Main ke Pantai: Menghangatkan Diri atau Menghangatkan Bumi?

Siapa yang tidak suka menyantap hidangan berkuah saat selesai berenang? Apalagi dibuat secara instan. Makanan instan pasti sudah sangat familiar bagi masyarakat seluruh dunia khususnya Indonesia.

Salah satu makanan instan favorit masyarakat adalah mie instan. Mie instan menjadi makanan yang asyik dikonsumsi dipinggir pantai karena pembuatannya yang praktis, efisien, ditambah wadahnya yang berbentuk cup menjadikan mie instan cup sebagai salah satu alternatif bekal menyenangkan saat berlibur. Apakah kalian salah satunya yang membawa bekal mie instan saat berlibur ke pantai?

Pantai Carita yang terletak di ujung barat Pulau Jawa menjadi salah satu tempat wisata di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Akses menuju wisata pantai carita terbilang sangat mudah karena kawasan pantai yang strategis berada di sepanjang kawasan jalan nasional utama.

Pantainya unik dan indah karena terdiri dari jenis pantai berkarang dan berpasir membuat wisatawan dapat memilih ingin berlibur di jenis pantai yang mana dengan disuguhi pemandangan indah Gunung Anak Krakatau.

Namun, keindahan tersebut terancam oleh masalah serius yaitu sampah, khususnya sampah kemasan mie instan dan mie instan cup. Tentu, adanya sampah kemasan tersebut memberikan dampak yang sangat mengganggu baik bagi wisatawan, masyarakat sekitar, dan ekosistem.

Mie instan yang sangat digemari masyarakat membuat produksi akan sampah kemasannya menjadi terus meningkat. Salah satu kasusnya ialah di Pantai Carita. Banyaknya pedagang yang menjual mie instan dan wisatawan yang membawa mie instan cup dari rumah secara tidak langsung membuang bekas sampahnya di sekitar pantai.

Sampah yang dibuang lalu terbawa angin dan ombak lalu menumpuk di satu titik lalu, mengotori area pantai. Sampah yang tidak menepi akan menjadi teman berenang para wisatawan tentu hal tersebut membuat tidak nyaman, sangat tidak nyaman, siapa yang mau berenang ditemani sampah?

Sampah kemasan mie instan (Pop Mie). / Foto: Penulis

Seperti yang terlihat pada gambar, disekitar tempat duduk wisatawan terlihat sampah berserakan dari mulai sampah plastik, kardus, styrofoam, dsb. Sampah-sampah tersebut akan mengotori wilayah pantai dan membuat wisatawan tidak akan nyaman.

Maka dari tentu dibutuhkan pertanggungjawaban baik pihak pengelola maupun wisatawan yang datang agar bertanggung jawab terhadap sampah yang diproduksi masing-masing.

Terkadang mereka yang membuang sampah mie instan dan mie instan cup ke laut abai akan dampak negatif yang timbul, karena menurut mereka hanya sesekali melakukan hal tersebut, padahal jika pada hari itu saja 100 orang berpikiran sama dan melakukan hal seperti itu, tentu akan membuat tumpukan sampah mie instan.

Sampah mie instan yang terbuat dari plastik akan sangat sulit terurai, bahkan pada 2019 saja gempar akan seorang mahasiswa yang menemukan sampah kemasan mie instan yang diproduksi pada tahun 2000 silam karena dalam kemasannya menunjukan slogan “Dirgahayu RI Ke-55”, apalagi sampah styrofoam yang sulit untuk diuraikan hal ini telah diperkuat dengan studi yang dilakukan peneliti dan menghasilkan fakta bahwa kantong plastik dan styrofoam memerlukan ribuan tahun untuk dapat terurai.

Dikutip dari laman Greenpeace.org sekitar 4,7-12,7 juta ton sampah dibuang ke laut dan Indonesia menjadi negara dengan menduduki peringkat kedua negara dengan penyumbang sampah terbesar ke lautan dunia.

Ada banyak dampak dan kerugian yang ditimbulkan akibat tingginya volume sampah ini. Berdasarkan laporan Center for International Environmental Law (CIEL) yang berjudul “Plastic & Health: The Hidden Costs of a Plastic Planet,” risiko berbeda dapat ditimbulkan dari tahapan siklus hidup plastik mulai dari proses ekstraksi di hulu, produksi bahan baku, pemanfaatan plastik, dan efek penggunaan terhadap kesehatan.

Apakah Benar Sampah Mie Instan Baik Plastik Maupun Styrofoam Dapat Memperparah Pemanasan Bumi?

Greenpeace Internasional bersama seniman dan aktivis Benjamin Von Wong memamerkan instalasi seni setinggi 5 meter bernama Mesin #PerpetualPlastic di tepi Sungai Seine pada Sabtu, 27 Mei 2023 untuk menyampaikan pesan yang tegas: Perjanjian Plastik Global harus berhenti produksi dan penggunaan plastik. / Foto: Noemie Coissac / Greenpeace

Dampak yang paling terasa akibat banyaknya sampah di pantai maupun ekosistem lautan adalah rusaknya ekosistem yang sangat berdampak signifikan bagi daerah pesisir. Namun, dibalik hal tersebut tersembunyi dampak global bagi seluruh makhluk hidup yaitu pemanasan bumi.

Risiko tersebut muncul pada tahapan produksi bahan baku, karena produksi plastik dan Styrofoam yang berlebihan dapat menghantarkan bumi secara keseluruhan.

Bahan baku untuk plastik, seperti minyak bumi dan gas alam, harus diekstraksi dari lingkungan alam kita yang semakin terbatas. Proses produksi plastik juga membutuhkan energi yang besar dan berkontribusi pada emisi gas rumah kaca, yang bertanggung jawab atas perubahan iklim yang semakin merusak bumi.

Selain itu tempat pembuatan styrofoam menjadi salah satu manufaktur yang menciptakan limbah berbahaya, hal tersebut terjadi karena dalam proses pembuatannya memproduksi senyawa yang dapat merusak lapisan ozon, dimana lapisan ozon adalah lapisan yang melindungi bumi dari paparan sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari.

Pada proses produksinya pun jutaan karbon dioksida akan terlepas ke atmosfer, hal ini tentu memicu dan mempercepat proses pemanasan bumi.

Jika pemanasan bumi terus meningkat maka suhu bumi pun akan terus memanas dan membuat banyak dampak yang lebih mengkhawatirkan lagi.

Maka dari itu, untuk membantu bumi mengurangi dampak pemanasan global, mulailah dari hal kecil yaitu untuk membawa bekal makanan dan menggunakan botol minum yang berisi coklat panas, susu, atau minuman lainnya.

Jika ingin bekal makanan dan minumannya terjaga kehangatannya dapat menggunakan tas thermal atau tas penjaga suhu makan, selain menyehatkan dan dapat menghangatkan badan sesudah berenang di pantai, hal tersebut membantu bumi memperlambat peningkatan suhu bumi.***

 Baca juga: Turunnya Potensi Kekayaan Laut Akibat Krisis Sampah Plastik

Editor: J. F. Sofyan

Referensi:

Greenpeace Indonesia. Nov 12, 2019. Krisis Belum Usai.

Greenpeace Indonesia. Nov 14, 2019. Sampah Kemasan Makanan dan Minuman Mendominasi.

Mita, Defitri. Des 27, 2022. Dampak Styrofoam bagi Manusia dan Lingkungan.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan