Harmoni Laut dan Masyarakat di Natuna: Membangun Kesejahteraan Bersama

Indonesia, sebuah negara dengan luas laut kedaulatan mencapai 3.257.483 kilometer persegi, memiliki sejarah panjang sebagai negara maritim yang diperkata oleh budaya bahari sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha. Contoh kejayaan maritim ini terlihat dari kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang dominan dalam menguasai laut, mempengaruhi perdagangan, diplomasi, dan keamanan maritim. Keragaman budaya bahari di setiap wilayah pesisir Indonesia juga menciptakan identitas kesatuan yang egaliter, terbuka, dan berani mengambil risiko.

Namun, laut dan masyarakat pesisir Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan signifikan, seperti penangkapan ikan berlebihan, kerusakan ekosistem pesisir, dan pencemaran laut. Kesejahteraan masyarakat pesisir sangat erat dengan kesehatan laut sehingga penurunan kualitas laut dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis, seperti asma dan bronkitis, serta penurunan kesehatan mental. Dampaknya juga meluas pada kesejahteraan masyarakat pesisir, yakni menyusutnya populasi ikan yang mengakibatkan penurunan sumber pangan dan mata pencaharian.

Dalam menghadapi tantangan ini, pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat pesisir sangat penting. Prinsip kesetaraan dan pemerataan dalam kebijakan kelautan Indonesia bertujuan memastikan keadilan bagi semua individu tanpa memandang suku, agama, ras, dan gender. Fokus dari prinsip ini adalah menghubungkan pusat-pusat perekonomian kelautan di daerah-daerah terpencil, seperti Sabang, Natuna, Sorong, Miangas, Flores, dan lainnya.

Ikan Bait di lautan Raja Ampat, Papua, Indonesia. / Foto: Paul Hilton / Greenpeace

Salah satu implementasi nyata dari prinsip kesetaraan dan pemerataan adalah pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di Natuna. Natuna adalah sebuah kabupaten di provinsi Kepulauan Riau yang terdiri dari Gugusan Pulau Natuna dan Gugusan Pulau Serasan. Wilayah ini memiliki potensi perikanan besar dengan kapasitas mencapai 1 juta ton ikan per tahun.

Program SKPT di Natuna mencakup pengembangan fasilitas penangkapan ikan, pengolahan hasil laut, logistik, dan distribusi. Selain itu, pemerintah juga membangun infrastruktur tambahan, seperti pasar ikan, pembangkit listrik, dan sistem pengolahan air bersih. Program ini juga menyediakan pelatihan dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal, termasuk koperasi nelayan dan program konservasi laut untuk melestarikan biota laut.

Program SKPT di Natuna menitikberatkan pada tiga kegiatan utama: perikanan tangkap, pengolahan hasil laut, dan pemasaran. Fasilitas pengolahan hasil laut meliputi kantor pelabuhan, dermaga, kolam pelabuhan, fasilitas drainase, dan fasilitas bongkar muat. Pabrik pengolahan ikan didirikan untuk mengolah hasil tangkapan menjadi produk bernilai tambah, seperti ikan beku dan ikan asap. Guna mendukung operasional pabrik, logistik dan distribusi diintegrasikan melalui pembangunan Integrated Cold Storage (ICS) yang memastikan hasil tangkapan tetap segar dan layak dikonsumsi. Selain itu, pasar ikan yang teroganisir dengan fasilitas pendukung, seperti ruang penyimpanan, tempat pelelangan, dan fasilitas sanitasi untuk mendukung kegiatan perikanan secara menyeluruh di Natuna.

Namun, upaya untuk menyelaraskan harmoni antara laut dan masyarakat pesisir di Natuna tidak hanya terbatas pada pembangunan infrastruktur fisik dan pengembangan ekonomi. Pelatihan dan pemberdayaan masyarakat lokal harus diwujudkan secara holistik dan berkelanjutan. Misalnya, para nelayan di Pulau Tiga memerlukan bantuan kapal yang memadai dengan ukuran 2-5 Gross Tonnage (GT) yang dilengkapi GPS dan radio komunikasi. Nelayan di Pulau Serasan juga membutuhkan koperasi nelayan untuk mengontrol harga ikan agar tidak dimonopoli oleh pengepul. Pemerintah pusat dan pemerintah Kabupaten Natuna harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat pesisir dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan laut untuk meningkatkan efektivitas pemerataan manfaat ekonomi.

Konservasi laut juga menjadi aspek yang sangat penting. Kabupaten Natuna memiliki dua kawasan konservasi: Taman Wisata Perairan Pulau Senoa dan Suaka Alam Laut Pulau Tiga. Kedua kawasan konservasi ini bertujuan untuk melindungi ekosistem laut, mendukung pendidikan dan penelitian, serta mempromosikan pariwisata berkelanjutan. Pemerintah Indonesia juga berupaya menegakkan hukum terhadap penangkapan ikan ilegal di Natuna dengan membentuk satuan tugas penegakan hukum untuk penyidikan dan pengawasan kawasan perikanan.

Keselarasan antara laut dan masyarakat pesisir di Natuna adalah fondasi utama untuk membangun kesejahteraan bersama yang berkelanjutan. Pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dapat mengoptimalkan potensi kelautan Natuna tanpa mengorbankan kesehatan ekosistem laut. Kesadaran dan tanggung jawab kolektif untuk menjaga laut akan menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang; memastikan bahwa sumber daya laut dapat terus memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan ekologis yang berkelanjutan.

Selain itu, masyarakat pesisir Natuna perlu berperan aktif dalam menjaga kesehatan laut yang mencakup praktik perikanan berkelanjutan, pengurangan pencemaran laut, dan pelestarian habitan laut. Keterlibatan aktif ini diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut dan meminimalkan dampak negatif dari aktivitas manusia.

Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam upaya konservasi laut, menciptakan kebijakan yang mendukung perlindungan ekosistem laut, dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga laut. Dengan demikian, potensi kelautan Natuna dapat dimanfaatkan secara maksimal tanpa merusak ekosistem laut.***

Baca juga: Nusa Kambangan, Penjaga Tahanan Penjaga Ekosistem Lautan

Sumber:

Ashford, Oliver dan Wood, Katie. (2024). 4 Ways Ocean Health is Critical to Human Health Everywhere. World Resources Institute, https://www.wri.org/insights/how-ocean-health-affects-human-health 

Handoyo, W. ., Suprijatna, D., & Mulyadi. (2024). Upaya Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Illegal Fishing di Perairan Natuna Kepulauan Riau. Karimah Tauhid, 3(3), https://doi.org/10.30997/karimahtauhid.v3i3.12657 

Irwanto, Yudi. (2024). BIG Serahkan Peta NKRI Kepada Kemenkokesra. Badan Informasi Geospasial, https://www.big.go.id/content/berita/big-serahkan-peta-nkri-kepada-kemenkokesra

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia. (2017). Kebijakan Kelautan Indonesia, https://faolex.fao.org/docs/pdf/INS210363.pdf 

Lumbanrau, Raja Eben. (2020). Kisah Nelayan-Nelayan Natuna: ‘Gali Lubang Tutup Lubang’ Meski Hidup di Surga Ikan. BBC Indonesia, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51202795

Nurani, Tri Wiji, et al. (2020). Strategi Percepatan Fungsionalisasi Sentra Kelautan Perikanan Terpadu Natuna. Marine Fisheries, 11 (2), https://journal.ipb.ac.id/index.php/jpsp/article/view/36278 

Sahputra, Yogi Eka. (2024). Harga Ikan Murah, Nelayan Natuna Banting Setir Ganti Profesi, Bagaimana Solusinya?. Mongabay, https://www.mongabay.co.id/2024/04/24/harga-ikan-murah-nelayan-natuna-banting-setir-ganti-profesi-bagaimana-solusinya/ 

Yanto, Arie dan Arif, Wahyudin. (2023). Identitas Diri Sebagai Negara Maritim. Jurnal Maritim, 11 (1), https://jurnalmaritim.tnial.mil.id/index.php/IMJ/article/viewFile/152/99 

Artikel Terkait

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan