KOLASEA – Greenpeace X Pandu Waliyyu “Laut Kekasihku”

Ikan melompat dan padang lamun menari

Nelayan bahagia bercanda dengan ombak

Aku di sini sebagai penjagamu

Tetaplah biru ‘tuk hidupkan dunia

Untuk dunia, untuk Nusantara

Lautan kucinta dirimu..

Begitu penggalan lirik lagu berjudul ‘Laut Kekasihku’. Sebuah lagu gubahan Pandu Waliyyu. Tumbuh di lingkungan pesisir ujung timur Pulau Jawa, Situbondo, Pandu memiliki kegemaran memadukan musik dengan sastra.

Melalui musik, ia menyuarakan kecintaannya kepada alam, khususnya laut yang menjadi tempat bermainnya sejak kecil.

Pandu melihat lautan Indonesia yang ia cintai menghadapi berbagai ancaman. Ia pun tergerak menciptakan sebuah lagu sebagai panggilan hati untuk mengajak masyarakat menjaga keindahan laut.

Pandu bersama dengan Budiman Hervan (‘Bebaskan Bumi dari Sampah’) dan The Rain (‘Laut Bukan Tempat Sampahmu’), berkolaborasi menciptakan sebuah album mini berjudul ‘Kolasea’ [1].

Album Kolasea adalah bagian dari kampanye publik penyelamatan laut yang sedang digalang oleh Greenpeace Indonesia bertemakan “I Love My Ocean.”

Greenpeace merupakan organisasi kampanye lingkungan yang independen, dengan pendanaan berasal dari donasi individu, dan fokus kampanye di isu hutan, iklim dan energi, laut dan urban.

Ada Apa dengan Laut Kita?

Lagu gubahan Budiman dan The Rain bertemakan sampah. Ya.. sampah kini telah menjadi musuh besar ekosistem laut. Berita soal sampah di perairan Bali, misalnya, terdengar sampai ke belahan dunia lain, dan mencoreng citra pariwisata lokal serta nasional.

Setiap tahun setidaknya 8 juta ton plastik terbuang ke laut, setara dengan membuang isi satu sampah truk ke lautan setiap menit. [2]

Polusi plastik berbahaya bagi kehidupan laut, termasuk burung laut, kura-kura, dan paus. The United Nations Environment Programme (UNEP) memperkirakan plastik di laut bertanggung jawab atas kematian ratusan ribu makhluk laut setiap tahun. [3]

Baru-baru ini, tumpahan minyak mengotori perairan lepas pantai Karawang. Tumpahannya menyebar hingga wilayah Kepulauan Seribu. Petaka tersebut bisa terjadi karena sebuah sumur minyak yang dikelola oleh Pertamina Hulu Energi diketahui mengalami kegagalan operasional, bocor tidak terkendali. Pertamina sudah mengumumkan keberhasilan menangani petaka tersebut. Namun, pada 15 November, tumpahan minyak kembali terlihat di pesisir pantai utara Karawang. [4]

Tak hanya itu, terumbu karang juga harus menjadi perhatian kita. Pasalnya, kesehatan sejumlah lokasi terumbu karang terus menurun karena sejumlah faktor, seperti penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan hingga reklamasi. Soal terumbu karang, tahun ini, Greenpeace Indonesia memberi perhatian khusus.

Greenpeace bersama dengan Walhi Sulawesi Selatan dan Marine Science Diving Club (MSDC) Universitas Hasanuddin serta komunitas lainnya di Makassar, berusaha membangun kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya menjaga keindahan terumbu karang Kepulauan Spermonde.

Kampanye #SaveSpermonde pun dijalankan untuk mendorong perhatian masyarakat Sulawesi Selatan, sekaligus pemerintah daerah setempat serta pemerintah pusat. [5] Spermonde bisa menjadi titik awal penyelamatan terumbu karang di wilayah-wilayah lainnya di Indonesia.

Lewat lagu-lagu yang mereka ciptakan, Greenpeace Indonesia berharap kesadaran masyarakat untuk menjaga laut beserta ekosistemnya bisa terbangun.

Para pemangku kepentingan pun bisa tersentil, dan bergerak cepat untuk memulihkan wilayah pesisir dan laut yang rusak. “Sangat disayangkan, lautan yang seharusnya bisa menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, justru mengalami banyak ancaman yang membuatnya rusak dan satwanya pun terdampak,” kata Afdillah, Jurukampanye Laut Greenpeace Indonesia.

***

Catatan:

[1] Link unduh lagu dan lirik “Kolasea”: [act.gp/unduhkolasea / act.gp/dengerinlaut]

[2] http://www3.weforum.org/docs/WEF_The_New_Plastics_Economy.pdf

[3] http://www.unesco.org/new/en/natural-sciences/ioc-oceans/focus-areas/rio-20-ocean/blueprint-for-the-future-we-want/marine-pollution/facts-and-figures-on-marine-pollution/

[4] https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4786102/pesisir-pantai-utara-karawang-tercemar-minyak-mentah-lagi

[5] Petisi #SaveSpermonde di http://act.gp/savespermonde

Kontak media:

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan