Bagaimana Nasib Laut di Fase Pendidihan Global (Global Boiling)?
Krisis iklim merupakan salah satu akibat dari pemanasan global yang telah lama melanda bumi yang kini semakin nyata, bahkan baru-baru ini Sekjen PBB, Antonio Guterres menyebut bahwa bumi sudah masuk ke fase pendidihan global (Global Boiling) yang artinya fenomena pemanasan bumi tidak semakin baik akan tetapi semakin buruk.
Fenomena krisis iklim mempengaruhi kehidupan, mulai dari wilayah daratan, wilayah laut, hingga wilayah transisi antara darat dan laut (pesisir).
Kawasan pesisir dengan beragam aktivitas pemanfaatan, seperti kegiatan perikanan tangkap maupun budidaya, jasa transportasi pelabuhan, jasa lingkungan pariwisata, kawasan konservasi dan sebagainya tentu tak akan luput terkena dampak.
Krisis iklim yang mempengaruhi kondisi wilayah pesisir meliputi perubahan salinitas atau perubahan cuaca ekstrem yang kemudian mengakibatkan gelombang tinggi, arus yang lebih kuat, dan lebih banyak badai terjadi di laut.
Dikutip dari Patriana & Satria, 2015 menjelaskan bahwa perubahan tersebut menyebabkan perubahan rantai makanan ekosistem laut, perubahan musim penangkapan ikan, dan perubahan tempat penangkapan ikan. Fluktuasi suhu yang meningkat tajam pada waktu-waktu tertentu juga menyebabkan pemutihan (bleaching) terumbu karang.
Fenomena turunan dari krisis iklim adalah kenaikan permukaan laut, yang juga mempengaruhi masyarakat yang bergantung pada wilayah pesisir dan lautan untuk penghidupan mereka.
Krisis iklim menyebabkan perubahan arah dan kecepatan angin ekstrim yang dapat memicu terjadinya badai. Saat terjadi badai di laut, para nelayan tidak bisa melaut, sehingga tidak ada penghasilan.
Ketika para nelayan juga melaut dan terjadi badai di tengah laut, para nelayan tidak dapat menangkap ikan apapun, bahkan keselamatan para nelayan pun terancam.
Pada prinsipnya, perubahan iklim mengancam kepunahan organisme laut yang tergolong sensitif. Pada saat yang sama, organisme adaptif beradaptasi dengan perubahan air. Jika keadaan ini terus berlanjut, besar kemungkinan populasi spesies ikan tertentu akan terus menurun.
Efek perubahan iklim terhadap pola iklim dan cuaca cenderung mengganggu curah hujan. Hal ini dapat dilihat pada variasi musim hujan dan jumlah curah hujan. Hal ini tentunya akan berdampak pada tata air pesisir. Hal ini mengacu pada defisit dan surplus air di wilayah pesisir yang seringkali mempengaruhi aktivitas masyarakat secara umum.
Terjadinya hujan asam menurunkan kualitas lingkungan dan mengganggu ekosistem pesisir, misalnya berkurangnya organisme laut tertentu yang peka terhadap hujan asam.
Cuaca dan krisis iklim juga berdampak luas pada masyarakat, mempengaruhi mata pencaharian mereka dan risiko bencana.
Dalam konteks krisis iklim, kerentanan masyarakat akan lebih terasa ketika kehilangan mata pencaharian, penurunan pendapatan dari hasil laut, perubahan waktu dan tempat penangkapan ikan, bahkan terjadi perubahan mata pencaharian masyarakat pesisir.
Padahal, mata pencaharian masyarakat pesisir umumnya tidak dapat dipisahkan dari sektor perikanan dan kelautan sebagaimana dikutip dari Dasanto et al., 2022.
Banyak masyarakat pesisir yang mulai meninggalkan mata pencaharian mereka ke sektor lain karena ketidakmampuan mereka untuk memastikan kesejahteraan mereka dan faktor risiko tinggi dalam mempertahankan mata pencaharian tersebut.
Tanpa perencanaan dan penanganan yang ambisius, wilayah pesisir sangatlah terancam. Pengelolaan kawasan pesisir diperlukan tidak hanya untuk tujuan ekonomi semata tetapi juga untuk tujuan perlindungan. ***
Baca juga: PR Besar Menyongsong Merdeka Laut 2025
Editor: J. F. Sofyan
Referensi
Dasanto, B. D., Sulistiyanti, S., Anria, A., & Boer, R. (2022). Dampak Perubahan Iklim
Terhadap Kenaikan Muka Air Laut Di Wilayah Pesisir Pangandaran. RISALAH
KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang
Pertanian Dan Lingkungan, 9(2), 82–94. https://doi.org/10.29244/jkebijakan.v9i2.28039
Patriana, R., & Satria, A. (2015). POLA ADAPTASI NELAYAN TERHADAP
PERUBAHAN IKLIM: Studi Kasus Nelayan Dusun Ciawitali, Desa Pamotan,
Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan
Dan Perikanan, 8(1), 11. https://doi.org/10.15578/jsekp.v8i1.1191
Tanggapan