Omah Ikan: Wadah Pembinaan Pelaku Usaha Budidaya Perikanan Untuk Mendorong Peningkatan Investasi Akuakultur Secara Bekelanjutan

Berdasarkan data FAO (2014) pada tahun 2012 Indonesia menempati peringkat ke-4 untuk produksi perikanan budidaya di dunia. Hal ini menunjukan bahwa kapasitas perikanan budidaya di Indonesia memiliki potensi.

Perikanan budidaya air laut di Indonesia seluas 8,3 juta Ha (yang terdiri dari 20% untuk budidaya ikan, 10% untuk budidaya kekerangan, 60% untuk budidaya rumput laut, dan 10% untuk lainnya).

Perikanan budidaya air payau atau tambak seluas 1,3 juta Ha. Perikanan budidaya air tawar seluas 2,2 juta Ha (yang terdiri dari kolam seluas 526,40 ribu Ha, perairan umum (danau, waduk, sungai dan rawa) seluas 158,2 ribu Ha, dan sawah untuk mina padi seluas 1,55 juta Ha).

Fakta ini dapat memberikan gambaran bahwa potensi perikanan Indonesia sangat besar, sehingga apabila dikelola dengan baik dan bertanggungjawab agar kegiatannya dapat berkelanjutan, maka dapat menjadi sebagai salah satu sumber modal utama pembangunan di masa kini dan masa yang akan datang dan dapat memberikan manfaat yang maksimal secara berkelanjutan bagi negara dan masyarakat Indonesia.

Hal tersebut juga telah diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 45 tahun 2009 pasal 6 ayat 1 yang menegaskan bahwa pengelolaan perikanan ditujukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan.

Aspek-Aspek Aktivitas Perikanan yang Berkelanjutan

Menyadari pentingnya arti keberlanjutan, maka pada tahun 1995 badan dunia FAO merumuskan konsep pembangunan perikanan berkelanjutan dengan menyusun dokumen Kode Etik Perikanan yang Bertanggung Jawab atau Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).

Aktivitas perikanan yang berkelanjutan dapat dicapai melalui pengelolaan perikanan yang tepat dan efektif, yang umumnya ditandai dengan meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan manusianya serta juga terjaganya kelestarian sumber daya ikan dan kesehatan ekosistemnya.

Selanjutnya, Charles (2001) dalam paradigmanya tentang Sustainable Fisheries System, mengemukakan bahwa pembangunan perikanan yang berkelanjutan harus dapat mengakomodasi empat aspek utama yang mencakup dari hulu hingga hilir, yakni:

1. Keberlanjutan ekologi (ecological sustainability): memelihara keberlanjutan stok/biomass sumber daya ikan sehingga pemanfaatannya tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistemnya.

2. Keberlanjutan sosio-ekonomi (socioeconomic sustainability): memperhatikan keberlanjutan kesejahteraan para pelaku usaha perikanan dengan mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang layak.

3. Keberlanjutan komunitas (community sustainability): menjaga keberlanjutan lingkungan komunitas atau masyarakat perikanan yang kondusif dan sinergis dengan menegakkan aturan atau kesepakatan bersama yang tegas dan efektif.

4. Keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability): menjaga keberlanjutan tata kelola yang baik, adil, dan bersih melalui kelembagaan yang efisien dan efektif guna mengintegrasikan atau memadukan tiga aspek utama lainnya (keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosio-ekonomi, dan keberlanjutan masyarakat).

Permasalahan yang Dihadapi di Sektor Budidaya Perikanan

Secara umum, aktivitas perikanan di Indonesia belum menunjukkan kinerja yang berkelanjutan. Hal ini, dapat dilihat dengan masih belum banyaknya jumlah usaha budidaya perikanan di Indonesia yang berjalan langgeng (bertahan dalam jangka panjang).

Selain itu, sektor budidaya perikanan nasional juga masih cukup banyak menghadapi kendala atau permasalahan yang cukup kompleks.

Permasalahan paling utama yang menjadi penyebab perikanan di Indonesia belum berjalan secara berkelanjutan adalah masih lemahnya sistem pengelolaan perikanan (fisheries management system).

Seperti halnya permasalahan yang dihadapi di sektor budidaya perikanan, diantaranya adalah:

1. Kebutuhan pakan yang masih tergantung dengan impor dari negara lain;

2. Sebagian besar usaha perikanan budidaya di Indonesia belum menerapkan good aquaculture practices, sehingga aktivitasnya berdampak pada degradasi lingkungan yang cukup signifikan, yang akhirnya menimbulkan masalah penyakit, kematian massal, dan juga terjadinya pencemaran, baik dari limbah sisa pakan maupun dari limbah penggunaan obat-obatan yang tidak tepat jenis dan dosis;

3. Masih sering terjadinya konversi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, sehingga sering menjadi ancaman langsung mapun tidak langsung bagi keberlanjutan usaha perikanan budidaya;

4. Ketersediaan induk ikan dan udang unggulan masih sangat terbatas.

Omah Ikan

Upaya memanfaatkan sumber daya ikan secara optimal, berkelanjutan, dan lestari merupakan tuntutan yang sangat mendesak bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan, pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta peningkatan ekspor untuk menghasilkan devisa negara.

omah ikan

Maka dari pada itu, “Omah Ikan” dibentuk sebagai wadah pembinaan pelaku usaha budidaya perikanan untuk mendorong peningkatan ivestasi akuakultur secara bekelanjutan. Pengembangan Omah Ikan akan ditentukan oleh kemampuan berwirausaha dalam hal penguatan keterampilan SDM, penguatan izin usaha, upgrade inovasi dan teknologi akuakultur, dan penambahan modal.

Apabila para pelaku usaha budidaya perikanan mampu memadukan 4 (empat) hal tersebut dalam satu kesatuan, maka dapat dikatakan usahanya akan dapat mengalami kemajuan dan perkembangan yang cukup pesat.

Pembinaan dan pendampingan oleh Omah Ikan perlu dilakukan secara bertahap agar para pelaku usaha mampu beradaptasi dengan mudah terkait strategi bisnis yang telah di atur polanya.

Dalam pelaksanaannya, Omah Ikan memliki 4 (empat) gagasan utama sebagai berikut:

1. Melakukan penguatan terhadapat kualitas SDM untuk para pelaku usaha budidaya perikanan

Meningkatkan kualitas SDM memang bukan perkara mudah. Sebab, di dalam kegiatan meningkatkan kualitas SDM terdapat pembentukan personal.

Pembentukan personal tersebut mencakup peningkatan kualitas, baik dalam hal keterampilan hingga kemampuan individu dalam berusaha.

Melalui Omah Ikan, para tim fasilitator akan menysun konsep dan materi yang relevan. Setelah itu, tim akan aktif dalam mengadakan training secara berkala dan menghadirkan materi-materi pelatihan yang secara realitas akan mereka hadapi.

Mulai dari persiapan sarana dan prasarana, kegiatan operasional (pengelolaan kualitas air & pemberian pakan), pengendalian hama penyakit ikan hingga penanganan pra dan pasca panen.

2. Penguatan izin usaha budidaya perikanan

Sebagai seorang pengusaha, mereka wajib diberikan pelayanan pendampingan agar bisa mengakses sistem online AHU (Administrasi Hukum Umum) dan OSS RBA (Online Single Submission Risk Based Approach) untuk menerbitkan atau memperbaharui izin usahanya.

Namun persoalan yang di hadapi saat ini para pelaku usaha memiliki pengetahuan yang minim terkait teknis pengurusan perizinan tersebut, karena mereka jarang sekali berurusan dengan pemerintah sehingga informasi yang mereka dapatkan juga cukup terbatas.

Dalam menyikapi masalah ini, Omah Ikan akan memfasilitasi para pelaku usaha budidaya perikanan dalam memahami penggunaan sistem tersebut mulai dari pendaftaran hak akses, pendampingan pengisian data usaha hingga penerbitan izin usaha.

3. Upgrade inovasi dan teknologi akuakultur

Inovasi teknologi akuakultur sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas budidaya perikanan. Penggunaannya harus didorong secara masif untuk menjangkau sampai ke pembudidaya skala kecil sehingga dapat mendongkrak pendapatan.

Inovasi tersebut di antaranya seperti mikrobubble generator untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dan pemberi pakan otomatis atau automatic feeder agar lebih efisien terhadap pengelolaan pemberian pakan ikan.

Pemanfaatan teknologi ini diharapkan mendukung pencapaian target produksi perikanan budidaya pada 2022 sebesar 18,77 juta ton (KKP, 2022). Tidak hanya itu, pengembangan ikan monosex (sex reversal) dan peningkatan varietas baru untuk menciptakan ikan yang lebih tahan terhadap penyakit juga merupakan bentuk inovasi akuakultur yang saat ini sudah mulai dikembangkan.

Melalui Omah Ikan, diharapkan tim fasilitator mampu melakukan pendampingan para pelaku usaha budidaya perikanan untuk upgrade pengembangan inovasi dan teknologi akuakultur dalam bisnis mereka

4. Penambahan modal

Setelah para pelaku usaha budidaya perikanan memiliki izin usaha (NIB) yang sah akan memudahkan mereka dalam pengajuan permodalan usaha.

Dengan hadirnya KUR (Kredit Usaha Rakyat), dimana sebagian besar permodalanya dibantu oleh pemerintah sehingga bunga kredit yang dibebankan kepada pelaku usaha relatif cukup kecil.

Namun disisi lain, permodalan yang dibiayai dengan hutang akan memiliki beban tanggungjawab jika hutang yang dimiliki tidak mampu untuk dibayar.

Hal ini menjadi kekhawatiran sebagian orang dalam memanfaatkan modal usaha melalui dana KUR. Dengan adanya tim Omah Ikan, akan memfasilitasi para pelaku usaha budidaya perikanan dalam menganalisa besaran yang ideal untuk pengajuan dana KUR.

Kemudian, tim akan memberikan bimbingan bagaimana cara penyusunan pembuatan pengajuan proposal untuk pendanaan tersebut agar bisa di setujui. Hal ini penting dilakukan untuk meningkatkan produktifitas dan perluasan sektor bisnis mereka.

Dalam pelaksanaannya, strategi pelaksanaan Omah Ikan akan di bagi menjadi 3 segmentasi yang di gambarkan dalam bagan alur berikut ini:

Skema strategi dan pelaksanaan Omah Ikan

Pelaksanaan strategi segmentasi ini dibagi menjadi 3 (tiga) alur yang meliputi Pra Aksi, Aksi Sosial Terintegrasi dan Pasca Aksi. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

Pra Aksi, Wajib Dilakukannya Pembekalan Tim Pelaksana

Hal utama yang harus dilakukan yaitu menyusun silabus mengenai pendampingan dan mentoring terhadap pelaku usaha. Beberapa materi yang wajib di susun yaitu terkait rancangan analisa usaha budidaya perikanan.

Selain itu tim pelaksana juga wajib menguasai dasar-dasar manajemen budidaya ikan agar memahami dalam alur kerjanya. Tim pelaksana juga akan mendapatkan pelatihan dalam memahami sistem AHU dan OSS RBA untuk penerbitan izin usaha budidaya perikanan.

Hal ini bersifat wajib karena tim pelaksana akan berperan penting terhadap pendampingan para pelaku usaha budidaya dalam memproses penerbitan Izin Usaha.

Aksi Sosial Terintegrasi, Tim Melakukan Observasi Kepada Para Pelaku Usaha Budidaya Perikanan untuk Memastikan Status Izin Usaha

Tim siap melakukan pendampingan untuk pengurusan dan penerbitan izin usaha secara gratis. Tidak hanya sampai di situ, tim juga akan melakukan pendampingan dan mentoring terhadap pengembangan bisnis usaha budidaya perikanan mulai dari pengembangan kapasitas SDM, penguatan inovasi teknologi akuakultur dan pendampingan terhadap pendaftaran izin usaha ke Pemerintah Daerah untuk mendapatkan berbagai pelatihan dari pemerintah.

Pasca Aksi, Tim Wajib Mengumpulkan Temuan-Temuan di Lapangan sebagai Bahan Kajian Evaluasi

Evaluasi dilakukan secara 2 (dua) arah yang meliputi:

1. Evaluasi Internal, diperuntukan untuk kinerja masing-masing tim pelaksana. Hal ini perlu dilakukan evaluasi secara berkala mulai dari seberapa jauh tim mampu berkolaborasi dengan baik dan memperkuat koordinasi untuk kelancaran kegiatan.

2. Evaluasi Eksternal: diperuntukan untuk kejadian apa yang menjadi kendala para pelaku usaha budidaya perikanan yang diluar kendali tim pelaksana saat dilapangan. Hal dilakukan untuk mengkaji lebih detail terkait penyelesaian masalah.

Ukuran keberhasilan kegiatan Omah Ikan yaitu ketika tim dapat berkolaborasi dengan baik dan kegiatan dapat berjalan secara berkelanjutan serta mendapat dukungan penuh oleh komunitas lokal para pelaku usaha budidaya perikanan dan pemerintah daerah.

Tidak hanya itu, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan contoh dan ide baru tentang metode pendampingan untuk para pelaku usaha budidaya perikanan agar lebih produktif dalam meningkatan produktifitas hasil panen dan aktifitas kerjanya.

Selain itu, indikator terpenting dari keberhasilan kegiatan ini adalah mempertahankan eksistensi para pelaku usaha budidaya perikanan untuk tetap konsisten dan mampu mengikuti perkemabangan bisnis, inovasi dan teknologi akuakultur yang berkembang saat ini.

Aktivitas perikanan yang berkelanjutan dapat dicapai melalui pengelolaan perikanan yang tepat dan efektif, yang umumnya ditandai dengan meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan manusianya serta terjaganya kelestarian sumber daya ikan dan kesehatan ekosistemnya.

Pembinaan dan pendampingan oleh Omah Ikan perlu dilakukan secara bertahap agar para pelaku usaha budidaya perikanan mampu beradaptasi dengan mudah terkait strategis bisnis yang telah di atur polanya.

Penguatan SDM, pengurusan Izin Usaha dan peningkatan inovasi teknologi akuakultur penting dilakukan untuk meningkatkan produktifitas hasil panen.

Selain itu, tim pelaksana Omah Ikan, memiliki peranan penting terhadap pemdampingan pengajuan dana KUR dengan analisa yang tepat untuk para pelaku usaha budidaya perikanan agar mampu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi.***

Baca juga: Bio-Testo Fish: Suplemen Bio Hormon Dari Bahan Madu Alami untuk Meningkatkan Produktifitas Budidaya Ikan

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan