Panglima Laot, Lembaga Adat dalam Penyelesaian Permasalahan Nelayan Aceh

Panglima Laot merupakan pemimpin pada Lembaga Adat Laot yang bertugas memimpin kehidupan adat di bidang kelautan dalam wilayah kabupaten dan kota di Aceh.

Secara struktural, keberadaan panglima laot terdiri dari beberapa tingkatan yaitu Panglima Laot Provinsi, Panglima Laot Kabupaten/Kota, Panglima Laot Lhok (Setingkat kecamatan yang memiliki pelabuhan ikan) dan Panglima Laot Teupin (setingkat Gampong/desa yang memiliki pelabuhan ikan).

Panglima Laot merupakan bukti kedaulatan kesultanan Aceh dalam mengelola maritimnya. Dalam perjalanan waktu, peranannya mengalami penyesuaian dan memperoleh legitimasi yang tertuang dalam UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), menyusul Qanun (Perda) Aceh Nomor 9/2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, lalu Nomor 10/2008 tentang Lembaga Adat.

Sekelompok ABK kapal ikan sedang istirahat setelah melakukan bongkar muat ikan di TPI Lampulo Banda Aceh. / Foto : Ratno Sugito

Panglima Laot, memiliki tugas menegakkan aturan adat laot dan memberikan sanksi bagi pelanggar. Sanksi dapat berupa penyitaan hasil tangkapan hingga membayar denda dan pelarangan melaut untuk jangka waktu tertentu.

Panglima Laot dianggap sebagai salah satu sistem adat yang paling lestari di Nusantara. Sejumlah publikasi menyebutkan bagaimana peran penting Panglima Laot hingga kini.

Menjadi bagian dari perangkat adat di Aceh, Panglima Laot mempunyai fungsi untuk mengatur pengaturan penangkapan ikan dan mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa, perselisihan dan pelanggaran yang terjadi di antara nelayan dan memberikan sanksi kepada si pelanggar sesuai dengan ketentuan hukum adat laut.

Walau kenyataannya masih ada yang melakukan pelanggaran sehingga fungsi dari Panglima Laot masih belum terlaksana dengan baik.

Aktivitas bongkar muat ikan di TPI Lampulo Banda Aceh. / Foto : Ratno Sugito

Berdasarkan Qanun Aceh No. 10 tahun 2008 Pasal 28, secara umum Panglima Laot di Aceh memiliki kewenangan yaitu, dalam menyelesaikan sengketa adat dan perselisihan yang terjadi di kalangan nelayan; menyelesaikan sengketa adat yang terjadi antar Panglima Laot Lhok; dan mengkoordinasikan pelaksanaan hukum adat laot, peningkatan sumber daya, dan advokasi kebijakan bidang kelautan dan perikanan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan.

Sedangkan tugas untuk Panglima Laot Lhok yaitu melaksanakan, memelihara, dan mengawasi pelaksanaan adat istiadat dan hukum adat laot; Membantu pemerintah di bidang perikanan dan kelautan; Menyelesaikan sengketa dan perselisihan yang terjadi di antara nelayan sesuai dengan ketentuan hukum adat laot; Menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan kawasan pesisir dan laut; Memperjuangkan peningkatan taraf hidup masyarakat nelayan; dan mencegah terjadinya penangkapan ikan secara ilegal.

Sedangkan fungsi Panglima Laot Lhok sendiri adalah, sebagai ketua adat bagi masyarakat nelayan. Penghubung antara pemerintah dan masyarakat nelayan. Mitra pemerintah dalam menyukseskan program pembangunan perikanan dan kelautan.

Peran Panglima Laot dalam proses penyelesaian bentuk pelanggaran di wilayah Aceh secara umum adalah menyelesaikan masalah pelanggaran laot dalam masyarakat nelayan biasanya melalui peradilan adat laot yang dilakukan secara musyawarah, yang dimana Panglima Laot disini adalah sebagai ketua majelis (ketua persidangan).

Maka Panglima Laot berperan sangat besar dalam proses persidangan karena segala sesuatunya harus tunduk pada Panglima Laot, baik dalam memimpin sidang maupun menjatuhkan sanksi bagi pihak yang berperkara.

Peran Panglima Laot wilayah Lampulo bagi masyarakat nelayan terbilang besar, dikarenakan dapat menegakkan hukum adat laot dan juga menjaga wilayah tersebut secara aman dan damai.

Selanjutnya dalam proses penyelesaian bentuk pelanggaran adat laot di wilayah Lampulo dinilai sangat penting bagi mereka, karena lembaga Panglima Laot dianggap adil dalam memberikan hasil putusan berdasarkan musyawarah.

Ketiga, dalam penyelesaian sengketa ketika ada pihak yang tidak menerima hasil keputusan dari Panglima Laot, maka dengan ini Panglima Laot menghadirkan pihak Pol Airud sebagai penasehat baik itu bagi pihak yang bersengketa maupun bagi Panglima Laot sebagai pengambil keputusan akhir persidangan.

Aktifitas bongkar muat ikan di TPI Lampulo Banda Aceh. / Foto : Ratno Sugito

Hambatan Panglima Laot wilayah Lampulo dalam menjalankan perannya di wilayah Lampulo terbilang sulit dan terdapat beberapa problem yang terbilang besar.

Semestinya pemerintah harus memfasilitasi baik itu berupa kantor sebagai tempat bermusyawarah kawanan nelayan dengan Panglima Laot ketika terjadi masalah. Kemudian prasarana yang lainnya seperti komputer, tidak adanya dana khusus yang diberikan kepada lembaga tersebut dari pemerintah daerah dan juga kota untuk meningkatkan kinerja mereka. Di samping itu sosialisasi terkait masalah standar operasional Panglima Laot dari pemerintah sangat minim, sehingga Panglima Laot seperti berjalan di tempat.

Baca juga: Hari Pantang Melaut, Kearifan Lokal Masyarakat Aceh untuk Kelestarian Ekosistem Laut

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Tanggapan