia disetiap tahunya, serta mengatakan bahwa sekita 150 juta ton sampah plastik yang ada di lautan berjumlah sekitar 150 juta ton dan terus meningkat hingga mencapai 8 juta ton pertahunya.

Menurut data Konferensi Laut PBB di New York pada 2017 silam mengatakan bahwa 1 juta burung laut, 100 ribu mamalia laut, kura kura laut, dan ikan ikan telah mati karena limbah plastic yang ada dilaut, dan terus berjumlah besar tiap tahunnya.

Sampah yang berada di laut tidak selalu berawal dari laut atau sumber perairan lainya, tetapi juga didapat dari darat yang akhirnya terseret dan masuk ke dalam perairan, dan 70% hingga 80% persen yan ada adalah sampah plastik yang dikonsumsi oleh manusia.

Salah satu dampak yang terjadi yang disebabkan oleh sampah plaastik ini adalah kasus penemuan bangkai paus sperma atau Physeter microcephalus yang ditemukan diperairan Pulau Kapota, Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 18 November 2018, setelah ditemukanya bangkai paus tersebut yang juga biasanya disebut dengan paus kepala kotak ini yang akhirnya dinekropsi.

Hasil dari nekropsi yang dilakukan menunjukkan banyaknya sampah plastik yang ditemukan didalam perut paus tersebut, hal yang mengejutkan lainya adalah bahwasanya sampah tersebut memiliki berat hingga sekitar total 5,9 kilogram. Hal ini tentu seharusnya membuat kita semua sadar akan ancaman bahaya sampah plastik yang ada di laut, yang hingga dapat menyebabkan mamalia air terbesar yang ada di bumi berukuran 10 meter tersebut mengalami kematian karena sampah plastik yang ada.

Presiden Joko Widodo pun mengeluarkan sebuah kebijakann yaitu Peraturan Presiden nomor 83 tahun 2018, yang berisi tentang Penangan Sampah Laut.

Terdapat rencana aksi nasional didalam kebijakan atau peraturan tersebut yang menyatakan penanganan sampaj plastik di laut 2018-2025, yang memiliki target atau pencapain sebesar 70% sampah plastik pada 2025 tereduksi.

Bidang pemerintah lain pun tidak hanya tinggal diam, diantaranya adalah Mentri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yaitu Luhut Binsar Pandjaitan, meenurut Luhut upaya untuk mengurangi sampah plastik di laut harus dilakukan secara terintergrasi baik dalam lingkup nasional, global, maupun regional. Hal utama yang patut dilakukan adalah pengurangan sampah sampah yang berasal dari daratan, tuturnya.

Dalam salah satu panelis konferensi virtual internasional yang berjudul Raically Reducing Plastic Polution: Digital Launch of Indonesia’s Multi-Stakeholder Action Plan yang dilakukan Luhut bersama dengan Global Plastic Action Partnership yang diadakan pada pertengahan april 2020 silam, yang berisi pernyataannya “Daripada bertahan dengna pendekatan business as usual, kami akan menerapkan pendekatan perubahan sistem penuh untuk memerangi limbah plastik dan juga polusi”.

Sekertaris Daerah Provinsi Jateng Dr Ir Sri Puryono KS MP menegaskan, bahwasanya diperlukan langkah yang serius untuk menyelamatkan laut Indonesia dari sampah plastik apalagi di zaman sekarang ini sampah plastik dapat didaur ulang dan dapat dijadikan barang yang bisa digunakan kembali.

Dikutip dari perkataan Ariani hermanti peneliti mikrobiologi laut dari pusat penelitian oseanografic (P20) lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LTPI) pada seminar Internstionsl Conference on the Ocean and Earth Sciences (ICOES), yang dilaksanakan pada 19 November 2020 secara daring “ karena itu perlu adanya rencana strategis dalam pengelolahan sampah dimana para pemangku kepentingan berkolaborasi dan berkampanye untuk tidak menggunakan plastik sekali pakai, mendaur ulang plastik dan mengembangkan lebih banyak mikroba pengurai plastik”.

Selain itu Kementrian Koordinator Bidang Maritim juga mengupayakan penyelesaian maasalah tersebut yang menjadikan daerah Jawa Tengah menjadi awal atau pilot project yang akan dilakukan, project yang dilakukan adalah usulan perpres tentang pusat listrik tenaga sampah, “Selain itu kami melakukan pengelolahan sampah plastik menjadi BBM , dua hari lalu saya menerima investor yang datang dari Australia. Dia mampu memanaskan plastik 400 derajat menjadi solar dan premium yang siap pakai,” tuturnya.

Dalam permsalahan ini tentunya membuat semua individu ikut terlibat dalam penanggulangan masalah tersebut, baik kementrian, lembaga pemerintah, masyarakat, akademisi, pihak swasta, maupun media. Melakukakn sejumlah pendekatan, NPAP melakukannya melalui perubahan perilaku “Melakukan kampanye untuk mengubah perilaku dari yang kurang care pada sampah plastik karena ada nilai ekonomisnya” ujarnya.***

Baca juga: Menjaga Lingkungan Melalui Susur Sungai

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan