Menjaga Lamun Untuk Keberlangsungan Ekosistem Pesisir
Mulai dari pesisir hingga perairan laut dalam, Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar. Tiga ekosistem utama pesisir yaitu lamun, mangrove dan terumbu karang yang berperan sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekologis.
Jika terumbu karang dan mangrove sering sekali dibahas, bagaimana dengan lamun? Pernahkah kalian mendengar kata lamun? Hampir sebagian besar orang masih sangat asing dengan kata ini. Lamun merupakan salah satu ekosistem yang hidup di laut yang berbentuk seperti rumput. Lamun dikenal dengan seagrass, sedangkan rumput laut yang kita tahu selama ini disebut seaweed.
Ketika dilihat langsung, lamun memiliki morfologi yang lebih mirip dengan rumput ketimbang rumput laut itu sendiri. Secara bahasa ketika diartikan seagrass berarti rumput laut (sea:laut;grass:rumput).
Lalu mengapa lamun tidak disebut rumput laut? Hal ini dikarenakan rumput laut yang biasa kita sebutkan sudah terlanjur digunakan dalam dunia perdagangan sehingga terus dipakai hingga sekarang.
Lamun di Indonesia
Lamun sendiri memiliki nama lokal di berbagai daerah, antara lain suket laut (Malang), sumput setu, rumput anang (Sulawesi Selatan), samo samo (Kepulauan Seribu), rumput gussumi, rumput lela (Sulawesi Tenggara), rumput unas (Kalimantan Timur), dsb.
Secara ilmiah lamun didefinisikan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup terendam dalam kolom air laut (Hartini dan Lestarini 2019). Sedangkan rumput laut sendiri sebenarnya merupakan makroalga. Bagian tubuh lamun terlihat jelas daun, batang, dan rhizomenya. Bagaimana dengan rumput laut? Rumput laut tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati. Tubuh rumput laut terdiri dari thallus dan holdfast.
Lamun memiliki berbagai peran dalam ekologi maupun ekonomi. Lamun menjadi habitat bagi berbagai biota di pesisir. Selain itu, menjadi tempat pemijahan dan menjadi sumber makanan bagi beberapa biota. Lamun dapat menahan limpasan sedimen yang keluar dari lingkungan mangrove atau sungai sehingga membantu perairan terumbu karang menjadi lebih jernih.
Lamun berperan sebagai penangkap sedimen serta penahan arus dan gelombang. Daun lamun yang lebat akan memperlambat aliran air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Di samping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan.
Lamun juga dikenal sebagai blue carbon yaitu penyerap karbon di laut yang nantinya disimpan dalam tubuh lamun. Secara ekonomi, lamun dapat membantu meningkatkan perikanan tangkap. Pesebaran lamun sangat luas. Lamun dapat tumbuh di wiayah tropis dan Ugahari kecuali di antartika.
Lamun di dunia mencapai 60 spesies yang terdiri dari 2 suku dan 12 marga. Di Indonesia, terdapat 13 jenis lamun yang telah ditemukan. Potensi luasan lamun di Indonesia mencapai 30.000 km2 (Green dan Short 2003). Pertumbuhan lamun sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arus, salinitas, nutrien, cahaya, suhu, dan sedimen.
Lamun dapat tumbuh pada daerah pesisir hingga kedalaman 90 m. Lamun dapat membentuk hamparan lamun yang terlihat seperti padang rumput dalam air. Padang lamun ini bisa saja ditumbuhi oleh satu jenis lamun ataupun lebih.
Sama seperti terumbu karang dan mangrove, ekosistem lamun memiliki ancaman kerusakan yang luas juga terutama dari aktivitas manusia. Kegiatan reklamasi, penambangan pasir, pengerukan atau penimbunan yang terus menerus, dan pencemaran air termasuk pembuangan limbah.
Adapun kerusakan karena faktor alami antara lain gelombang dan arus yang kuat, badai, gempa bumi, dan tsunami. Pentingnya restorasi ekosistem perlu dilakukan dalam mengupayakan dan mengembalikan atau memulihkan padang lamun yang rusak pada keadaan semula.
Sebagai negara kepulauan terbesar Indonesia harus tetap menjaga ekosistem lamun karena sangat penting dalam menunjang keberlangsungan sumber daya perikanan masyarakat!***
Baca juga: “Healing” bersama Goyangan Lamun, Mangrove dan Mentari Senja di Dermaga Pulau Tunda
Editor : Annisa Dian N
Tanggapan