Teriakan Laut yang Terabaikan: Sampah Perikanan di Pelabuhan Perikanan Muara Angke

Pelabuhan Perikanan Muara Angke, sebuah kawasan vital yang menyatukan daratan dan perairan dengan batas-batas tertentu, berfungsi sebagai pusat kegiatan bisnis perikanan.

Tempat ini menjadi sandaran, tempat berlabuh, dan tempat bongkar muat ikan bagi kapal perikanan, dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran serta mendukung kegiatan penunjang perikanan.

Menurut data Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Provinsi Jakarta, kawasan pelabuhan perikanan Muara Angke menampung 78 pelaku usaha di industri kelautan dan perikanan, dengan jumlah tenaga kerja mencapai 3.120 orang.

Produksi hasil perikanan yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Muara Angke pada tahun 2022 mencapai 1,47 juta kilogram dalam lelang, dengan nilai produksi sekitar 12,18 miliar, dan produksi non-lelang mencapai 33,35 juta kilogram dengan nilai produksi mencapai 1,39 triliun.

Aktivitas perikanan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Muara Angke. / Foto: Iwan Fadli

TPI Muara Angke berdiri seluas 2.212 meter persegi, menjadi sentra penting dalam ekosistem perikanan.

Pentingnya pelabuhan ini juga tercermin dalam jumlah kapal perikanan yang masuk ke Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Muara Angke pada tahun yang sama. Terdapat 3.988 unit kapal perikanan dengan ukuran di bawah 30 Gross Tonage, dan 1.578 unit kapal perikanan dengan ukuran di atas 30 Gross Tonage.

Keanekaragaman Hayati Laut yang Menjadi Komoditas

Salah satu kelompok jenis keanekaragaman hayati di Pelabuhan Perikanan Muara Angke adalah cumi-cumi. Cumi-cumi, dengan tentakel dan tubuhnya yang khas, menciptakan peluang ekonomi di pelabuhan Muara Angke. Keberadaannya menunjukkan keanekaragaman hayati yang menjadi komoditas khas wilayah tersebut. Di samping cumi-cumi, beberapa spesies yang didaratkan di pelabuhan ini antara lain adalah sotong, ikan layang, ikan lemuru dan ikan tembang dan Ikan Selar.

Cumi-cumi, dengan keunikan bentuk tubuh dan tekstur dagingnya, menjadi salah satu primadona di pasar perikanan Muara Angke. Sotong juga turut mendominasi pilihan pasar dengan daya tarik tentakelnya yang elastis dan daging yang lezat.

Kedua jenis perikanan tersebut tidak hanya memberikan nilai ekonomis tinggi, tetapi juga memberikan daya tarik kuliner yang dijadikan olahan makanan laut.

Ikan layang, ikan lemuru, ikan tembang, dan ikan selar, sebagai ikan-ikan yang mendominasi jenis ikan yang didaratkan di Pelabuhan Muara Angke, menjadi bahan pokok di pasar perikanan lokal.

Keanekaragaman hayati laut seperti cumi-cumi, sotong, ikan layang, ikan lemuru, ikan tembang, dan ikan selar mencirikan komoditas dominan yang mendominasi perekonomian dan pasaran di pelabuhan perikanan tersebut. Keberadaan aktivitas ekonomi perikanan ini menjelaskan pentingnya pelabuhan sebagai pusat perdagangan hasil perikanan di Kota Jakarta bahkan dunia.

Sampah Perikanan

Penyebab peningkatan sampah perikanan di sekitar pelabuhan Muara Angke dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor utama adalah kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya.

Nelayan dan pelaku industri perikanan diduga belum sepenuhnya menyadari dampak negatif dari sampah yang masuk ke lingkungan laut.

Sampah aktivitas perikanan di Pelabuhan Perikanan Muara Angke. / Foto: Iwan Fadli

Ketidakpedulian terhadap lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang signifikan dalam meningkatnya sampah perikanan. Beberapa pihak diduga tidak memahami betapa pentingnya menjaga kebersihan laut dan bagaimana tindakan mereka dapat berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan.

Kurangnya edukasi dan kampanye lingkungan di kalangan para pelaku perikanan menjadi penyebab langgengnya perilaku ini.

Selain itu, kekurangan fasilitas pengelolaan limbah di sekitar pelabuhan juga menjadi penyebab lain dari peningkatan sampah perikanan.

Jika nelayan tidak memiliki tempat yang memadai untuk membuang sampah peralatan perikanan yang rusak atau tidak terpakai, hal ini dapat menyebabkan akumulasi sampah di area perairan sekitar pelabuhan.

Penggunaan material plastik dalam peralatan perikanan juga dapat menjadi penyebab signifikan dari sampah laut. Plastik tidak mudah terurai dan dapat mencemari lingkungan laut selama bertahun-tahun.

Jaring dan peralatan perikanan lainnya yang terbuat dari plastik yang tidak terkelola dengan baik dapat menyebabkan dampak serius pada ekosistem laut dan keberlanjutan sumber daya perikanan dan bisa menjadi fenomena ghost fishing di lautan.

Dampak Terhadap Lingkungan

Sampah perikanan yang masuk ke laut akan menimbulkan konsekuensi negatif yang dapat mempengaruhi ekosistem laut secara keseluruhan.

Salah satu dampak paling mencolok adalah kerusakan terumbu karang. Peralatan perikanan yang terbuang, terutama jaring dan alat tangkap lainnya, dapat merusak struktur fisik terumbu karang dan mengakibatkan fragmen karang rusak.

Hal ini tidak hanya mengurangi keindahan ekosistem karang, tetapi juga mengancam kehidupan karang itu sendiri serta berbagai organisme laut yang bergantung pada terumbu karang sebagai tempat hidup.

Dampak negatif lainnya dari sampah perikanan adalah kematian satwa laut. Banyak satwa laut, termasuk ikan, mamalia laut, dan burung laut, dapat terjebak dalam jaring atau peralatan perikanan yang tidak terkelola dengan baik. Ini dapat menyebabkan luka serius, kehilangan habitat, dan bahkan kematian.

Keberlanjutan populasi spesies-spesies ini dapat terancam jika dampak dari sampah perikanan tidak segera diatasi.

Gangguan terhadap ekosistem juga merupakan dampak serius dari sampah perikanan. Sampah-sampah ini dapat mengubah struktur dan dinamika ekosistem laut, memengaruhi berbagai organisme laut serta interaksi antar spesies. Perubahan ini dapat menciptakan efek domino di dalam rantai makanan laut, merugikan keberlanjutan sumber daya perikanan dan keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.

Selain itu, sampah perikanan juga dapat berkontribusi pada fenomena “rubbish oceanic belt”. Jika sampah-sampah ini tidak terkendali, mereka dapat terakumulasi dan membentuk gumpalan sampah yang dapat mengapung di lautan.

Ini bukan hanya menciptakan ancaman bagi kehidupan laut, tetapi juga dapat menciptakan masalah besar di pesisir dan daerah sekitarnya ketika sampah-sampah ini terbawa oleh arus laut dan mencemari pantai.

Pengaruh Terhadap Iklim

Sampah perikanan memiliki kaitan erat dengan masalah iklim. Salah satu dampak paling signifikan adalah terkait dengan pemanasan global. Sampah perikanan, terutama plastik, dapat menyebabkan pelepasan gas rumah kaca ketika terurai atau terdegradasi di laut. Gas-gas tersebut, seperti metana dan etilena, dapat berkontribusi pada efek pemanasan global, yang menjadi pendorong utama dari perubahan iklim yang sedang terjadi.

Dikutip dari BBC Indonesia (2016), sekitar delapan juta ton sampah plastik beredar di lautan dunia setiap tahun. Fakta tersebut merupakan hasil riset yang dikemukakan pada pertemuan tahunan American Association for The Advancement of Science (AAAS).

Kenaikan suhu laut juga merupakan dampak langsung dari sampah perikanan. Plastik yang terbuang dapat menyerap panas matahari dan memanaskan perairan sekitarnya. Selain itu, peralatan perikanan yang rusak atau terbuang dapat menyebabkan perubahan fisik pada lingkungan laut, seperti berkurangnya tutupan terumbu karang, yang kemudian dapat mempengaruhi suhu laut lokal.

Banjir rob di kawasan industri Pelabuhan Perikanan Muara Angke. / Foto: Iwan Fadli

Sampah perikanan juga berkontribusi pada perubahan iklim melalui pengaruhnya terhadap biodiversitas laut. Gangguan ekosistem laut oleh sampah perikanan dapat merusak habitat dan mengurangi keberlanjutan populasi ikan dan organisme laut lainnya.

Perubahan ini dapat menciptakan efek domino yang mempengaruhi rantai makanan dan menyebabkan ketidakstabilan ekosistem, yang pada gilirannya akan memengaruhi kemampuan ekosistem untuk berfungsi sebagai penyerap karbon yang efisien.

Peningkatan sampah perikanan juga dapat mempercepat laju perubahan iklim melalui interaksi kompleks dengan sumber daya alam lainnya. Misalnya, peningkatan jumlah sampah dapat merugikan ekosistem hutan mangrove yang berperan penting dalam penyerapan karbon dan pengurangan emisi karbon dioksida, sehingga memberikan kontribusi tambahan pada perubahan iklim.

Oleh karena itu, pengelolaan sampah perikanan tidak hanya penting untuk melindungi lingkungan laut, tetapi juga merupakan bagian integral dari upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.

Melalui peningkatan kesadaran, praktik perikanan berkelanjutan, dan upaya pengelolaan limbah yang efektif, kita dapat mengurangi dampak sampah perikanan terhadap iklim dan membantu membangun ekosistem laut yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Pemerintah memiliki peran krusial dalam pengelolaan sampah perikanan dengan menerapkan kebijakan yang mendukung praktik perikanan berkelanjutan dan pengelolaan limbah yang efektif.

Kebijakan-kebijakan tersebut mencakup regulasi terkait penanganan sampah, memberikan insentif bagi praktik-praktik yang ramah lingkungan, dan memberikan sanksi untuk pelanggaran terhadap kebijakan pengelolaan sampah perikanan.

Koordinasi yang lebih baik antara pemerintah, industri perikanan, dan kelompok masyarakat menjadi kunci penting keberhasilan dalam mengatasi masalah sampah perikanan.

Pendekatan holistik yang melibatkan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri perikanan, dan masyarakat lokal, menjadi kunci untuk pengelolaan sampah perikanan yang berhasil di Pelabuhan Muara Angke.

Dengan upaya bersama ini, diharapkan dapat tercipta lingkungan perairan yang lebih bersih dan berkelanjutan di sekitar pelabuhan, mendukung keberlanjutan sumber daya perikanan, serta menjaga keseimbangan ekosistem laut.***

Baca juga: Hari Perikanan Sedunia: Stok Ikan Menipis, Wilayah Tangkap Terdampak Industri, dan Ketidakadilan Antara Nelayan dengan Industri Perikanan

Editor: J. F. Sofyan

Referensi:

  • Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, 2022.
  • BBC Indonesia. Riset: 8 juta ton sampah plastik ke laut tiap tahun. 26 April 2016. https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/02/150213_iptek_sampah_laut

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan