Nasib Pantai dan Penyu di Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Sangiang, Serang, Banten

Pada kesempatan kali ini, saya membagikan pengalaman saya setelah saya mengunjungi suatu tempat yaitu Pulau Sangiang yang memiliki status Taman Wisata Alam.

Saya dan rekan-rekan mengunjungi Pulau Sangiang ini, karena ada tugas mata kuliah yang mengharuskan kami untuk berangkat, Pulau sangiang sendiri terletak di Selat Sunda di antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang berdekatan dengan Lampung dan Banten.

Kami mengeksplor tempat tersebut, namun sayang sekali kami menemukan kondisi pantai yang sangatlah kotor oleh sampah, tentunya hal ini membuat keindahan pantai tidak maksimal. Sampah yang berserakan bercampur aduk mulai dari ranting hingga sampah plastik.

Dampak tersebut ternyata disebabkan tsunami pada awal 2019 yang menyebabkan kondisi pantai kotor oleh sampah.

Kondisi pantai pulau sangiang

Kemudian kami bersosialisasi dengan masyarakat setempat untuk menanyakan kenapa sampai saat ini sampah yang berada di tepi pantai tersebut tidak kunjung dibersihkan?

Jawaban masyarakat ialah karena dampak Covid-19, ko bisa yah? Jadi karena adanya bencana covid-19 ini, wisatawan tidak ada yang berkunjung ke Pulau Sangiang tersebut sehingga menyebabkan masyarakat sungkan untuk membersihkannya, tidak hanya itu jika dibersihkan oleh masyarakat pun jika tidak ada wisatawan dan pengunjung sama sekali tidak akan membuat masyarakat merawat kebersihan di pantai tersebut?

Pulau Sangiang juga menjadi salah satu pulau konservasi penangkaran semi alami Penyu , adapun jenis penyu yang berada di Pulau Sangiang tersebut ialah jenis penyu Sisik dan Hijau.

Pelepasan tukik di Pulau Sangiang. / Foto: KSDAE KLHK

Sampah-sampah plastik tidak hanya merusak keindahan pantai, yang ikut merasakan dampak karena pantai penuh dengan plastik ialah penyu. Pulau Sangiang menjadi tempat penangkaran penyu semi alami karena karakteristik pantainya berpasir dan masih asri.

Akan tetapi semenjak pantainya dipenuhi oleh sampah, penyu sekarang jarang bertelur dipesisir pantainya, karena penyu tidak bisa melakukan peneluran jika kondisi pantainya tidak bersih/dipenuhi oleh sampah, sehingga intesitas penyu yang menepi untuk bertelur semakin menurun oleh adanya sampah dipesisir pantai.

Sungguh sangat disayangkan, padahal masa sebelum terjadinya tsunami, pantai di Pulau Sangiang ini terkenal dengan kebersihan dan keasrian kawasan serta air yang biru. Dimana hal ini menjadi salah satu point plus untuk dayatarik terhadap wisatawan.

Taman Wisata Alam Pulau Sangiang pada awalnya lokasi ini merupakan kawasan Cagar Alam, kemudian melalui Kepmen Kehutanan No.55/Kpts-II/1993 diubah menjadi Taman Wisata Alam dengan luas 528.15 Ha.

Menurut BKSDA Jabar TWA Pulau Sangiang berada di bawah pemangkuan SKW  I Serang, Bidang KSDA Wilayah I Bogor, BBKSDA Jabar. Di TWA Pulau Sangiang diperbolehkan melakukan aktifitas berenang. Terdapat Obyek Daya Tarik Wisata berupa pantai yang landai dengan pasir putih.

Panorama bawah air pun tidak kalah menarik dengan TWA Laut atau TN Laut yang lain yaitu dengan keanekaragaman terumbu karang yang masih “perawan” dan biota laut lainnya sehingga sangat cocok untuk melakukan snorkling maupun diving.

Terdapat pula daya tarik lainnya berupa benteng pertahanan yang masih menyisakan puing-puing peninggalan jaman Perang Dunia II.***

Baca Juga: Laut Sidoarjo: Dampak Lumpur, Potensi Wisata, dan Kemunculan Puluhan Hiu Tutul

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan