Ngam, Sebuah Upaya Konservasi dari Negeri Kataloka

Sasi merupakan aturan yang melarangan pengambilan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Praktik sasi, memberikan ruang bagi ekosistem untuk memulihkan diri agar tetap lestari dan dapat dimanfaatkan dengan optimal.

Budaya sasi telah berlangsung sejak zaman leluhur yang terus dilakukan secara turun-temurun hingga saat ini.

Sasi merupakan adat khusus yang berlaku hampir di seluruh pulau Maluku, meliputi Halmahera, Ternate, Buru, Seram, Ambon, Kep. Lease, Watubela, Banda, Kai, Aru dan Kep. Barat Daya dan Kep, Tenggara di bagian Barat Daya Maluku.

Meti gurita tepi Pantai Grogos. / Foto: FDC IPB University

Salah satu daerah yang juga masih menjaga budaya sasi adalah Negeri Kataloka, Seram Bagian Timur, Maluku. Sasi yang diberlakukan di Negeri Kataloka dikenal dengan nama “ngam”.

Ngam yang dilakukan adalah menutup pulau dari aktivitas mengambil ikan atau komoditas lain selama kurun waktu tertentu. Komoditas yang diberlakukan ngam di antaranya siput lola, kima, dan gurita.

Komoditas yang ditangkap biasanya akan jauh lebih banyak dan lebih besar dibandingan dengan saat sebelum diberlakukan ngam.

Jemuran gurita di halaman belakang rumah warga di Negeri Kataloka. /Foto: FDC IPB University

Di Negeri Kataloka, ngam ditentukan berdasarkan titah raja. Jika ada masyarakat yang melanggar, maka akan diberlakukan sanksi sesuai perintah raja.

Hukum adat ngam dinilai positif karena memiliki dampak yang baik bagi kehidupan masyarakat dan ekosistem. Adat ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga keseimbangan relasi antara manusia di Negeri Kataloka dengan alam atau lingkungan sekitar. ***

Baca juga: Serial Cerita Ekspedisi Zooxanthellae XVII FDC IPB University

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Tanggapan