Potret Suram dan Ancaman Pengrusakan Lingkungan Pulau Langkai

Pulau Langkai merupakan pulau yang berpenghuni, yang terletak di sebelah barat daya Kota Makassar yang berjarak 35,8 km dari Kota Makassar dan merupakan pulau terluar dalam wilayah administrasi Kota Makassar

. Luas Pulau mencapai lebih dari 26,7 ha. Pulau ini cukup padat penduduknya yakni 430 jiwa dengan 127 KK bersal dari berbagai suku yakni Maros, Pangkep, Mandar dan Makassar.

Pulau Langkai memiliki panorama yang sangat eksotis, dengan pesisir berupa pasir putih yang cukup lembut berpadu dengan air laut yang sangat jernih, dan pepohonan kelapa yang tumbuh berjajar di tepi pantai. Selain itu kondisi bawah laut Langkai cukup indah untuk melihat terumbu karang yang cantik dengan ikan warna-warni.

Pulau Langkai dapat dijangkau dengan transportasi laut seperti speed boat dan jolloro’ yang hanya dapat di sewa dan belum tersedia kapal regular ke Pulau Langkai. Hanya ada satu akses ke Pulau Langkai yaitu dari Kota Makassar, tepatnya di Pelabuhan Rakyat Paotere’ dengan waktu tempuh berkisar kurang lebih tiga jam.

Selain untuk kapal penumpang, sarana transportasi jolloro’ juga dimanfaatkan oleh masyarakat Langkai sebagai akses ke Kota Makassar untuk menjual ikan hasil tangkapan dan kebutuhan warga pulau.

Selain akses transportasi yang terbatas dan kurang memadai, tingkat pendidikan masyarakat Langkai relatif rendah karena sebagian besar penduduk hanya tamatan Sekolah Dasar. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan di Pulau Langkai.

Diantaranya karena minimnya fasilitas pendidikan yang menyebabkan para tenaga pendidik tidak optimal dalam melakukan proses belajar mengajar dan hanya terdapat PAUD dan SDN, serta kurangnya dorongan orang tua untuk menyekolahkan anaknya hingga pada jenjang yang lebih tinggi.

Keterbatasan pendidikan juga berbanding lurus dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dimana pekerjaan utama masyarakat di Langkai adalah nelayan, sedangkan pekerjaan sampingan adalah pedagang kecil dan pengrajin perahu. Penghasilan masyarakat di Langkai pada umumnya tergolong rendah yang hanya dibawah Rp.1.000.000.

Masalah lain yang menjadi kebutuhan masyarakat Langkai, seperti pemenuhan air bersih dengan pengadaan tandon air dan sumur, penerangan listrik dengan pengadaan instalasi listrik tenaga surya, dan pembangunan dermaga.

Selain potret suram kondisi masyarakat Langkai, terdapat pula ancaman mengenai pengrusakan  terumbu karang yang disebabkan oleh aktivitas manusia, hal ini terlihat dari banyaknya pecahan-pecahan karang (rubble). Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak atau biasa disebut bom ikan, bahan kimia beracun yang berbahan dasar potassium sianida dan pengambilan jenis-jenis karang tertentu untuk diperjual belikan.

Kegiatan penangkapan tidak ramah lingkungan merupakan salah satu bentuk pengambilan sumberdaya secara berlebihan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan permintaan pasar. Terkadang permintaan pasar yang tinggi membuat nelayan dengan modal yang kuat menggunakan bahan kimia beracun dan juga bom ikan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan karang. Hal ini membuat kerugian bagi masyarakat nelayan tradisional.

Para pengguna bahan kimia potassium sianida umumnya bermaksud menangkap ikan karang untuk dipasarkan dalam keadaan hidup di Negara tertentu, sehingga membentuk sindikat internasional. Sedangkan ikan-ikan yang di bom biasanya akan mati dan mengalami kondisi yang rusak sehingga hanya dapat dipasarkan dalam skala regional.

Dalam penegakan hukum, para pengguna alat tangkap tidak ramah lingkungan sering kali tebang pilih. Mereka yang mendapatkan keuntungan dan modal yang besar dapat digunakan untuk menetapkan kolusi dengan penguasa tertentu. Sehingga bila tertangkap sering mengalami kesulitan untuk dihukum.

Hal ini tentunya tidak dapat dibiarkan, mendorong semua pihak terlibat dalam mengatasi masalah ini. Diperlukan upaya yang sangat ketat untuk menjaga lingkungan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat Langkai agar terciptanya peningkatan taraf hidup masyarakat pulau yang lebih baik.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan