Darurat Sampah Plastik di Laut

Indonesia sekarang sedang gencar-gencarnya dalam mengurangi penggunaan sampah plastik. Berbagai cara telah dilakukan mulai dari kampanye, workshop maupun aksi langsung dalam pembersihan lingkungan.  Semua cara dilakukan dengan tujuan agar masyarakat menyadari bahayanya penggunaan plastik yang terlalu sering jika diterapkan terus-menerus.

Sebagian masyarakat belum mengetahui apa dampak dari sampah plastik ini, seperti halnya aku. Dulu aku sangat cuek akan hal tersebut dan hanya mengetahui plastik akan terurai 1000 tahun lamanya. Tanpa disadari sudah berapa banyak kah plastik yang sudah aku gunakan selama hidup aku dan hal tersebut ternyata sangat mengganggu lingkungan.

Sumber Gambar

Pada tahun 2019, aku mendaftarkan diri sebagai relawan dari salah satu  organisasi yaitu Diet Kantong Plastik. Programnya pada saat itu workshop yang dilaksanakan diberbagai macam sekolah yaitu Jabodetabek-Bandung.

Disitu aku tidak hanya menjadi seseorang yang membantu dalam program tersebut, tetapi aku sambil belajar juga tentang bahayanya plastik sekali pakai. Ternyata sampah plastik  tersebut tidak hanya terdapat didarat saja tetapi sudah memasuki ke laut. Hal tersebut menjadi pelajaran baru buat aku.

Sumber gambar

Banyak informasi berupa gambar, video serta  berita yang menayangkan bahayanya sampah plastik. Apalagi sampah plastik ini sudah ditemukan dilaut dan sampah-sampah tersebut bahkan dikonsumsi oleh biota laut. Jika  ikan-ikan dilaut mengonsumsi  sampah plastik maka akan mengancam si ikan tersebut yang memakannya.

Bagaimana dengan manusia yang mengonsumsi ikan tersebut, pasti akan terkena dampaknya juga. Padahal jika kita mengonsumsi ikan itu sangat baik dan banyaknya protein, tetapi bagaimana jika ternyata ikan yang kita konsumsi memakan sampah plastik yang ada kita bukannya sehat malah terkena penyakit.

Sampah-sampah plastik tersebut jika terlalu lama terdapat dilaut akan menjadi mikroplastik yaitu butiran-butiran kecil yang semakin membahayakan kehidupan bawah laut.

Sumber gambar

World Economic Forum pada 2016 menyatakan, ada lebih 150 juta ton plastik dan setiap tahunnya mengirimkan sampah tersebut sebanyak 8 juta ton plastik. Bahkan menurut Menteri Kelautan dan Perikanan ibu Susi Pujiastuti pada 2019 mengatakan bahwa Indonesia merupakan Negara terbesar kedua setelah China dalam hal penyumbang sampah laut di dunia.

“kalau tidak bisa diubah, tidak menutup kemungkinan 2030 laut Indonesia akan lebih banyak sampah plastik dari pada ikannya” – Susi Pudiastuti .

Dengan hal tersebut pemerintah Indonesia telah merumuskan Rencana Aksi Nasional terkait pengelolaan dan pengurangan sampah plastik dilaut. Pengurangan sampah plastik sebesar 70 persen yang ditargetkan terlaksana pada tahun 2025.

Apalagi jika sampah-sampah yang didarat sudah tidak dapat ditampung lagi seperti halnya yaitu Bantar Gebang yang diprediksi 2021 sudah tidak dapat menampung sampah lagi. Hal tersebut menjadi masalah, karena masyarakat akan mengalihkannya ke aliran sungai dan akan menuju ke laut.

Bahkan dari dampak plastik tersebut yang terdapat dilaut sudah menyebabkan matinya hewan laut, seperti kejadian Paus Sperma di Wakatobi yang memakan sampah plastik. Kejadian tersebut terjadi di Sulawesi Tenggara tepatnya perairan Desa Kapota, Kecamatan Wangiwangi, Wakatobi pada hari Senin, 19 November 2018. Kondisi tersebut mengundang keprihatinan para aktivis lingkungan hidup.

Paus tersebut memiliki panjang 9,5 meter yang ditemukan telah membusuk setelah terdampar diperairan Desa Kapota. Menurut Saleh Hanan, dari Yayasan Wakatobi mengatakan ditemukan tutup botol, penutup galon, gelas minuman, tali rafia, karung terpal, kantong plastik dan lainnya.

Sampah plastik inilah yang menyebabkan paus tersebut mati karena benda-benda plastik tersebut tidak dapat hancur atau terurai didalam perut paus tersebut serta dapat mengganggu sistem pencernaannya.

Sementara itu, Kartika Sumalong dari WWF, MPA and Biodiversity Officer mengatakan, paus tersebut dikubur pada selasa pagi. Paus tersebut sempat dibelah perutnya oleh warga sekitar dan ditemukanlah sampah-sampah tersebut. Tulang-tulang dari paus tersebut dijadikan specimen di Akademi Komunitas Perikanan dan Kelautan Wakatobi.

Proses pemilahan jenis sampah yang terdapat didalam perut paus tersebut seberat 5,9 kilogram. Namun tentang penyebab kematiannya masih belum bisa dipastikan karena ditemukan juga setelah beberapa hari dengan bau busuknya tersebut.

 

Maka dari itu pemerintah berusaha membantu kolega-kolega yang menggerakkan dalam pengurangan penggunaan sampah plastik tersebut. Dengan disahkannya oleh Gubernur DKI Jakarta yaitu anies Baswedan pada Rabu, 27 Desember 2019 tentang Pengurangan & Pemilahan Sampah di Lingkungan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Hal tersebut akan berdampak untuk kedepannya dan sudah banyak toko-toko perbelanjaan atau pun pasar swalayan yang sudah menerapkannya untuk tidak lagi menggunakan kantong plastik demi menjaga lingkungan. Hal ini sangat membantu merubah gaya hidup masyarakat untuk lebih ramah lingkungan.

Yuk, kita biasakandengan gaya hidup yang baru dan yang pro terhadap kelestarian lingkungan alam kita! dimulai dari diri sendiri, dengan niat dan bergerak.  Kamu bisa memulainya dengan membawa tas plastik jika berbelanja, menggunakan tempat makan/minum sendiri, mengurangi bungkusan saset dan tidak menggunakan sedotan plastik .

Langkah kecil di mulai dari diri sendiri dan jangan lupa untuk tularkan kebaikan ke sekitarmu!

Editor : Annisa Dian N.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan