Berlayar di Lautan Sampah

Indonesia disebut sebagai Negara Maritim karena mempunyai luasan perairan yang lebih besar dari pada luasan daratan yaitu 3,25 juta km2 (Kementrian Kelautan dan Perikanan). Dengan hal tersebut mampu membuktikan bahwa Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa dalam sektor kelautan.

Sayangnya, masih banyak di antara kita yang belum menyadari akan kekayaan lautan kita. 3,25 juta km2 tersebut berisikan bermacam-macam kehidupan di dalamnya, seperti terumbu karang yang memiliki luas mencapai 25.000 km2 atau sekitar 10% habitat karang dunia (LIPI).

Selain terumbu karang, lautan Indonesia juga berisikan spesies penyu terbanyak yaitu 6 spesies dari total 7 spesies penyu yang ada di dunia, hal ini karena letak Indonesia yang berada di antar dua Samudra yaitu, Samudra Pasifik dan Samudra Hindia yang dimanfaatkan oleh penyu-penyu ini sebagai jalur migrasi mereka.

Selain kedua hal di atas lautan Indonesia juga berisikan kekayaan laut yang sarat akan gizi seperti gurita, cumi-cumi, lobster, dan yang tak kalah penting adalah ikan yang melimpah sehingga menjadikan Indonesia sebagai penghasil ikan terbesar di dunia.

Kekayaan biodiversitas dan biota laut harus menjadi kebanggaan untuk masyarakat Indonesia untuk tetap menjaga dan melestarikan lautan. Karena laut merupakan sumber kehidupan .

Kemudian banyak masalah juga tengah di hadapi lautan, diantaranya 1,29 Juta metrik ton (M/T) sampah plastik yang ada di lautan Indonesia adalah data dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2019 yang menyebabkan 250 juta km wilayah lautan Indonesia telah tercemar sampah plastik.

Tidak heran jika banyak kasus hewan-hewan laut yang mati karena sampah-sampah plastik tersebut yang mereka pikir adalah makanan untuk mereka. Plastik sangat susah untuk terurai dan bayangkan jika plastik tersebut ditelan oleh penyu, paus, lumba-lumba, dan hewan laut lainnya, tidakkah mereka akan mati?

Bukan hanya ditelan, terkadang mereka juga terjebak oleh plasti-plastik tersebut dan menyebabkan mereka tidak leluasa untuk berenang bebas dan berkahir pada kematian. Kematian satu jenis satwa baik di darat maupun di lautan akan merubah ekosistem suatu tempat karena mengganggu rantai makanan.

Terganggunya rantai makanan dapat menyebabkan kepunahan akan satwa-satwa tersebut. Cepat atau lambat, jika manusia tidak peduli akan kelestarian alam lingkungannya maka mereka akan menuju kepunahan.

Keadaan Sampah di Pesisir

Dok Pribadi : Pantai Namosain Kota Kupang.

Sampah plastik bukanlah sebuah masalah baru, sebuah masalah yang semakin hari, semakin besar dengan dampaknya yang besar bagi bumi. Jika tidak dapat diatasi dengan baik, maka kita akan berlayar di lautan sampah plastik di Bumi yang disebut manusia sebagai “Rumah”nya.

Namun manusia bukanlah penghuni tunggalnya, tetapi ada juga kehidupan yang kita sebut dengan “alam” dengan flora dan fauna yang juga bergantung dari bumi, yah.. bumi adalah rumah kita bersama.

Sebagai manusia, sudah seharusnya kita menjaga, merawat, dan melestarikan bumi dan kehidupan mahkluk hidup lainnya. Sadarkah kita bahwa sebenarnya “alam” selalu memberikan apa yang kita butuhkan, walaupun sebagai manusia terkadang kita acuh tak acuh terhadap alam.

Salah satu hal kecil yang sebenarnya dapat dibuat oleh manusia adalah dengan membuang sampah pada tempatnya dan mengurangi penggunaaan plastik sekali pakai yang sangat berpotensi mencemari lautan. Sayangnya kesadaran itu belum dimiliki oleh semua orang.

Sampah yang berserakan di bibir pantai

Dok Pribadi : Pantai Namosain Kota Kupang.

Berlayar di lautan sampah plastik adalah sebuah pandangan kedepan akan lautan Indonesia yang mempunyai jutaan hasil laut yang sayangnya jika tidak dijaga dari sampah-sampah plastik yang menyebabkan pencemaran di lautan, maka perlahan-lahan pelayaran di lautan sampah plastik akan terjadi dan ekosistem di lautan akan punah karena ulah manusia sendiri.

Marilah kita mulai dari diri kita sendiri untuk menjaga lingkungan kita, untuk seminimal mungkin menggunakan bahan plastik sekali pakai dan mulai  mendaur ulang sehingga mengurangi penggunaan plastik, dengan demikian kita telah berkontribusi menjaga lingkungan.

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan