Sejarah di Balik Pantai Petrus Kafiar, Manokwari

Pulau Mansinam merupakan salah satu pulau yang berada di Kabupaten Manokwari dengan pemandangan yang menakjubkan. Tidak hanya itu, pulau yang dapat ditempuh dalam kurun waktu 20 menit dari pusat kota ini memiliki patung Yesus berwarna putih setinggi 30 meter.

Pulau Mansinam dikenal sebagai pulau pertama yang didatangi oleh dua misionaris dari Belanda dan Jerman bernama Johan Gottlob Geisler dan Carl Willem Ottow pada tanggal 5 Februari 1855. Pulau ini juga menjadi tempat belajar seorang misionaris pertama asli Papua yang bernama Guru Petrus Kafiar.

Petrus Kafiar atau yang dulunya disebut Noseni merupakan anak bungsu dari kepala suku sekaligus panglima perang suku Armbor saat itu. Kepala suku Armbor merupakan orang yang sangat dihormati dan dicintai oleh rakyatnya. Tidak hanya rakyat, bahkan Sultan Tidore memberikan gelar “Sengaji” kepada ayahnya sebagai bentuk penghormatan.

Pulau Mansinam

Pencapaian tersebut membuat masyarakat dari desa – desa lain menjadi iri dan berniat menghancurkan desa yang dipimpin oleh ayahnya. Kesempatan untuk menyerang datang saat ayah dari Noseni wafat disebabkan oleh penyakit yang dideritanya.

Para penyerang menghancurkan desa kediaman Noseni dan membawa serta Noseni ke kampung Korido untuk dijadikan budak. Sebagai anak kecil yang dijadikan budak, kehidupan Noseni tidak lah mudah. Noseni muda tidak pernah menyerah dan bekerja dengan sungguh – sungguh sehingga tuannya menyukainya.

Namun karena adanya perselisihan di kampung Korido, maka Noseni dijual kepada seorang tukang kayu pekerja zending bernama David Keizer di Pulau Mansinam (F.J.S. Rumainum, 2008). Kehidupan Noseni berubah sejak dia pindah ke Pulau Mansinam.

Noseni diangkat menjadi anak oleh David kemudian dibaptis dengan nama Petrus oleh Pendeta  J.L. Van Hasselt. Petrus diperlakukan dengan baik serta mendapatkan pendidikan yang cukup. Petrus yang mendapatkan manfaat ini tidak serta merta hidup berleha – leha.

Petrus belajar dengan sangat rajin sehingga Petrus dipercayai untuk membantu Pendeta J.L. Van Hasselt dalam mengajarkan menulis, membaca, dan berhitung kepada teman – teman serta orang dewasa yang masih buta huruf. Hal ini menjadi motivasi bagi Petrus untuk menjadi guru.

Gelar guru dapat diperoleh melalui pendidikan yang dienyam di wilayah luar Pulau Papua. Petrus yang memiliki keinginan kuat ini ditentang oleh keluarganya sendiri. Pada saat itu, David akan pindah untuk mengelola kayu di Ambarbaken.

David merasa bahwa industri kayu akan menjadi pekerjaan yang menjanjikan bagi Petrus. David mengharapkan Petrus dapat melanjutkan usahanya yang sudah berkembang pada saat itu. Perbedaan pendapat antara David dan Petrus menyebabkan perselisihan yang meningkat sehingga Pendeta J.L. Van Hasselt menengahi dan menyarankan Noseni untuk mengikuti kemauan ayahnya untuk bekerja di Ambarbaken sambil tetap mengajar di waktu senggangnya.

Petrus pun mengikuti keputusan tersebut dan mengikuti ayahnya (F.J.S. Rumainum, 2008). Selepas Noseni selesai bekerja di Ambarbaken, kesempatan melanjutkan pendidikan pun datang kepadanya. Pendeta J.L. Van Hasselt mendapat surat dari UZV Negeri Belanda yang memintanya mengirimkan orang pribumi untuk mengikuti pendidikan di Seminari Depok menjadi guru.

Seminari Depok merupakan sekolah guru misionaris pertama di Jawa.  Petrus pun melanjutkan pendidikannya di Seminari Depok bersama – sama dengan temannya Timotheus Awendu, sebelumnya Petrus juga telah mendapatkan pendidikan di Ternate.

Menjalankan pendidikan di Depok tidak berlangsung mudah bagi Petrus. Petrus mendapat diskriminasi ras dikarenakan dirinya yang berbeda dari teman -teman lain yang mengenyam pendidikan disana. Petrus tidak berkecil hati, Petrus menjadikan cita – citanya sebagai motivasi untuk menyelesaikan pendidikannya disana.

Petrus menamatkan pendidikannya setelah empat tahun dan langsung kembali untuk menjadi guru di Pulau Mansinam (Jubi.co.id, 2019). Petrus menjadi orang asli Papua yang menjadi guru. Petrus memulai pelayanannya pertama kali di daerah pesisir Amban pada tahun 1897.

Selain Amban, Petrus juga menyebarkan injil di Mansinam, Kwawi, Andai, dan Siari. Petrus menjadi guru yang dihormati karena perannya dalam mengajarkan ilmu pengetahuan dan turut serta dalam membangun pusat keagamaan dan gereja.

Nama Petrus pun diabadikan menjadi nama pantai yang menjadi daerah pelayanannya pertama kali yang disebut juga sebagai Pantai Petrus Kafiar.

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan