Menyelamatkan Dunia dimulai dari Piring-mu!

Tahukah kamu, bahwa apa yang kamu makan dapat berpengaruh pada keberlangsungan alam semesta tempat kita tinggal ini? Ya. Pada kenyataannya, apa yang tersaji diatas piring kita, tidak hanya semata menjadi energi dan gizi bagi tubuh kita. Tapi juga dapat berpengaruh pada alam dimana kita tinggal.

Mengapa demikian? Coba sejenak kita lebih turun ke bumi, jangan terus berada diatas. Coba lihat sekitar lebih luas lagi. Pernah gak kamu berpikir bahwa satu kilo telur yang kamu beli di pasar itu dihasilkan dari apa saja?

Dunia peternakan di Indonesia itu masih cukup primitif. Para peternak membuat sebuah peternakan besar, yang dapat menghasilkan, tanpa berpikir apa dampak dari sebuah peternakan kepada alam yang kita tinggali ini.

Jika kita datang ke satu peternakan, contoh saja peternakan telur. Ditengah sebuah lahan yang besar, terdiri dari ribuan bahkan puluhan ribu kandang ayam petelur. Yang setiap harinya hanya bertugas untuk mengeluarkan telur.

Berada dalam sebuah kandang kecil, hanya seukuran badannya saja, tidak memiliki banyak space untuk bergerak, dan disitulah ayam petelur tersebut menghabiskan sisa hidup mereka.

Kejam. Hanya kata tersebut yang mampu menggambarkan keadaan di peternakan telur. Mereka tidak diberi kebebasan untuk bergerak. Bahkan untuk berjalan saja mereka tidak bisa.

Karena kandang yang disediakan sangat minim ukurannya. Setelah masa telur mereka habis, mereka akan dibawa untuk dikonsumsi, dijual dengan harga dibawah harga pasar. Sungguh realita yang ironi.

Setiap harinya, berapa banyak “sumbangan” sampah kepada alam kita ini, hanya dari satu peternakan. Gas metana yang berperan besar sebagai penyumbang terbesar pada pemanasan global ini, dihasilkan dengan sangat cepat dari peternakan.

Pernah juga terlintas di pikiran kamu darimana seafood yang kita makan? dari perjalanan laut ke kaleng hingga ke piring kita? bagaimana ikan tersebut di tangkap? bagaimana kesejahteraan nelayan kita di negeri maritim ?

Jadi? Bagaimana cara untuk menyelamatkan alam kita? Sederhana saja. Dengan merubah gaya hidup perlahan, dengan mulai mengurangi konsumsi hewan dan turunannya dan mulai beralih ke gaya hidup vegetarian atau vegan.

Banyak yang merasa bahwa hidup sebagai vegan itu berat, karena tidak boleh mengkonsumsi hewan. Padahal itu semua hanya ada dalam pikiran kita saja. Kita sudah mensugesti otak kita, jika kita makan tanpa hewan, makanan tersebut akan tidak enak.

Kerap kali orang mengatakan dalam pikirannya “duh, gw pengen makan enak”. Lalu mereka pergi ke sebuah restoran all you can eat yang juga menjadi salah satu penyumbang terbesar sampah restoran. Tidak hanya menjadi tempat “penjagalan” hewan, namun resto seperti itu juga menyumbang sampah yang sangat banyak.

Bagaimana jika kita mengubah mindset kita, agar kita bisa bersama membuat alam yang kita tinggali ini lebih layak lagi. Tidak sedikit dari kita yang mengeluhkan betapa panasnya iklim di bumi ini sekarang. Tapi tidak mau melakukan perubahan atau menjaga buminya sendiri.

Jika dikatakan seorang yang vegan itu akan kekurangan gizi, itu semua hanya propaganda yang dilakukan agar kita terus mengkonsumsi hewan secara berlebih dan memberikan pemasukan yang lebih banyak lagi bagi para peternak.

Pada kenyataannya, protein nabati pun sudah sangat mudah didapatkan dan lebih sehat dibandingkan protein hewani. Sudah banyak juga para pengusaha yang membuat toko kue, tempat kopi yang semua berbahan dasar nabati.

Dengan kita menjadi vegetarian pun, kita bisa mengurangi kekejaman pada hewan. Industri peternakan kurang memperlakukan hewan-hewan ternak dengan layak.

Yuuuuuk, perubahan kecil bisa berpengaruh besar lho. Jangan ragu untuk berubah. Lebih baik 1000 orang melakukan perubahan kecil secara konsisten dibandingkan 1 orang yang melakukan perubahan besar.

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan