Anak Ceritakan Ayahnya Menjadi Awak Kapal Perikanan (AKP) yang Jadi Korban Perbudakan Modern di Laut

Hari Anti Perdagangan Manusia Sedunia seharusnya menjadi momen untuk tidak ada lagi kejahatan soal perdagangan manusia, eksploitasi, dan perbudakan modern. Namun sayangnya di momen itu juga kabar muncul di media sosial, akun @celsa_09 (Celsa) menceritakan tentang peristiwa ayahnya yang diduga menjadi korban kekerasan di atas kapal ikan.

Celsa menceritakan kisah ayahnya (Yono Mulyono) yang bekerja menjadi awak kapal perikanan (AKP) di kapal ikan dan cumi mulai dari awal ayahnya (Yono) berangkat hingga kembali pulang dalam keadaan yang memilukan.

“Tanggal 5 Juni 2023 ayah pergi dijemput oleh diduga pihak PT (PT Alam Osin Savi), entah PT nya atau calonya menggunakan travel di depan rumah (Bogor), kemudian pergi bersama-sama ke daerah Jakarta Utara ke tempat penampungan dulu atau mes (tempat tinggal sementara). Ayah masih sempat ngabari aku dan mamah tanggal 11 Juni, ayah bilang lusa bakal mulai berangkat ke laut. Dermaga kapalnya kemungkinan di Jakarta Utara,” ujar Celsa kepada tim LautSehat.ID melalui saluran telpon Whatsapp pada 4 Agustus 2023.

Kondisi Yono. / Foto: Tangkapan layar akun Instagram @Celsa_9

“Tanggal 17 Juni kayanya ayah udah di laut dan ayah masih sempat ngabari. Setelah tgl 17 juni udah gak dapat kabar apa-apa lagi dari ayah. Dan akhirnya setelah lebih dari 1 bula dapat kabar lagi setelah ayah dipulangkan. Ayah dipulangkan ditemani oleh ABK lainnya yang ayah tumpangi kapalnya (Kapal Marcel Jaya 18). Ayah sampai ke darat (daerah Muara Baru Jakarta) 29 Juli 2023 pagi, tapi aku baru dikabari sorenya. Dijelasin katanya ayah kepeleset dari tangga kapal yang mengakibatkan stroke (lumpuh),” ujar Celsa.

Keluarga Celsa sebelumnya hanya mengetahui kalau wilayah pekerjaan Yono itu di perairan Merauke, tapi ternyata hingga ke Sri Lanka dan sempat dipindahkan kapal di tengah laut ke kapal Marcel Jaya 18.

“Sebelumnya yang kita tahu ayah itu kerja di daerah Merauke cuma sempat ngirim video (kabar) ke mamah ternyata ayah sampai Sri Lanka, dan ayah juga dipindahin di tengah laut ke kapal Marcel Jaya 18” ujar Celsa.

Celsa dan keluarga tidak mempercayai laporan bahwa ayahnya terjatuh, hingga akhirnya Celsa dan keluarganya bisa mengajak bicara ayahnya (Yono) yang sudah dalam kondisi lumpuh, tidak bisa bicara degan jelas, dan hampir mengalami lupa ingatan.

“Ayah dipulangkan ke RS Atma Jaya dengan kondisi ayah memang sudah dalam kondisi tangan kanan dan kaki kanan gak bisa gerak (lumpuh), trauma, bahkan lupa ingatan sedikit. Dengan penjelasan kalo ayah itu kepeleset dari kapal kayu, buat saya gak percaya, karena kok bisa separah ini kondisinya. Ayah tidak membawa gaji, kita hanya dikasih ongkos 500 ribu oleh yang ngantar dari pihak perusahaannya (yang mengantar),” ujar Celsa.

Yono akhirnya mampu bercerita kepada Celsa dan keluargannya bahwa ia tidak terjatuh tetapi mendapat kekerasan.

“Di rumah ayah menceritakan kepada kami kejadiannya, walaupun agak kurang jelas dan susah bicaranya tapi ayah sambil meragain jadi kami paham. Ayah bilang ayah gak jatoh, tapi dipukulin sama kaptennya. Sampe nyebut-nyebut namanya itu pake jari dan peragaan, katanya sampe ditonjok,” ujar Celsa.

Kondisi Yono. / Foto: Tangkapan layar akun Instagram @Celsa_9

Celsa menambahkan keterangan bahwa ayahnya mendapat informasi pekerjaan itu melalui media sosial Facebook. Pihak keluarga sudah melaporkan peristiwa ini kepada pihak kepolisian.***

Baca juga: Perizinan Satu Pintu untuk Selamatkan Nasib Awak Kapal Perikanan Migran dari Bayang-Bayang Perbudakan Modern

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan