Rantai Ekspor Perikanan dan Perubahan Iklim, Bagaimana Pengaruhnya ?

Rantai Ekspor Perikanan

Rantai ekspor perikanan dipengaruhi oleh perubahan iklim. Rita Lindayati, Ph.D. seorang praktisi dan bekerja sebagai Senior Environment and Climate Change Specialist/Team Leader Lestari Sustainable Development, Canada menerangkan pengaruh perubahan iklim terhadap rantai produksi perikanan saat menjadi pembicara webinar Departemen Perikanan Tangkap, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro pada 1 Oktober 2021.

“Kebanyakan di Indonesia mengulas pengaruh faktor lingkungan terhadap produksi, namun perlu juga kita soroti bahwa produk tidak akan berjalan sendiri ke negara tujuan, banyak sekali proses dari daerah produksi ke negara ekspor. Yang hanya harus ditanggung oleh eksportir. Itu semua perlu juga menjadi konsentrasi. Walaupun kita punya produksi berlimpah tapi eksportir kita tidak punya kapasitas dan tidak tau pasar, maka tidak bisa ekspor. Jadi produksi itu baru sebagian proses saja. Oleh karena itu kita perlu juga membahas mulai dari produksi hingga ke proses ekspor, apa saja tantangan-tantangan yang terjadi disitu ?” ujar Rita.

“Perubahan iklim itu ada berbagai macam triggernya. Ada yang bersifat lambat misalnya di kutub yang esnya meleleh karena terlalu panas sehingga permukaan laut meningkat dan kenaikan temperatur itu prosesnya bertahun-tahun. Perubahan iklim secara cepat itu semakin banyaknya (bencana) peristiwa alam yang seperti angin topan, gelombang besar. Keduanya sangat berhubungan baik yang lambat maupun yang cepat,” ujar Rita.

Sea Level Rise pada Produksi Perikanan

rantai ekspor perikanan
Penangkapan ikan menggunakan jaring di Filipina

“Dampak perubahan iklim pada perikanan salah satunya kenaikan tinggi permukaan air, yang bagaimana pulau-pulau kecil tenggelam dan di Indonesia juga sudah banyak terjadi. Saya pernah mengevaluasi proyek di Maluku ada pulau tenggelam. Kemudian, dengan adanya pemanasan akan ada perubahan pada pertumbuhan ikan-ikan. Distribusinya juga akan berubah, tapi tidak semua artinya menurun produksinya,” ujar Rita.

“Untuk di tropis akan ada penurunan perikanan 40 persen pada tahun 2050 jika keadaan tidak berubah. Tapi tidak semua negara mengalami pengurangan ada juga yang bertambah. Misalnya ikan-ikan yang sudah terlalu panas di daerah sini mungkin akan mencari daerah lain yang lebih cocok untuk habitatnya. Jadi perubahan itu tidak satu arah,” Ujar Rita.

Rita memberikan contoh proyeksi kontribusi sektor perikanan pada GDP Filipina dengan beberapa skenario perubahan iklim karena untuk data atau skenario di Indonesia belum ada atau Rita belum menemukannya.

” Proyeksi dengan ada mitigasi terhadap perubahan iklim tetap hasilnya akan menurun, apalagi jika tidak ada mitigasi atau sektor perikanan tersebut malukan bisnis seperti biasa maka grafiknya jelas sekali sangat menurun,” ujar Rita.

Kasus: Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Kepadatan Lobster di US

rantai ekspor perikanan dan perubahan iklim
Rita Lindayati Memaparkan Materi pada Webinar/Foto: Tangkapan Layar Youtube Official FPIK UNDIP

“Kondisi lobster dari tahun 1970 hingga 2020, datanya menunjukan telah terjadi pergeseran distribusi habitat lobster yang semulanya berada di bagian selatan menjadi menyebar ke bagian utara dan relatif menyebar. Pasca itu hingga terjadi konflik perikanan antara US dengan Kanada dan itu baru-baru ini sedang hangat,” ujar Rita.

“Kemungkinan Indonesia kasusnya tidak akan jauh beda, bisa saja ikan-ikannya berpindah ke negara-negara tetangga.

Kasus: Coffee Mulai Diproduksi di California

“Sekarang di California ada yang tanam kopi. Biasanya di California tidak bisa ditanam kopi karena sangat dingin, tapi sekarang sudah bisa. Di US itu biasanya hanya di Hawai dan Florida yang bisa. Jadi ini sudah ada tanda-tanda pergeseran daerah produksi dampak dari perubahan iklim,” ujar Rita.

Tantangan Ekspor Di Negara Tujuan yang Berkaitan dengan Perubahan Iklim

  • Tarif: Pajak Karbon, jika produksinya diproduksi dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan dan mengeluarkan emisi yang tinggi maka ini akan dikenakan pajak, Walaupun ini belum dilakukan.
  • Peraturan Teknis: Peraturan-peraturan dari negara tujuan yang sifatnya membatasi eksportir untuk memasukan barang, umunya dengan dokumen-dokumen sertifikasi yang tentunya ini semua akan memakan biaya dan menambah beban tatangan bagi para eksportir.
  • Sanitary and Phyto Sanitary (SPS): Misalnya kadar merkuri dan lain-lain.
  • Permintaan pasar/konsumen berubah karena masyarakat sudah semakin sadar dengan kondisi – kondisi kerusakan lingkungan.

Baca juga: Perikanan Berkelanjutan: Sebuah Misi Perlindungan Laut

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan