Perlukah Relasi Patron Klien di Masyarakat Pesisir Dihapuskan?

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat pesisir merupakan nelayan. Hal ini tentu dipengaruhi oleh keadaan wilayah yang sangat memungkinkan untuk melakukan penangkapan di laut atau bertumpu pada kegiatan budidaya marikultur (Hatuina et al., 2016).

Potensi sumberdaya yang sangat melimpah nyatanya tidak seimbang dengan kegiatan pemanfaatannya. Dalam hal ini yang menjadi fokus utama adalah kemampuan masyarakat pesisir dalam mengelolanya.

Masyarakat pesisir dihadapkan pada kekurangan persiapan sarana dan prasarana kegiatan tangkap di laut yang tentunya membutuhkan banyak biaya (Hatuina et al., 2016).

Hadirnya banyak tengkulak atau perusahaan-perusahaan pengampu, memberi harapan baru bagi masyarakat pesisir dengan mengandalkan modal yang diberikan sebagai bentuk transaksi yang saling menguntungkan (Amriawan, 2021). Transaksi ini berbentuk ‘patron-klien’.

Potensi yang dihasilkan oleh sumberdaya kelautan seharusnya menjadi asal peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat pesisir. Namun untuk dapat mencapai keadaan tersebut harus dilakukan dengan kesiapan yang dimiliki setiap nelayan (Sulkarnain, 2018).

Hal lain yang menjadi permasalahan pokok adalah, adanya persaingan kegiatan penangkapan ikan secara besar-besaran oleh nelayan dan pihak perusahaan perikanan lain yang mendominasi wilayah pesisir dengan adanya wewenang kekuasaan wilayah (Fajar, 2017). Hal ini memberikan dampak yang cukup besar bagi nelayan.

Nelayan yang masih menggunakan teknik penangkapan tradisonal dengan alat seadanya, harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang telah memanfaatkan teknologi yang canggih untuk memaksimlakan kegiatan tangkap.

Nelayan pun pastinya akan merasa asing dengan wilayah yang seharusnya menjadi sumber penghasilan mereka secara utuh. Padahal pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan suatu wilayah harus memberikan dampak yang terbaik bagi kesejahteraan masyarakat pesisir sebagai penduduk asli salah satu wilayah pusat perekonomian.

Ilustrasi nelayan. / Foto: Paul Hilton / Greenpeace

Kegiatan patron-klien banyak diminati masyarakat pesisir karena hal ini dianggap memberikan mereka keuntungan dalan kegiatan penangkapan ikan dan pengelolaan hasil tangkap yang  telah mereka dapatkan.

Kebanyakan nelayan melakukan kegiatan penangkapan dengan metode atau teknik sederhana yang tentunya peluang mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah bernilai sangat kecil (Sutrisno, 2014).

Masalah lain yang menjadi persoalan utama adalah pengelolaan hasil tangkap yang telah dimiliki. Dengan hasil tangkap yang bisa dikatakan sedikit dan kekurangan adanya relasi terkait sarana penjualan hasil tangkapan untuk didistribusikan ke wilayah kota atau daerah lain yang lebih luas. Dalam hal ini, para pemilik kekuasaan dan kekayaan dengan mengandalkan wewenang yang terkait, dipercaya masyarakat dapat memberikan jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi (Firzan & Erawan, 2020).

Kegiatan patron-klien adalah kegiatan juragan dengan buruh yang dalam konteks ini menggunakan objek utama pokok permasalahan yang dihadapi adalah nelayan pesisir.

Hubungan patron-klien yang dilakukan oleh banyak masyarakat pesisir bukan hanya berpacu pada kegiatan penangkapan dan pengelolaan hasil perikanan saja, namun hal ini kemudian akan mengerucut pada permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat akan banyak bergantung pada kekuasaan yang diberikan oleh sang patron pada kehidupannya yang dapat berupa permasalahan di bidang pendidikan, rumah tangga maupun pemenuhan keinginan sebagai bentuk pergulatan sosial yang terjadi (Asriana & Sofia, 2021).

Pada keadaan yang sangat mendesak, seorang klien membutuhkan bantuan sang patron untuk menyalurkan bantuannya dengan secara ‘cuma-cuma’ tanpa perhitungan panjang perihal waktu pengembalian yang diharuskan. Namun hal ini bila ditinjau dalam perspektif umum mayarakat, tentunya akan merugikan bagi pihak klien karena bunga yang mungkin diberikan tanpa adanya pertimbangan-pertimbangan (Mulyana & Octavianu, 2018).

Sang patron tentu akan mengupayakan terjadinya relasi yang baik dengan si klien. Beberapa sebab yang bisa digaris bawahi salah satunya adalah karena adanya keterikatan sang patron kepada klien dalam pengembangan usaha yang dimiliki (Amriawan, 2021). Dalam hal ini seorang klien bertindak sebagai nelayan yang tentu saja buruh tetap untuk penghasil kebutuhan modal usaha terkait.

Sang patron, dengan kekuasaan atau wewenangnya akan memberikan solusi dengan jaminan yang cukup merugikan pada pihak klien atau nelayan (Al Fairusy, 2018). Namun pada situasi-situasi tertentu si klien pun tentu akan tetap melakukan kegiatan ini karenan adanya perasaan timbal balik.

Kegiatan patron-klien menimbulkan banyak pro-kontra pada penerapan yang ada. Tidak dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini memberi  dampak yang berbeda pada sang patron dan si klien. Dalam penerapan yang ada, si-klien yang merupakan nelayan tidak merasa dirugikan dan justru merasa diuntungkan dengan berbagai bantuan-bantuan yang diberikan (Chalid et al., 2021).

Perasaan timbal balik yang muncul dari seorang klien adalah bentuk bantuan hal berulang-ulang yang dilakukan sang patron terhadap seorang klien (Ulum Rusydi et al., 2016). Keterikaatan ini tentunya menjadi kerumitan masalah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir yang terkait. Kegiatan patron-klien tidak bisa dihindari atau dihapuskan begitu saja karena hal ini terjadi secara turun temurun sehingga pelepasan kejeratannya akan sangat sulit.

Peran pemerintah dalam memberikan bantuan kepada nelayan perlu dipertanyakan. Seharusnya pengelolaan sumber daya pada suatu wilayah harus mempertimbangkan kualitas kesejahteraan masyarakatnya pula.

Selain bantuan dana, pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan edukasi yang tepat dengan kemajuan teknologi yang ada sehingga persaingan yang terjadi tidak terlihat berat sebelah. Hal lain yang harus dipertimbangkan pula adalah dengan penetapan atau pembagian wilayah wewenang dan non wewenang pada produsen-produsen perikanan pesisir (Asriana & Sofia, 2021).

Baca juga: Limbah Minyak Mengintai Nelayan dan Gonggong Si Siput Laut Bercangkang Unik

Editor: J.F. Sofyan

Referensi:

Al Fairusy, M. (2018). PALAWIK DALAM PASUNGAN KEMISKINAN. Aceh Anthropological Journal, 2(2), 92–113.

Amriawan, A. (2021). DINAMIKA DAN HAMBATAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR DI PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI. SOSIOLOGI: Jurnal Ilmiah Kajian Ilmu Sosial Dan Budaya, 23(2), 1–20. http://jurnalsosiologi.fisip.unila.ac.id/index.php/jurnal

Asriana, O., & Sofia, I. (2021). PENELITIAN MANDIRI IMPLEMENTASI INTERNATIONAL LABOUR ORGANIZATION WORK IN FISHING CONVENTION 188 DALAM MENGATASI PERBUDAKAN MODERN DI SEKTOR INDUSTRI PERIKANAN STUDI KASUS THAILAND.

Chalid, A., Manji, T., & Artikel, R. (2021). Strategi Kelompok Nelayan dalam Mereduksi Politik Patron Klien di Kabupaten Maros. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 9(1), 60–73.

Fajar, A. R. (2017). DINAMIKA HUBUNGAN PATRON-KLIEN PADA MASYARAKAT NELAAYN DI DESA PRENDUAN, KECAMATAN PRAGAAN, KABUPATYEN SUMENEP, JAWA TIMUR. SKRIPSI, 15–25.

Firzan, M., & Erawan, E. (2020). Patron-Client Relationship in Fisherman Community in Tanjung Limau Village, Kelurahan Gunung Elai Kecamatan Bontang Utara, Bontang City. Progress In Social Development, 1(2), 16–22. https://doi.org/10.30872/psd.v1i2.20

Hatuina, I., Pattiselanno, A. E., & Tuhumury, M. T. F. (2016). POLA HUBUNGAN PATRON-KLIEN PETANI DAN PT. OLLOP (STUDI KASUS DESA HILA KECAMATAN LEIHITU MALUKU TENGAH) PATRON-CLIENT RELATIONSHIP BETWEEN FARMER AND PT. OLLOP (CASE STUDY: HILA VILLAGE LEIHITU DISTRICT OF CENTRAL MALUKU REGENCY (Vol. 4, Issue 1).

Mulyana, S., & Octavianu, M. (2018). Kemiskinan dan Budaya Konsumtif: Paradoks pada Masyarakat Indramayu. Prosiding Konferensi Nasional Komunikasi, 01(01).

Sulkarnain. (2018). PATRON-KLIEN DAN KETIMPANGAN SOSIAL (Studi Kasus pada Masyarakat Nelayan di Desa Tamasaju Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar). Artikel, 1–12.

Sutrisno, E. (2014). IMPLENTASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PESISIR BERBASIS PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR SECARA TEROADU UNTUK KESEJAHTERAAN NELAYAN. Jurnal Dinamika Hukum, 14, 1–12.

Ulum Rusydi, B., Ulfa, M., Ekonomi, I., Ekonomi dan Bisnis Islam, F., Alauddin Makassar Jl Yasin Limpo No, U. H., & -Gowa, R. (2016). HUBUNGAN PATRON-KLIEN PADA KOMUNITAS NELAYAN DALAM KERANGKA EKONOMI ISLAM. Journal of Islamic Economic Law Bulan-Tahun, 1–18. http://ejournal-iainpalopo.ac.id/alamwal

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan